2. Pendukung Anggota Rantai
Faktor-faktor pendukung anggota rantai yaitu pelatihan, dan dukungan kredit. Masing-masing faktor dijelaskan sebagai berikut :
a. Pelatihan
Salah satu dukungan yang diberikan kepada petani adalah pemberian pelatihan-pelatihan yang bersifat softskill dan hardskill. Melalui
kelompok tani, petani diberikan pelatihan teknik budidaya paprika yang baik, pengendalian hama terrpadu, dan pelatihan rantai pasokan. Melalui
pelatihan-pelatihan tersebut diharapkan petani dapat meningkatkan kinerjanya, baik itu mutu produk maupun kuantitasnya. Sedangkan
pelatihan yang diberikan kepada pelaku usaha paprika berupa pelatihan ekspor-impor, dan pelatihan rantai pasokan. Pelatihan ini dilakukan secara
berkala oleh Balitsa yang bekerja sama dengan LSM dari Belanda. Melalui pelatihan tersebut, pelaku usaha diharapkan mampu menjadi motor
penggerak dalam peningkatan penjualan paprika ke luar negeri.
b. Dukungan Pembiayaan
Sampai saat ini kredit yang disalurkan langsung pemerintah kepada petani masih sedikit. Begitu juga dukungan kredit dari satu anggota kepada
anggota rantai pasok yang lain. Petani merasa sulit mencari modal karena persoalan birokrasi yang rumit dalam peminjaman ke perbankan. Petani
belum optimal dalam memanfaatkan kesempatan pinjaman modal ke perbankan melalui program kredit usaha rakyat KUR yang dirancang
pemerintah untuk membantu usaha mikro kecil dan menengah UMKM. Mengatasi hal tersebut, koperasi Mitra Sukamaju bekerjasama
dengan Bank Jabar mengajukan pembiayaan untuk petani terutama anggota koperasi. Selain mengajukan kredit, koperasi bekerjasama dengan
Balitsa dan LSM dari Belanda mengadakan pelatihan pengelolaan keuangan dan tatacara peminjaman ke bank. Program tersebut belum
berhasil karena birokrasi yang rumit, beban bunga yang tinggi serta persepsi melakukan pinjaman ke bank merupakan hal yang merugikan.
3. Perencanaan Kolaboratif
Perencanaan kolaboratif berarti terdapat kerjasama, kesatuan, dan penyelarasan informasi antara satu anggota rantai dengan anggota rantai
yang lain dalam melakukan rantai pasok. Perencanaan tersebut meliputi pertanyaan yang menjawab berapa volume dan jenis paprika yang harus
diproduksi dan berapa harga yang harus dijual. Sebelum tahun 2006, perencanaan kolaboratif dilakukan secara rapi oleh Asosiasi Petani Paprika
Asperika. Tetapi kemudian Asperika dibubarkan karena sebagian besar anggota Asperika tidak mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati,
sehingga kinerja Asperika dirasa kurang berguna.
4. Penelitian Kolaboratif
Selain memberikan pelatihan kepada petani pemerintah juga mendukung pertanian paprika dengan melakuakan penelitian-penelitian
untuk meningkatkan produktifitas dan pengendalian hama. Melalui Balitsa, pengendalian hama dan teknik budidaya paprika yang baik
ditemukan. Selain Balitsa, BPPT juga melakukan penelitian untuk menghasilkan teknologi tepat guna yang dapat dimanfaatkan petani.
Namun, penelitian yang dilakukan belum dapat menghasilkan benih paprika unggulan, sehingga benih paprika masih di impor dari Belanda.
5. Jaminan Identitas Merek
Paprika yang diproduksi dan dijual petani tidak diberi merek. Setelah masa panen, petani langsung memasarkan bunganya ke bandar,
koperasi atau langsung menjualnya ke pasar. Koperasi ataupun bandar juga tidak melakukan pemberian merek. Pemberian merek dilakukan oleh
packaging house atau eksportir. Hal ini menyebabkan konsumen
mengalami kesulitan dalam mencari sumber informasi produsen atau dari mana paprika dihasilkan.
Paprika yang diekspor harus menyertakan merek atau label identitas perusahaan. Jika terdapat klaim dari pembeli, maka melalui
identitas tersebut dapat diketahui perusahaan mana yang harus bertanggung jawab. Jika terdapat ketidak sesuaian dengan pesanan maka
pembeli dapat menolak paprika yang diterima untuk dikembalikan ke
perusahaan eksportir. Namun, pada umumnya pengembalian paprika jarang terjadi karena dapat menambah biaya pengembalian, sehingga
alternatif potong harga lebih disukai oleh kedua belah pihak.
6. Proses Trust-Building
Proses trust building merupakan proses menumbuhkan saling kepercayaan antara anggota rantai pasokan. Hal tersebut dapat menjalin
kerjasama yang baik untuk mewujudkan hubungan rantai pasok yang lancar dan harmonis. Salah satu wujud kekuatan suatu rantai pasok
ditandai dengan kepercayaan yang kuat diantara anggota rantai. Hubungan kepercayaan yang lemah dapat menyebabkan keengganan untuk menjalin
kerjasama sehingga transfer informasi menjadi terhambat. Adanya aspek ketidakpercayaan menyebabkan salah satu pihak dalam rantai pasokan
berusaha untuk mendapatkan keuntungannya sendiri. Proses trust building di dalam rantai pasokan paprika di Desa Pasir
Langu sudah berjalan dengan baik. Antara petani, koperasi, bandar, packaging house
dan eksportir dapat bekerjasama dengan baik tanpa adanya kesepakatan kontraktual yang mengikat diantara mereka.
Kepercayaan yang terbangun di antara anggota rantai pasok paprika adalah competence trust. Competence trust yaitu kepercayaan dari masing-
masing pihak dalam menjalankan kerja sama. Kepercayaan ini terbangun setelah pihak yang bekerjasama tersebut telah mengenal cukup lama
terhadap kompetensinya masing-masing. Tingkatan kepercayaan yang paling baik adalah good will trust yaitu kepercayaan yang dilandasi iktikad
baik. Masing-masing pihak yang bekerjasama berfikir positif dan berusaha memikirkan untuk mencapai kemajuan bersama. Dalam menerapkan good
will trust diperlukan niat yang baik dilandasi moral baik.
4.3. Analisis Nilai Tambah