15
4. Perubahan demografi, yang menyebabkan meningkatnya kepekaan terhadap infeksi pada kelompok populasi seperti bayi dan anak-anak, orang tua, orang sakit, dan orang dengan kekebalan
terbatas immunocompromised. 5. Malnutrisi di negara dunia ketiga, menyebabkan meningkatnya kepekaan terhadap penyakit.
Situasi ini diperburuk dengan banyaknya orang yang mengungsi ke daerah lain dan terpapar dengan kondisi ekstrim, yang mempercepat penyebaran penyakit asal pangan dan air seperti kolera
dan disentri. 6. Globalisasi suplai pangan dunia, yang memperpanjang rantai suplai lebih banyak orang dan
prosedur penanganan pangan yang terlibat dalam peningkatan risiko potensial. Peningkatan perdagangan dunia dalam bidang pangan dan bahan baku pangan merupakan salah satu hal yang
perlu mendapat perhatian pula. Contoh produk mentah yang menimbulkan penyakit adalah selada yang dieksport dari Spanyol ke Norwegia, Swedia dan Inggris menyebabkan disentri basiler.
Faktor-faktor lain yang dinyatakan sebagai penyebab meningkatnya insiden penyakit asal pangan termasuk pemanasan global global warming, berkurangnya penggunaan aditif, seperti nitrit,
pada makanan yang diawetkan, serta meningkatnya pemasaran pangan yang sedikit diawetkan, pengolahan kurang, seperti daging masak dingin yang dikemas dengan atmosfir termodifikasi serta
pangan yang sedikit di
panaskan dan dikemas dengan proses “sous vide cuisine”.
3.5 KLB Keracunan Pangan di Indonesia
Menurut Sparringa dan Rahayu 2011a, kuantitas laporan KLB keracunan pangan di Indonesia masih tergolong rendah, dan umumnya tidak menyertakan penyebabnya, sehingga besaran
masalah KLB keracunan pangan tidak dapat diketahui secara pasti. Selain itu, dampak masalah kesehatan dan ekonomi biasanya cenderung terabaikan, ditambah lagi koordinasi antar lembaga yang
masih lemah serta belum jelasnya mekanisme penyidikan dan penanggulangan KLB keracunan pangan ikut memperparah kondisi ini. Umumnya, penyebab tidak ditemukannya agen penyebab KLB
keracunan pangan dapat dikarenakan oleh tidak adanya sampel, atau keterbatasan akses ke laboratorium rujukan. Oleh karena itu, perlu ditinjau atau diteliti bagaimana penanganan sampel
penyebab KLB keracunan pangan di puskesmas sebagai Unit Pelayanan Terpadu kesehatan yang dekat dengan masyarakat Sparringa dan Rahayu, 2011b.
Pada dasarnya, program penanggulangan KLB keracunan pangan dapat dijabarkan menjadi tiga bagian, yaitu melalui kegiatan kajian risiko, manajemen risiko, dan komunikasi risiko. Kegiatan
kajian risiko yang perlu dilakukan antara lain meningkatkan kegiatan surveilan KLB keracunan pangan dan mengkaji penyebabnya di laboratorium. Kegiatan manajemen risiko dilakukan dengan
cara melakukan pengembangan mekanisme dan SOP KLB keracunan pangan, pilot project KLB keracunan pangan, pelatihan SDM penanggulangan KLB keracunan pangan, pengembangan Jejaring
Intelijen Pangan JIP, dan membentuk pusat kewaspadaan dan penanggulangan KLB keracunan pangan. Sedangkan dalam komunikasi risiko yang perlu dilakukan adalah kegiatan informasi
pencegahan KLB keracunan pangan yang lebih intensif Sparringa dan Rahayu, 2011a. Peningkatan kegiatan surveilan KLB keracunan pangan dan pengkajian penyebab dapat
dilakukan dengan pengumpulan data KLB keracunan pangan secara proaktif, penggunaan informasi epidemiologi untuk pengolahan data KLB keracunan pangan, pengkajian laporan yang masuk dan
memberi umpan balik, melakukan penguatan kapasitas laboratorium dan secara berkala menginformasikan data-data tersebut. Selama ini, data KLB keracunan pangan telah diinformasikan
kepada publik melalui laporan tahunan BPOM RI Sparringa dan Rahayu, 2011a.
16
Upaya pengembangan mekanisme dan SOP KLB keracunan pangan yang terdiri dari penyempurnaan draf mekanisme dan SOP, pembuatan surat keputusan untuk pelaksanaannya, desain
kontainer untuk sampling KLB keracunan pangan, dan penyiapan modul sampling, semuanya telah dilakukan. Petugas Balai Besar POM dan Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota pun telah dilatih agar
mempunyai kompetensi yang memadai dalam melakukan penelusuran KLB keracunan pangan Sparringa dan Rahayu, 2011a.
3.6 Permasalahan Dalam Penanganan KLB Keracunan Pangan