Sumber:
www.farm4.static.lickr.com
1. Perubahan Sosio Kultural
Dengan berubahnya kebiasaan manusia yang dipengaruhi kebutuhan hidup dan cara berpikir, maka perubahan itulah yang
melatarbelakangi perubahan sebuah sajian tari menuju arah yang berbeda. Hal itu dapat berubah karena faktor internal dan faktor
eksternal. Ada yang berubah ke arah berkembangnya jenis- jenis tari. Ada yang berubah ke arah stagnasi kreativitas karena
masuknya unsur teknologi modern yang terlalu dominan. Hal itu bergantung pada latar belakang dan lingkungan masyarakat
tempat tumbuh nya tari tersebut.
Ketika suatu masyarakat mengalami perubahan sosial se- hingga norma dan gaya hidup berubah, maka seni budaya yang
menjadi bagian sehari-hari manusia dalam sebuah komunitas tidak lagi menjadi kesepakatan bersama di dalam komunitas itu.
a. Perubahan Fungsi karena Faktor Eksternal
Faktor eksternal menjadi salah satu penyebab perubahan sebuah karya seni tari tradisonal. Pengaruh eksternal berarti
pengaruh yang datang dari luar diri manusia dan juga pengaruh dari luar komunitas yang telah menyepakati sebuah seni budaya
tadi. Akulturasi sering disebut sebagai salah satu bentuk per- ubahan itu. Ketika seni tari tradisional kurang diminati, ber-
bagai upaya dilakukan agar bangsa ini mau berpaling pada seni tradisional. Oleh karena itu, dibuatlah kreasi tari yang
mengolaborasikan gerak adopsi dari negeri Barat ke dalam tari tradisional.
Sekitar tahun 80-an, Tari Break Dance atau Tari Kejang merambah bilik kawula muda dengan menjadi tari yang paling
trend saat itu. Tarian tersebut dipelajari dan terdapat di setiap penjuru kota, hingga ke pelosok desa.
Gambar 8.4
Ronggeng Gunung
Praktis Belajar Seni Tari untuk SMAMA
132
Demam Tari Kejang dimanfaatkan untuk mendongkrak Tari Tradisional Jaipongan dari Jawa Barat dengan meng-
olaborasi kannya menjadi Tari Brikpong. Gerakan Break Dance di sisip kan pada serangkaian gerak jaipongan, tetapi
dengan tabuhan gendang khas gendang Sunda.
Itulah contoh akulturasi yang tidak terasa menyusup ke dalam jiwa pemuda Indonesia. Seiring dengan berjalannya
waktu, sesuatu yang bukan ciri khas dan kepribadian sendiri, perlahan pudar dan hilang. Akan tetapi seni budaya yang benar-
benar releksi kehidupan masyarakat, tidak akan lekas punah. Kita adalah aset dalam lestari atau tidaknya seni tradisional
tersebut.
Pernahkah Anda menonton Lomba Penari Indonesia pada salah satu stasiun televisi swasta? Fenomena festival
tari menjadi ajang aktualisasi diri yang positif. Kemampuan menari dengan teknik tari yang baik dapat dicapai dengan
kondisi tubuh kita yang memadai bagi standar seorang penari.
Kelenturan, keseimbangan, leksibilitas tubuh, kekuatan kaki, isik yang sehat dan prima serta penampilan yang menarik
menjadi faktor penentu lolosnya calon sang penari Indonesia. Sekarang, orang menari tidak lagi sekedar hobi atau mengisi
waktu luang, tetapi menjadi sebuah profesi, bahkan prestise jika mampu menjadi yang terbaik bagi sebagian orang.
Perubahan kedudukan tari serta fungsinya terjadi karena era globalisasi menciptakan persaingan hidup sehingga
pekerjaan sulit didapat. Dahulu, menari sekadar menghibur hati. Menonton pertunjukan tari juga banyak sekadar ber-
apresiasi untuk menghibur hati dan menambah wawasan bagi penonton terbatas. Namun sekarang, kedudukan tari dan
penghargaan orang terhadap pertunjukan tari lebih maju dan tinggi. Ukurannya tidak selalu dalam bentuk material, tetapi
yang jelas terlihat dan dirasakan oleh seniman alami ataupun seniman hasil pematangan disiplin ilmu seni. Karena dengan
semakin terpenuhinya kebutuhan primer, dengan rileks kita dapat mengejar kesenangan batin sebagai pemenuhan ke-
butuhan sekunder.
Ketika masyarakat menganggap sesuatu yang baru sebagai sebuah kemajuan atau modern, serbuan budaya asing
menjadi penting untuk membaur dengan budaya negeri sendiri. Pembauran tersebut dianggap sebagai sebuah kreasi baru
sepanjang waktu. Namun, ketika datang hal yang lain, kreasi baru menjadi sesuatu yang lama dan menjadi sebuah tradisi.
Gambar 8.5
Tari Jaipong
Sumber: Dokumentasi Penerbit
Tari Tunggal dan Kelompok Nonetnik
133
Dahulu Jaipongan dianggap sebagai sebuah karya baru yang malah mendapat berbagai macam kritik tajam dari para
pengamat dan praktisi seni tari. Kemudian, tarian dari Jawa Barat ini menjadi ”booming” dan digemari masyarakat secara luas.
Semua orang berbondong-bondong ingin mempelajari tarian ini dan hampir pada setiap acara seni hiburan di daerah dan kota
mengundang dan menampilkan Tari Jaipongan. Kini, tari ini menjadi sebuah kreasi yang lama, meski bentuk kreativitas dan
gaya masih berkembang dan digemari masyarakat secara luas.
1 Pengaruh gerak tari dari bangsa lain
Sikap jemari tangan ngruji, nyempurit, dan ngiting terdapat pada tari Jawa gaya Yogyakarta dan Solo. Sikap ini merupakan
pengaruh sikap tangan paham India. Ketiganya mengandung arti yang berbeda pada kitab seni tari India, Natya Sastra,
karya Baratha Muni. Pengaruh ini sejalan dengan proses perkembangan budaya menjadi larut dalam kultur masyarakat
setempat. Sebagai contoh kecil pembauran terdapat pada bentuk gerak tari yang satu sama lain menyerupai, tetapi
dengan nama yang berbeda. Pada tari gaya Yogyakarta, gerak seperti ngruji yang dipakai untuk bentuk gerak tangan dipakai
untuk salah satu gerak tari Bali, sedangkan bentuk gerak yang sama dipakai istilah ngruyung untuk gaya Solo, di Sunda
digunakan istilah nanggre. Pada ajaran yang bersumber dari Natya Sastra, istilah mudra pataka atau ngruji, atau ngruyung,
mengandung arti sebagai berikut: a hutan,
b sungai atau laut, c kuda,
d waktu malam, e bulan purnama,
f hari hujan, g sinar matahari,
h bulan atau tahun.
Pada umumnya, pemakaian sikap tangan mudra meng- utama kan segi estetisnya dibanding ekspresi secara simbolis.
Dengan kata lain, meski bentuk gerak sama dengan simbol ajaran Hindu di India, tetapi gerakan yang dilakukan tidak
mengandung arti tertentu bagi kita. Gerakan dipakai dan
ditempatkan dalam koreograi dengan alasan hanya karena bentuknya yang dinilai indah.
Setelah melewati fase feodalisme, kondisi sosial ekonomi di Indonesia membaik dan perkembangan seni tari tradisional
mendapat tempat yang membaik pula. Masyarakat tidak lagi ragu untuk berkreasi menuangkan ide dan karya yang inovatif
Kegiatan Seni
Carilah foto atau pertunjukan tarian
khas di daerah Anda. Perhatikan busana yang
dikenakan penari tersebut. Bagaimana keharmonian
warna busananya? Adakah kemiripan dengan warna
tarian dari daerah lain?
Gambar 8.6
Salah satu bentuk sikap tangan mudra
Sumber: www.z.about.com
Praktis Belajar Seni Tari untuk SMAMA
134