BAB VI ALIH FUNGSI LAHAN DAN PERUBAHAN
STRUKTUR AGRARIA
6.1 Proses Alih Fungsi Lahan
Berdasarkan RTRW Kabupaten Cianjur, Kecamatan Pacet merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai pusat perdagangan dan jasa,
permukiman, pendidikan, kesehatan, industri, pariwisata, koleksi dan distribusi. Desa Sukanagalih yang merupakan salah satu desa di Kecamatan Pacet dalam
RTRW tersebut ditargetkan sebagai kawasan perkotaan. Kawasan perkotaan memiliki kegiatan utama bukan pertanian. Tetapi untuk saat ini, kegiatan
pertanian masih merupakan kegiatan utama sebagian besar masyarakat Desa Sukanagalih.
Dalam pembangunan fasilitas pariwisata terdapat beberapa atura, yaitu Untuk Keppres No. 531989 yang menyatakan bahwa penentuan lokasi industri
diusahakan tidak mengurangi areal subur. Pada kenyataannya, banyak fasilitas pariwisata yang ada di Desa Sukanagalih dibangun di atas areal yang subur,
termasuk fasilitas pariwisata Kota Bunga. Bahkan menurut informasi di lapangan, pembangunan Kota Bunga selain mengambil areal subur juga mengambil areal
sumber mata air yang biasa digunakan oleh masyarakat lokal, sehingga masyarakat kehilangan sumber mata air yang biasa digunakan mereka untuk
kebutuhan sehari-hari. Masyarakat kehilangan aksesibilatas terhadap mata air. Mereka pernah keberatan akan hal tersebut, kemudian mereka mengajukan
perihal ini kepada pihak Kota Bunga tetapi pihak Kota Bunga tidak memperhatikan keberatan masyarakat. Di sisi lain, pemerintah daerah telah
menyetujui pembangunan fasilitas pariwisata Kota Bunga sehingga pihak Kota
Bunga merasa keluhan-keluhan dari masyarakat tidak harus diperhatikan karena pemerintah pun telah menyetujui pembangunan tersebut.
Aturan lainnya yaitu aturan pembebasan lahan, yaitu Permendagri No. 151975, dimana dalam aturan ini tercantum dua jenis tata cara pembebasan
lahan. Dalam aturan tersebut, pembangunan fasilitas pariwisata Kota Bunga termasuk dalam tata cara pembebasan lahan yang kedua, yaitu tata cara
pembebasan lahan untuk kepentingan swasta sehingga proses pembe basan lahan tidak menggunakan panitia pembebasan lahan. Dalam tata cara ini, peran
Pemerintah Daerah sebagai pengawas proses pembebasan lahan dan penetapan nilai ganti rugi lahan.
Tujuan alih fungsi lahan yang terjadi di Desa Sukanagalih, sebagian besar tidak diketahui oleh masyarakat Desa Sukanagalih bahkan aparat desa
pun tidak mengetahui tujuan tersebut. Sehubungan dengan hal ini, tata cara pembebasan lahan yang kedua tidak dilakukan oleh pihak Kota Bunga.
Untuk mengetahui proses pembelian lahan yang dilakukan oleh perusahaan Kota Bunga, peneliti memilih informan dari aparat desa dan
responden. Menurut beberapa responden yang peneliti wawancarai, orang yang membeli lahan berbeda-beda. Orang yang membeli lahan itu berbeda, tetapi atas
nama yang sama. Bukti dari keyakinan aparat tersebut adalah surat sertifikat lahan yang diajukan ke kantor desa ketika pihak Kota Bunga mengajukan izin
mendirikan bangunan di lokasi yang telah dibeli. Berbagai informasi yang peneliti dapatkan tentang pembebasan lahan,
dari berbagai informasi tersebut, peneliti merangkum proses pembebasan lahan. Awalnya, ada beberapa orang yang mensurvai lokasi. Orang yang mensurvai
lokasi tidak menjelaskan alasan kegiatan itu. Kemudian, beberapa orang mendatangi masyarakat dan menanyakan apakah masyarakat bersedia menjual
lahan. Mereka menawarkan harga yang cukup tinggi kepada masyarakat dan
berjanji akan membayar dengan tunai dalam jangka singkat. Dalam beberapa hari kemudian, ada masyarakat yang bersedia menjual lahan. Selanjutnya satu
persatu dari masyarakat Desa Sukanagalih itu bersedia menjual lahan mereka. Alasan masyarakat bersedia menjual lahan tersebut adalah karena harga yang
ditawarkan saat itu cukup tinggi. Pernah beberapa responden menanyakan tujuan dari transaksi ini
kepada pembeli. Jawaban yang mereka dapatkan adalah bahwa lahan tersebut akan digunakan untuk membangun rumah huni seperti rumah-rumah penduduk.
Tentu saja pihak pembeli tidak memberitahukan tujuan dari pembelian lahan itu untuk membangun suatu real estate, karena jika diketahui lahan tersebut
nantinya akan digunakan untuk pembangunan real estate, maka penjual atau masyarakat akan memasang harga tinggi karena lahan tersebut merupakan
lahan yang subur dan lokasi lahan tersebut strategis
20
. Hal ini sesuai dengan pernyataan Barlow Afianto, 2002 bahwa nilai lahan menjadi lebih tinggi jika
lahan memiliki potensi fisik seperti kesuburan lahan dan keutamaan lokasi. Kerahasiaan tujuan tetap tidak terpecahkan oleh aparat desa, meskipun pada
saat transaksi lahan disaksikan perwakilan dari kantor desa. Akhirnya pihak desa mengetahui tujuan dari pembelian lahan-lahan
tersebut ketika PT. SPE Perusahaan yang membangun Kota Bunga mengajukan izin mendirikan bangunan dan izin usaha ke kantor desa. PT. SPE
ternyata bukan pemilik pertama lahan yang dibeli tersebut. Perusahaan ini membeli lahan tersebut dari seseorang dan perusahaan ini menyatakan tidak
tahu sama sekali proses jual beli ini. Proses jual beli lahan ini memang bermasalah. Dulu, pihak pembeli
menjanjikan akan membayar secara tunai dan dalam jangka waktu dekat.
20
Lokasi lahan tersebut dapat dikatakan strategis karena berada di kawasan Bopunjur yang merupakan kawasan wisata nasional.
Kenyataannya, uang tidak dibayarkan langsung. Pembeli juga dulu berjanji penundaan pembayaran paling lama pun satu bulan, ternyata penundaan
pembayaran lebih dari satu bulan bahkan ada yang sampai enam bulan. Masyarakat merasa kecewa karena pembeli tidak menepati janji. Sering sekali
masyarakat menagih uang yang belum dibayarkan itu kepada pembeli, tapi pembeli tidak pernah menepati janji. Akhirnya masyarakat yang bernasib sama
berkumpul dan bersama-sama mendatangi pembeli untuk menagih uang yang telah dijanjikan. Meskipun telah didesak warga, pembeli masih saja tidak
melunasi pembayaran tersebut. Masyarakat tentu sangat kecewa dengan kejadian tersebut. Sehingga untuk yang kedua kalinya mereka mendatangi
pembeli, baru setelah itu pembeli bersedia melunasi pembayaran tersebut. Dalam hal proses perizinan, seperti yang telah dipaparkan pada Bab V
bahwa untuk membangun suatu fasilitas pariwisata harus memenuhi peraturan yang berlaku. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Bappeda, Kota Bunga
telah mengajukan berbagai perizinan dan telah disetujui Bupati
21
. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fauzi 1999 bahwa pemilik modal mendapatkan kemudahan
dalam pemanfaatan lahan di perdesaan dengan alasan untuk membangun infrastruktur desa dan aparat negara memberikan alasan tujuan alih fungsi lahan
itu untuk membuka kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara.
6.2 Perubahan Struktur Agraria