BAB VII PARTISIPASI LANSIA DALAM KELEMBAGAAN POLITIK DESA
7.1 Partisipasi Lansia dalam Rapat Formal Desa
Proses demokrasi desa dapat terlihat secara jelas dalam pencapaian keputusan. Proses pencapaian keputusan dalam masyarakat desa diartikan sebagai proses menuntun
masyarakat ke persetujuan atau pertentangan dengan usulan yang diberikan oleh masyarakatnya. Rapat formal desa merupakan salah satu kelembagaan dimana
masyarakat desa menyalurkan aspirasi politiknya. Pencapaian keputusan secara bersama seharusnya terjadi dalam rapat-rapat desa yang dihadiri oleh semua penduduk dewasa
dari masyarakat itu Prijono, 1986. Lansia sebagai penduduk dewasa dalam masyarakat desa seharusnya menjadi bagian dalam proses pencapaian dan pengambilan keputusan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dua per tiga 65 persen responden pernah mengikuti rapat-rapat formal desa, dan sepertiganya 35 persen tidak pernah
mengikuti rapat formal desa. Berdasarkan tabel tersebut juga menunjukkan 14 orang tidak pernah mengikuti rapat, dan dari jumlah tersebut 12 orang diantaranya adalah
perempuan. Hanya dua orang laki- laki yang tidak pernah mengikuti rapat formal di desa. Ibu Oon 60 tahun mengemukakan sebagai berikut:
“Kalau disuruh ikut rapat ke kantor desa biasanya diajak ama Pak RK, atau ibunya. Kalau saya, suka males ikut yang kaya gituan, diwakilin ajah sama suami
atau anak”
Informasi ini diperkuat dengan data frekuensi keikutsertaan Lansia di Desa Situ Udik yang mayoritas memiliki frekuensi yang tinggi dalam rapat-rapat formal, pada Tabel 36.
Tabel 36 memberikan informasi bahwa rata-rata responden Lansia rata-rata mengikuti rapat formal desa lebih dari dua kali. Ditunjukkan lebih dari 60 persen
responden pernah mengikuti rapat formal desa dalam satu tahun terakhir ini.
Tabel 36. Jumlah dan persentase responden berdasarkan frekuensi keikutsertaan dalam rapat formal Desa Situ Udik, tahun 2006
Frekuensi keikutsertaan dalam rapat formal desa
Jumlah Persentase
1-2 kali 10
38,46 Lebih dari dua kali
16 61,54
Total 26
100,0
Berdasarkan keterangan dari Bapak Lam 61 tahun yang merupakan ketua RW
09, biasanya jika kantor desa hendak menyelenggarakan suatu rapat formal, undangan disampaikan baik secara tertulis undangan resmi maupun secara informal. Undangan
rapat secara formal biasanya untuk kegiatan-kegiatan yang dihadiri oleh para pemuka desa seperti tokoh pemuda, ketua kelompok tani, maupun pamong desa. Undangan rapat
yang disampaikan secara informal, biasanya untuk menggalang kehadiran warga untuk suatu kegiatan. Undangan ini disampaikan melalui ketua RW, RT atau ketua kampung
untuk kemudian disampaikan kepada seluruh warga masyarakat. Pamong desa pegawai administrasi desa bertugas menyampaikannya kepada jajaran pemimpin wilayah
dibawah desa. Proses pencapaian keputusan dalam penelitian ini adalah dengan
mempertimbangkan tiga aspek yaitu perencanaan, pengambilan keputusan serta pelaksanaan. Perencanaan merupakan suatu proses permulaan atau prakarsa dimana
dirumuskan usulan-usulan dari masyarakat untuk menyusun rencana pelaksanaan programproyek maupun kegiatan pembangunan desa juga berhubungan dengan
kehendak untuk melaksanakannya. Perencanaan ini juga menunjukkan apakah programproyek maupun kegiatan ini merupakan keperluan, kebutuhan serta keinginan
dari semua pendud ukdesa atau hanya merupakan tekanan dari suatu golongan untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri.
Pengambilan keputusan mencakup baik pertimbangan persiapan sebelum rapat dan pertimbangan yang muncul saat rapat. Pelaksanaan berarti semua kegiatan yang
diarahkan kepada realisasi apa yang telah dirumuskan dalam perencanaan serta yang dalam pengambilan keputusan. Pelaksanaan mencakup pengkomunikasiannya dalam
bentuk sosialisasi maupun penyuluhan serta penjelasan prosedur proyekprogram pembagunan serta kegiatan kemasyarakatan, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 37.
Tabel 37. Jumlah dan persentase responden berdasarkan bentuk -bentuk rapat formal yang pernah diikuti
Bentuk-bentuk rapat formal Jumlah
Persentase
Sosialisasipenyuluhan programproyekkegiatan 14
53,84 Penyusunan atau perencanaan
6 23,08
Pengambilan KeputusanMengikuti semua 6
23,08
Total 26
100,0
Tabel 37 menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen responden hanya mengikuti
rapat formal desa berupa sosialisasi proyekprogramkegiatan guna pelaksanaannya. Hanya enam orang atau 23 persen yang mengikuti penyusunanperencanaan
kegiatanproyekprogram maupun pengambilan keputusan. Artinya bentuk keikutsertaan dari responden Lansia ini mayoritas hanyalah mobilisasi dari para pemuka atau
pemimpinnya. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa meski Lansia ini memiliki akses terhadap rapat-rapat formal desa namun mereka hampir tidak memiliki kontrol dalam
rapat formal yang diselenggarakan dalam satu tahun terakhir ini. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan salah
seorang pamong desa, Bapak Mi 35 Tahun, biasanya suatu usulan diajukan oleh kepala desa, pemimpin formal atau informal lainnya, ataupun kepala rumah tangga lain
yang ada di desa. Begitu pula dengan pertimbangan atau pengambilan keputusan hanya terjadi antara pemimpin formal kepala desa, ketua BPD, ketua PKK serta kepalaketua
lembaga formal desa dan pemimpin informal desa tokoh masyarakat yang terdiri dari
ketua kampung, tokoh pemuda, tokoh agama yang kemudian memainkan peran penting dalam proses pelaksanaannya. Namun, yang paling sering dilakukan adalah
perencanaan dilakukan seluruhnya secara terperinci oleh administrasi desa, baru dirapatkan untuk pengambilan keputusan. Hasil tersebut kemudian diintruksikan ke
administrasi desa pada tingkat yang lebih rendah ketua RW dan RT dan disosialisasikan kepada seluruh warga Desa Situ Udik. Informasi dari Bapak Mi 35
tahun serta data dari Tabel 37 mengenai peran dalam penyelenggaraan rapat formal desa diperkuat dalam Tabel 38.
Tabel 38. Jumlah dan persentase responden berdasarkan peranan dalam rapat formal Desa Situ Udik, tahun 2006
Peranan dalam Rapat Formal Jumlah
Persentase
PesertaAnggota Rapat 16
61,54 Ikut memberikan usulaninformasi, mengajukan pendapat
5 19,23
Pengambil keputusan 5
19,23
Total 26
100,0
Informasi dari Tabel 38 menunjukkan bahwa sebagian besar responden peranan dalam rapat desa yang pernah diikuti hanya sebagai peserta maupun anggota rapat saja.
Hal ini terkait dengan bentuk rapat desa yang diikuti berupa sosialisasi proyekprogram serta kegiatan. Hanya lima orang atau 19 persen yang berperan sebagai pengambil
keputusan maupun memberikan pendapat, saran serta usulan dalam perencanaan. Data yang diperoleh juga menunjukkan hanya dua orang responden perempuan yang pernah
memberikan usul atau mengajukan pendapatnya. Selain itu, tidak ada seorangpun dari responden perempuan yang pernah ikut dalam pengambilan keputusan dari rapat-rapat
formal yang diselenggarakan. Kepala Desa Situ Udik juga mengemuk akan, dalam rapat penetapan ADRT,
hanya ketua Ibu Ken, 58 tahun atau pengurus PKK saja yang diikutsertakan. Hal tersebut menunjukkan perempuan khususnya Lansia tidak memiliki kontrol, meskipun
memiliki kontrol namun terbatas dalam proses pengambilan keputusan lewat rapat formal desa. Selain itu dikemukakan oleh Bapak Mif selaku Kepala Desa bahwa hal
yang disampaikan oleh perwakilan perempuan dalam rapat ADRT biasanya berkenaan dengan kegiatan-kegiatan sosial, keluarga maupun pendidikan.
Tingkat partisipasi Lansia dalam rapat formal desa dalam penelitian ini diidentifikasi melalui skoring dari keikutsertaan, frekuensi, bentuk-bentuk rapat serta
peranan yang ditampilkan dalam rapat tersebut. Berdasarkan data pada tabel 36, 37 dan 38 telah dikemukakan sebelumnya, maka berikut ini adalah tingkat partisipasi
responden Lansia dalam rapat formal desa.
Tabel 39. Tingkat partisipasi responden dalam rapat formal Desa Situ Udik, tahun 2006 Tingkat partisipasi dalam rapat formal desa
Jumlah Persentase
Rendah 14
35,0 Sedang
16 40,0
Tinggi 10
25,0
Total 40
100,0
Tabel 39 menunjukkan bahwa 40 persen responden Lansia memiliki tingkat
partisipasi yang sedang, artinya responden pada tingkat partisipasi ini pernah mengikuti rapat formal desa, bentuk rapat desa yang diikuti berupa sosialisasi atau penyuluhan
programproyekkegiatan pembangunan atau kemasyarakatan, bisa juga mengikuti perencanaan atau penyusunan namun perannya hanya sebagai peserta atau anggota rapat
saja. Sisanya, 35 persen responden memiliki tingkat partisipasi yang rendah dalam rapat formal desa, artinya tidak pernah sama sekali mengikuti rapat formal desa. Responden
dengan tingkat partisipasi yang tinggi hanya sebesar 25 persen saja. Responden pada tingkat ini mengikuti rapat formal desa dengan frekuensi lebih dari dua kali, terlibat
dalam hampir keseluruhan tahapan proses pengambilan keputusan serta menampilkan peranan yang penting dalam proses tersebut.
7.2 Partisipasi Lansia dalam Dewan Desa