Keprogresifan ini tidak terlepas dari figur seorang tokoh masyarakat terutama tokoh agama masih kuat. Hal ini terlihat dari kepatuhan warga atas apa yang diucapkan
oleh para pemuka agama, khususnya kyai. Kyai merupakan sumberdaya yang cukup langka sebab perlu pemahaman agama yang baik serta sikap yang dapat menjadi suri
tauladan bagi mayarakatnya. Seorang guru agama akan menempati posisi yang terhormat dan memperoleh hak-hak istimewa dari masyarakat. Dana perelek misalnya
sebagian besar dialokasikan sebagai ‘bayaran’ untuk para ustadz. Kapasitas seorang kyai juga menjadi kontrol sosial dalam masyarakat melalui teguran-teguran atau sanksi
moral yang diberikan pada kasus-kasus yang bertentangan dengan nilai- nilai masyarakat desa. Dominannya peran Kyai sebagai orientasi keseharian masyarakat Desa Situ Udik
dapat dilihat dari keberadaannya yang dianggap sangat penting dalam mengambil segala keputusan, termasuk keputusan politik.
Kahmad 2000 mengemukakan bagi masyarakat berkembang, agama selalu menjadi komoditas politikuntuk menarik massa dan sumber isu- isu untuk menarik
simpati dan suara politik. Setiap partai politik kerap mendekati pemimpin kelompok agama tertentu untuk menarik simpati anggotanya demi meraih dukungan dalam
pemilihan umum.
8.1.3 Hubungan Antara Faktor Sosial Ekonomi, Jenis Kelamin dan Nilai Budaya Masyarakat Desa
Situasi sosial yang ada yakni budaya, struktur sosial dan tentunya menyangkut tentang interaksi sosial serta relasi gender. Jika dikaitkan dalam kehidupan politik di
desa, peran serta posisi perempuan selalu terpinggirkan. Konstruksi sosial menyebabkan politik seolah-olah hanya ur usan laki- laki, yang diperbolehakan mengurusi sektor publik
semata, sementara sektor domestik tidak memiliki korelasi sama sekali. Usaha untuk
melihat hal tersebut dilakukan dengan melakukan uji analisis dengan uji korelasi kontingensi guna melihat keterkaitan tersebut dengan memasukkan variabel jenis
kelamin sebagai suatu variabel yang mempengaruhi. Keputusan analisis terhadap uji statistik ditunjukkan pada Tabel 48.
Tabel 48. Keputusan uji statistik kotingensi hubungan antara faktor sosial ekonomi, jenis kelamin dan nilai budaya masyarakat Desa Situ Udik, tahun 2006
Nilai budaya masyarakat desa Sikap terhadap
politik Kepercayaan
terhadap kinerja lembaga politik desa
Persepsi terhadap pemimpin
Tingkat pendapatan
Perempuan Ada hubungan
Tidak terdapat hubungan
Tidak terdapat hubungan
Laki-laki Ada hubungan
Tidak terdapat hubungan
Tidak terdapat hubungan
Tingkat pendidikan
Perempuan Tidak terdapat
hubungan Tidak terdapat
hubungan Tidak terdapat
hubungan Laki-laki
Ada hubungan Tidak terdapat
hubungan Tidak terdapat
hubungan Tingkat
pengalaman berorganisasi
Perempuan Tidak terdapat
hubungan Tidak terdapat
hubungan Tidak terdapat
hubungan Laki-laki
Ada hubungan Tidak terdapat
hubungan Tidak terdapat
hubungan
Keputusan hasil uji statistik yang ditunj ukkan dalam Tabel 48 nampak bahwa signifikasi hubungan hanya nampak pada responden laki- laki. Signifikasi hubungan
hanya nampak bagi responden perempuan jika ditinjau berdasar tingkat pendapatan. Hasil statistik ini menunjukkan betapa mapannya budaya patriarki dalam kehidupan
politik masyarakat Desa Situ Udik. Laki- laki dipandang lebih bisa untuk menjadi pemimpin dibandingkan perempuan, karena menurut pandangan mereka kaum pria
mempunyai figur yang lebih kuat untuk bisa dijadikan seorang pemimpin dalam memb imbing kaum wanita dan anak-anak di kesehariannya.
Nilai agama diterapkan dengan pengaruh besar dari konstruksi sosial yang ada bahwa kaum pria lebih kuat dibandingkan kaum wanita, kemudian lebih memberikan
ruang yang lebih besar bagi laki- laki khususnya Lansia dalam kelembagaan politik desa. Kebiasaan laki- laki yang lebih sering shalat di masjid dibandingkan perempuan maka
laki- laki lebih cepat menerima informasi- informasi penting yang disampaikan di masjid, baik disampaikan secara langsung dari mimbar masjid oleh kyai maupun dari
interaksinya dengan orang lain ketika berada di lingkungan masjid. Munculnya perempuan sebagai pemuka masyarakat tidak terlepas dari posisi
sosial ekonomi dari suami, keluarga luasnya atau relasi sosialnya dalam kelompok penting di masyarakat seperti kelompok tani. Istri seorang pemuka masyarakat seperti
Ibu Neng 60 tahun bertugas untuk menjalankan fungsi sosial kemasyarakatan dari posisi politik suaminya sebagai ketua RW dan ketua kelompok tani yang berpengaruh di
Desa Situ Udik. Ibu Neng menjadi pengurus dana perelek, ustdzah dalam pengajian ibu- ibu, menjadi pengurus zakat serta menjadi ketua kelompok wanita tani. Namun, dalam
keseharian pemuka perempuan ini juga menjalankan fungsi komunikasi politik bagi suami, atau anak lelakinya.
Keleluasaan dalam akses dan memiliki kontrol terhadap kelembagaan sosial dalam masyarakat ini karena mereka lebih memiliki keluangan waktu sehingga mereka
mampu untuk mengembangkan hubungan sosialnya dalam perkumpulan dan mampu berpartisipasi dalam organisasi. Hal ini kemudian mempengaruhi sikap mereka terhadap
politik, meski masih dibatasi oleh budaya ‘ketokohan’ yang kental akan maskulinitas yang menyebabkan mereka pasif memberikan kontrol terhadap dijalankannya
kekuasaan dalam kelembagaan politik desa. Kepercayaan dan persepsi mereka terhadap pemimpin desa menjadi salah satu cerminan dari relasi gender yang ada dalam
masyarakat Desa Situ Udik.
8.2 Hubungan antara Nilai Budaya Masyarakat dengan Tingkat Partisipasi dalam Kelembagaan Politik Desa
Partisipasi merupakan suatu bentuk perilaku yang dapat diamati overt behavior. Perilaku tidaklah merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi mengandung
keterkaitan dengan hal- hal lain. Sikap, persepsi dan kepercayaan tidak hanya dapat memberikan gambaran kondisi internal seorang individu tetapi juga kondisi eksternal
masyarakat yakni menyangkut nilai-nilai sosial budaya yang terdapat dalam masyarakat. Hal ini karena pada dasarnya sikap, persepsi serta kepercayaan seseorang ditentukan
oleh nilai- nilai, norma- norma serta budaya yang ada di sekitarnya. Sikap, persepsi dan kepercayaan merupakan serangkaian kecenderungan yang menunjukkan gejala untuk
berperilaku. Khususnya dalam suatu perilaku dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi kehidupannya.
Nilai budaya yang difokuskan pada nilai budaya politik merupakan masalah keterlibatan secara psikologis, ideologis bukan secara konkret. Keterhubungan antara
nilai budaya politik sebagai sesuatu yang abstrak dengan partisipasi sebagai suatu keterlibatan yang lebih konkret dalam penelitian ini dikaji dengan menggunakan uji
statistik. Uji Spearman digunakan sebagai alat uji yang dianggap mampu menjembatani permasalahan tersebut. Pemilihan uji ini sebagai salah satu alat analisis didasari
pertimbangan variabel- variabel tersebut termasuk dalam skala pengukuran ordinal. Analisis dari hasil uji statistik tersebut terlihat dalam Tabel 49.
Berdasarkan Tabel 49 dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dalam kelembagaan politik desa dengan sikap terhadap politik. Hal ini dapat
dilihat dari nilai probabilitasnya yang sebesar 0,002 yang lebih kecil dari taraf nyata yang ditetapkan yaitu
α = 0,10 yang berarti kedua variabel memiliki korelasi dan
hubungannya signifikan secara statistik. Namun, tidak terdapat keterhubungan antara
tingkat partisipasi dengan kepercayaan serta persepsi Lansia di Desa Situ Udik . Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitasnnya yang lebih besar dari taraf nyata yang telah
ditetapkan.
Tabel 49. Hubungan antara nilai budaya masyarakat desa dengan tingkat partisipasi dalam kelembagaan politik Desa Situ Udik, tahun 2006
Hubungan tingkat partisipasi dalam kelembagaan politik
desa Nilai budaya masyarakat desa
Sikap terhadap politik
Kepercayaan terhada p kinerja lembaga politik desa
Persepsi terhadap pemimpin
Koefisien Korelasi -0,479
-0,131 0,040
Probabilitas 0,002
0,421 0,805
Keputusan Ada hubungan
Tidak terdapat hubungan Tidak terdapat
hubungan
Tabel 49 juga menunjukkan bahwa hubungan antara variabel-variabel nilai budaya masyarakat dengan tingkat partisipasi memiliki koefisien korelasi yang bertanda
negatif. Tanda ini menunjukkan adanya hubungan yang berlawanan arah antara kedua variabel atau dengan kata lain hal ini menunjukkan bahwa rendahnya tingkat partisipasi
responden disebabkankan besarnya pengaruh nilai- nilai dan budaya yang berlaku pada masyarakat Desa Situ Udik.
Kuatnya pengaruh budaya ‘ketokohan’ dan pola hubungan ‘saduluran pada masyarakat Desa Situ Udik tercermin dalam pemilihan kepala desa dan perekrutan para
pamong serta perangkat desa. Dukungan tokoh kyai berpengaruh menjadi syarat utama untuk dapat menggalang suara masyarakat. Dukungan ini akan menjadi ‘fatwa’ atau
semacam himbauan yang mampu memobilisasi suara massa. Kepala desa sekarang juga dipilih karena beliau adalah anak seorang tokoh masyarakat yang memiliki banyak
pengikut dan memberikan kontribusi langsung dana kepada masyarakat. Hal ini adalah sebagai wujud dari kedermawanan untuk mengayomi masyarakat.
Bentuk partisipasi Lansia secara aktif muncul ketika berkenaan dengan penyaluran dana BLT-BBM. Dimana mereka yang merasa termasuk dalam keluarga
miskin dan tidak memperoleh aliran dana tersebut melakukan aksi protes secara berkelompok untuk mempengaruhi keputusan pemerintahan desa yang dinilai lebih
mementingkan ikatan- ikatan relasi untuk menentukan penerima dana.
BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN