Keracunan Pangan Kejadian Luar Biasa KLB Keracunan Pangan

12

3.3 Keracunan Pangan

Salah satu dampak dari pangan yang tidak aman adalah timbulnya penyakit akibat makanan yang dikenal dengan foodborne disease atau kadang disebut kasus keracunan pangan Sulaeman dan Syarief, 2007. Penyakit akibat pangan foodborne disease oleh WHO didefinisikan sebagai penyakit-penyakit infeksi atau toksin yang disebabkan mengonsumsi pangan termasuk air yang telah terkontaminasi Sharp dan Reilly, 2000. Secara global terjadi 1.8 milyar gangguan kesehatan karena makanan foodborne disease, 3 juta di antaranya meninggal tiap tahun dengan jumlah yang cenderung meningkat WHO, 2007. Makanan yang sudah terlanjur tertelan sulit kembali lagi, artinya apabila makanan tersebut memiliki nilai gizi dan daya cerna yang tinggi maka proses pencernaan akan berlangsung normal, sebaliknya bila makanan tersebut sudah dicemari dan mengandung racun, maka akan terjadi gangguan pencernaan dan akibatnya bisa fatal Winarno, 2004b. Bila ditinjau dari jenis bahayanya, maka pangan yang tercemar secara fisik, biologis, dan kimia dapat membahayakan kesehatan. Bila ditinjau dari prosesnya, keracunan dapat berasal dari bahan baku, proses penanganan, penyiapan, saat penyajiannya Rahayu, 2011. Terjadinya keracunan pangan dari salah satu anggota keluarga di rumah akan menyebabkan keresahan dan kepanikan. Apalagi jika keracunan pangan tersebut terjadi pada sebagian besar atau seluruh anggota keluarga. Dari berbagai jenis kasus terjadinya keracunan, sebagian besar disebabkan karena ketidaktahuan terhadap penyebab awal bagaimana keracunan pangan itu dapat terjadi Winarno, 2004a.

3.4 Kejadian Luar Biasa KLB Keracunan Pangan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 949MENKESSKVIII2004 Menkes, 2004, kejadian luar biasa atau dikenal dengan istilah outbreak adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Selain itu KLB sering diartikan sebagai suatu fenomena yang berbeda dari biasanya atau menyimpang dari keadaan normal. Contohnya, demam berdarah merupakan penyakit yang selalu muncul setiap tahun. Akan tetapi, pada Januari-Mei 2004 terjadi peningkatan frekuensi kejadian demam berdarah di beberapa wilayah di Indonesia yang menelan ratusan korban, baik sakit ataupun meninggal. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan demam berdarah sebagai suatu KLB. Banyak jenis lain KLB yang dikenal seperti KLB diare, KLB malaria, KLB keracunan pangan, dan lain-lain. KLB keracunan pangan yang disebabkan oleh mikroba patogen yang mengakibatkan gangguan kesehatan yang akut, yang disebut gastroenteritis, biasanya karena mengonsumsi pangan yang terkontaminasi bakteri patogen atau racun yang diproduksinya Winarno, 2007. Ada beberapa kriteria kerja KLB yaitu timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal, peningkatan kejadian penyakit atau kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut- turut menurut jenis penyakitnya jam, hari, minggu, peningkatan kejadian penyakit atau kematian 2 kali atau lebih dibanding dengan periode sebelumnya jam, hari, minggu, bulan, tahun, jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya, angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata perbulan dari tahun sebelumnya Sutarman, 2008. Menurut WHO 2007 diacu dalam Peraturan Kepala BPOM 2009, KLB keracunan pangan adalah suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala-gejala 13 yang sama atau hampir sama setelah mengonsumsi sesuatu dan berdasarkan analisis epidemiologi, makanan tersebut terbukti sebagai sumber keracunan. Berdasarkan data BPOM 2012 menunjukkan bahwa jumlah KLB keracunan pangan yang terlaporkan pada tahun 2001-2011 sebanyak 1392 kejadian di 30 provinsi. Jumlah korban yang meninggal dunia adalah 407 orang. KLB keracunan pangan terbanyak di provinsi Jawa Barat yaitu sebanyak 216 kejadian 15.52 . Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah KLB keracunan pangan yang terlaporkan berdasarkan laporan Balai BesarBalai POM Tahun 2001 – 2011 Balai total Banda Aceh 45 3.23 Pekanbaru 31 2.23 Jambi 57 4.09 Palembang 27 1.94 Medan 17 1.22 Padang 73 5.24 Lampung 40 2.87 Bengkulu 39 2.80 Jakarta 55 3.95 Bandung 216 15.52 Semarang 143 10.27 Yogyakarta 101 7.26 Surabaya 64 4.60 Denpasar 83 5.96 Kendari 35 2.51 Makasar 80 5.75 Manado 20 1.44 Palu 7 0.50 Pontianak 37 2.66 Palangkaraya 30 2.16 Samarinda 31 2.23 Kupang 42 3.02 Mataram 48 3.45 Banjarmasin 28 2.01 Ambon 19 1.36 Jayapura 12 0.86 Gorontalo 3 0.22 Banten 5 0.36 Batam 3 0.22 Pangkal Pinang 1 0.07 Total 1392 100.00 Sumber: BPOM 2012 Selain itu, jika ditinjau dari sumber pangannya, terlihat bahwa yang menyebabkan keracunan pangan paling besar berasal dari masakan rumah tangga sebesar 44.54 Tabel 3. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap kebersihan dan higiene pengolahan pangan dalam rumah tangga masih cukup rendah. 14 Tabel 3. Pangan penyebab KLB keracunan pangan terlaporkan tahun 2001 – 2011 Jenis Pangan Total Masakan rumah tangga 620 44.54 Pangan Olahan 221 15.88 Pangan Jasa Boga 301 21.62 Pangan Jajanan 202 14.51 Lain-lain 23 1.65 Tidak dilaporkan 25 1.80 Total 1392 100.00 Sumber: BPOM 2012 Ada beberapa agen penyebab KLB keracunan pangan berdasarkan laporan BPOM 2012, yaitu mikroba, kimia, dan tidak diketahui. Sebesar 57.60 penyebab KLB tidak diketahui Tabel 4. Tabel 4. Agen penyebab KLB keracunan pangan terlaporkan tahun 2001 – 2011 Penyebab Total Mikroba 275 19.76 Kimia 176 12.64 Tidak diketahui 941 67.60 Total 1392 100.00 Sumber: BPOM 2012 Berdasarkan jenis penyebabnya, KLB keracunan pangan dapat dibagi menjadi 2, yaitu keracunan pangan karena infeksi dan intoksikasi. Keracunan pangan karena infeksi disebabkan karena masuknya kuman penyakit mikroorganisme patogen ke dalam tubuh bersama pangan, sehingga menimbulkan reaksi tubuh terhadap kuman tersebut Imari, 2002 Contohnya: V. parahaemolyticus, Salmonella, E. coli pathogen dan C. perfringen tergolong dalam jenis infeksi Winarno, 2007. Keracunan pangan intoksikasi disebabkan karena memakan bahan beracun yang terdapat pada jaringan tumbuh-tumbuhan atau hewan, yang diproduksi oleh kuman virus, bakteri, parasit atau terpapar racun lain yang sengaja atau tidak sengaja terdapat dalam pangan atau sumber pencemar lain Imari, 2002. Contohnya: keracunan pangan oleh Staphylococcus dan C.botulinum Winarno, 2007. Lebih lanjut, untuk menghindari keracunan makanan akibat pencemaran mikroorganisme, kita diharapkan mengonsumi makanan yang telah dimasak atau diolah secara sempurna. Pemasakan secara sempurna mampu mengatasi terjadinya kontaminasi bakteri ataupun toksin di atas Yuliarti, 2007. Menurut Jenie dan Rahayu 2002, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan pelaporan kejadian keracunan pangan di dunia diduga disebabkan oleh kombinasi faktor berikut : 1. Perubahan dalam praktik pertanian, seperti pertanian intensif, dimana praktek pembudidayaan dan peternakan menyebabkan penyebaran yang cepat patogen manusia dan hewan melalui ternak dan unggas di berbagai negara. Contoh-contoh penyebaran tersebut adalah Salmonella enteritidis PT4 dalam unggas dan S. typhimurium DT 104 dalam sapi. 2. Integrasi vertikal proses produksi hewan dan praktek terkait, misalnya daur ulang produk limbah rumah potong hewan kembali ke dalam rantai pangan hewan, melalui pakan ternak, yang mengakibatkan menumpuknya agen-agen seperti salmonella dalam unggas dan prion penyebab BSE bovine spongiform encephalopathy dalam ternak sapi. 3. Perubahan gaya hidup, seperti lebih banyaknya orang yang melakukan perjalanan ke negara- negara dimana standar higiene-nya lebih rendah dari negara asalnya, sehingga terpapar dengan mikroba dimana mereka tidak mempunyai kekebalan imunitas terhadap mikroba tersebut. 15 4. Perubahan demografi, yang menyebabkan meningkatnya kepekaan terhadap infeksi pada kelompok populasi seperti bayi dan anak-anak, orang tua, orang sakit, dan orang dengan kekebalan terbatas immunocompromised. 5. Malnutrisi di negara dunia ketiga, menyebabkan meningkatnya kepekaan terhadap penyakit. Situasi ini diperburuk dengan banyaknya orang yang mengungsi ke daerah lain dan terpapar dengan kondisi ekstrim, yang mempercepat penyebaran penyakit asal pangan dan air seperti kolera dan disentri. 6. Globalisasi suplai pangan dunia, yang memperpanjang rantai suplai lebih banyak orang dan prosedur penanganan pangan yang terlibat dalam peningkatan risiko potensial. Peningkatan perdagangan dunia dalam bidang pangan dan bahan baku pangan merupakan salah satu hal yang perlu mendapat perhatian pula. Contoh produk mentah yang menimbulkan penyakit adalah selada yang dieksport dari Spanyol ke Norwegia, Swedia dan Inggris menyebabkan disentri basiler. Faktor-faktor lain yang dinyatakan sebagai penyebab meningkatnya insiden penyakit asal pangan termasuk pemanasan global global warming, berkurangnya penggunaan aditif, seperti nitrit, pada makanan yang diawetkan, serta meningkatnya pemasaran pangan yang sedikit diawetkan, pengolahan kurang, seperti daging masak dingin yang dikemas dengan atmosfir termodifikasi serta pangan yang sedikit di panaskan dan dikemas dengan proses “sous vide cuisine”.

3.5 KLB Keracunan Pangan di Indonesia