3. Surat Keputusan Dirjen Pariwisata No. Kep. 18U111988 tentang Pelaksanaan Ketentuan Usaha Obyek Wisata dan Daya Tarik Wisata.
4. Undang-Undang N0. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. 5. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Alam di zona
pemanfaatan kawasan pelestarian alam. 6. Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan
Kepariwisataan. 7. Sadar Wisata dan Sapta Pesona dari Kementrian Kebudayaan dan
Pariwisata
2.1.2 Pengembangan Kepariwisataan
Menurut Institut of Tourisme in Britain dalam Pendit 1986, pariwisata adalah kepergian orang-orang dalam jangka waktu pendek ke tempat-tempat
tujuan di luar te mpat tinggal dan tempat bekerja, sedangkan Pendit 1986 memandang pariwisata sebagai salah satu jenis industri baru yang mampu
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor
produtivitas lainnya. Ke pariwisataan mewajibkan penyediaan produk wisata. Beberapa produk wisata diantaranya Yoeti, 1996 yaitu:
1. Jasa-jasa agen perjalanan yang memberi informasi, advis, pengurusan dokumen perjalanan, perjalanan itu sendiri pada waktu akan berangkat.
2. Jasa-jasa perusahaan angkutan yang akan membawa wisatawan dari dan ke daerah tujuan wisata.
3. Jasa-jasa pelayanan akomodasi, perhotelan, bar dan fasilitas rekreasi. 4. Jasa-jasa agen perjalanan lokal yang menyelenggarakan perjalanan ke
obyek-obyek wisata setempat.
5. Jasa-jasa transport lokal bus, taksi, coach-bus dalam melakukan perjalanan obyek wisata setempat.
6. Obyek wisata dan atraksi wisata yang terdapat di daerah tujuan wisata. 7. Jasa-jasa pedagang cinderamata dan kerajinan serta pusat perbelanjaan.
8. Jasa-jasa perusahaan pendukung seperti postcard film photo supply, penukaran uang bank.
Dalam kaitannya dengan lingkungan hidup dan sumberdaya, ketersediaan sumberdaya wisata di Indonesia banyak macamnya, diantaranya
yaitu Joyosuharto, 2001 : 1. Alam non hayati : wilayah pesisir di pantai, pegunungan, laut, pulau karang,
taman laut, danau, dan gua. 2. Alam hayati : hutan pantai, hutan bakau, hutan dataran rendah, pegunungan
dengan floranya, dan fauna. 3. Manusia dengan perilaku, budaya dan kebutuhan : Adat istiadat yang terpatri
dalam kehidupanya, budaya dan kebutuhan yang menggambarkan kedekatannya dengan alam hingga keramahan, kehalusan dan ketinggian
budaya. 4. Buatan : taman hutan raya, taman margasatwa, taman pantai, peninggalan
sejarah, tata letak dan arsitektur rumah, tempat peribadatan, istana raja, taman hiburan, dan museum.
Kesemuanya itu dapat merupakan sumberdaya wisata yang menjanjikan keindahan atau daya tarik untuk dijual, sehingga dapat dinikmati wisatawan.
Walaupun demikian, hal ini tergantung pengelolaan tempat wisata saja. Hal ini dikarenakan pengelolaan wisata tidak hanya bergantung pada sumberdaya
wisata saja, tetapi memerlukan keterpaduan dalam penataan, pemeliharaan,
pengawasan, pengendalian, dan pemulihan sumberdaya wisata Joy osuharto, 2001. Selanjutnya ditambahkan oleh Lakoni 2001, yang menyatakan bahwa
syarat utama dalam mencapai keberhasilan pembangunan pariwisata adalah peningkatan profesionalisme yang didukung oleh kuantitas dan kualitas
sumberdaya manusia, juga masalah koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi KIS dalam pembangunan pariwisata.
Pembangunan fasilitas pariwisata di perdesaan memberikan beberapa peluang usaha bagi masyarakat perdesaan khususnya petani, tetapi sedikit
sekali peluang usaha yang dapat dimasuki oleh petani. Hal ini dikarenakan keterbatasan keterampilan yang dimiliki petani. Kemampuan untuk memasuki
lapangan kerja baru tergantung pada faktor-faktor motivasi, keberanian mengambil resiko, modal yang dimiliki petani, kemunculan pusat pertumbuhan
yang membutuhkan banyak tenaga kerja, dan keberadaan lembaga yang mendukung petani memasuki peluang usaha Metera, 1996.
Petani pemilik lahan luas pada peristiwa alih fungsi tanah di kawasan wisata Tanah Lot, Bali memiliki kecenderungan mengalokasikan uang ganti rugi
untuk membeli tanah lagi di daerah pedalaman, sehingga dapat meneruskan kembali usahataninya. Hal yang paling menarik dari penelitian ini adalah buruh
tani lebih banyak yang berubah mata pencaharian ketimbang penggarap. Hal ini disebabkan karena penggarap lebih terikat kepada tanah dibanding buruh tani.
Buruh tani relatif lebih bebas tidak terikat pada lahan garapan ketimbang penggarap Metera, 1996.
Yoeti 2001 menyarankan bahwa dalam pengembangan wisata di perdesaan, masyarakat perlu diberi informasi, mereka harus diberi ide-ide,
kemudian pembinaan. Mereka tidak sadar bahwa di sekeliling mereka terdapat peluang usaha untuk menghasilkan uang. Di sinilah perlunya bantuan Lembaga
Swadaya Masyarakat LSM dalam memberikan pembinaan kepada petani untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Sebagai contoh, para pemula diajak ke
Agrowisata Kali Klatak di Banyuwangi, Jawa Timur. Di sana mereka melakukan studi banding terhadap pengusaha agrowisata yang berhasil dalam
mengusahakan kopi, karet, coklat, dan cengkeh. Melalui pendekatan ini, diharapkan pembangunan pariwisata tidak lagi hanya menjadi milik orang yang
bermodal saja tetapi juga dimiliki oleh petani sekitar proyek yang selama ini hanya menjadi penonton di kampung halaman sendiri.
2.1.3 Alih Fungsi Lahan dan Perubahan Struktur Agraria