BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Tentang Pembangunan Fasilitas
Pariwisata Dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi, Pemerintah Orde Baru
mengundang investasi swasta asing dan domestik dalam kegiatan
pembangunan ekonomi di Indonesia termasuk kegiatan industri. Upaya tersebut dilegitimasi melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Tujuan dikeluarkannya UU tersebut yaitu menarik investor asing
dan dalam negeri domestik melakukan investasi di Indonesia Suhendar dan Winarni, 1998.
Undang-undang penanaman modal ini ditindaklanjuti dengan
serangkaian kebijakan yang memberi kemudahan kepada investor seperti keringanan pajak, pembebasan bea masuk, penyediaan tenaga kerja yang
melimpah dan murah, dan kemudahan memperoleh tanah. Adapun kemudahan memperoleh tanah untuk investor dijamin oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri
No. 5 Tahun 1974 tentang industrial estate
2
. Dalam perkembangan selanjutnya aturan penyediaan tanah untuk industri diperkuat melalui Keputusan Presiden
No. 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri. Dalam keputusan Presiden tersebut, pemberian lokasi untuk kawasan industri mengikuti petunjuk sebagai
berikut : 1 sejauh mungkin harus menghindari pengurangan areal subur; 2
2
Industrial estate adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan, pengadaan dan pematangan tanah bagi keperluan usaha-usaha, termasuk industri pariwisata yang dilengkapi
prasarana-prasarana umum yang diperlukan.
sedapat mungkin memanfaatkan tanah yang semula tidak atau kurang produktif; 3 sedapat mungkin menghidari pemindahan penduduk dari tempat
kediamannya; 4 perhatian terhadap persyaratan bebas pencemaran lingkungan Metera, 1996.
Kebijakan tentang kepariwisataan diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1990. Adapun kebijakan-kebijakan tersebut antara lain:
1 kebudayaan dan pariwisata adalah wahana pengembangan wilayah; 2 dalam pengembangan kebudayaan dan pariwisata, masyarakat merupakan
subyek pembangunan dan bukan hanya obyek pembangunan; 3 pelestarian dan pengembangan kebudayaan pariwisata menjadi tanggung jawab seluruh
bangsa dan negara kesatuan Indonesia; dan 4 pemanfaatan unsur kesenian dan kebudayaan serta unsur alami untuk pariwisata harus dilakukan secara
bertanggung jawab dan menuju pada pelestarian alam dan pengkayaan budaya, sehingga menjadi wahana persahabatan antar bangsa, sekaligus menunjung
pelestarian lingkungan alam Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2003. Selanjutnya penanganan tugas pemerintahan tentang kepariwisataan
berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 29 Tahun 2003 memerlukan integrasi kelembagaan dalam penanganan tugas pemerintahan di
Bidang Kebudayaan dan Pariwisata. Hal ini mengacu pada Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 25
Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom, dan Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Menteri Negara sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 2
Tahun 2002. Beberapa isi dari Keppres tersebut adalah Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata merumuskan kebijakan pemerintah di bidang
Kebudayaan dan Pariwisata. Dalam rumusan kebijakan itu diperlukan perhatian terhadap peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha kebudayaan dan
pariwisata dalam memajukan kebudayaan dan pariwisata, penetapan kriteria penentuan dan perubahan fungsi ruang kawasanlahan dalam rangka
penyusunan tata ruang di bidang Kebudayaan dan Pariwisata, dan penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang Kebudayaan dan Pariwisata.
Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. KEP-04-AMKPVI2001, tujuan program pengembangan
pariwisata adalah mengembangkan dan memperluas diversifikasi produk dan kualitas pariwisata nasional yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat,
kesenian dan kebudayaan serta sumber daya pesona alam lokal dengan tetap memperhatikan kelestarian seni dan budaya tradisional serta kelestarian
lingkungan hidup setempat; mengembangkan dan memperluas pasar pariwisata terutama pasar luar negeri. Landasan pengembangan pariwisata juga
berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Bab XII tentang pembinaan dan pengawasan, pasal 112, ayat 1
menyebutkan bahwa dalam rangka pembinaan, pemerintah memfasilitasi penyelenggaraan otonomi daerah, dalam arti memberdayakan daerah otonom
melalui pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi. Selain undang-undang yang telah disebutkan di atas, masih ada
undang-undang lain yang terkait dengan kepariwisataan khususnya wisata alam, diantaranya yaitu Yoeti, 2001:
1. Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Lingkungan Hidup.
2. Kepmen Parpostel No. KM.98PW.102MPPT-1987 tentang Ketentuan Usaha Obyek Wisata.
3. Surat Keputusan Dirjen Pariwisata No. Kep. 18U111988 tentang Pelaksanaan Ketentuan Usaha Obyek Wisata dan Daya Tarik Wisata.
4. Undang-Undang N0. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. 5. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Alam di zona
pemanfaatan kawasan pelestarian alam. 6. Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan
Kepariwisataan. 7. Sadar Wisata dan Sapta Pesona dari Kementrian Kebudayaan dan
Pariwisata
2.1.2 Pengembangan Kepariwisataan