Latar Belakang Strategi penyediaan karbohidrat bersumber dari ubi kayu

Schoderbek 1985. Prinsip dasar dari pendekatan sistem adalah 1 Suatu sistem lebih besar daripada jumlah komponen sistem tersebut, 2 Bagian dari sistem yang dipelajari harus dapat diduga, 3 Meskipun tiap sub sistem berdiri sendiri, sub sistem ini merupakan bagian dari sistem yang lebih besar, 4 Adanya pengorbanan suatu tujuan jika ingin meningkatkan tujuan lain, 5 Sistem yang kompleks harus dipecah ke dalam sub-sistem yang lebih kecil sehingga dapat dianalisis dan dimengerti sebelum digabungkan kembali, 6 Komponen sistem saling berinteraksi, perubahan pada suatu elemen akan mempengaruhi seluruh komponen dan 7 Semua sistem cenderung mencapai keseimbangan yang merupakan keseimbangan dari berbagai kekuatan dari luar sistem. Menurut Schoderbeck 1985 terdapat tiga fase utama dalam melakukan studi sistem yang menggunakan pendekatan sistem yaitu fase konseptualisasi, fase kuantifikasi dan fase komputerisasi. Pendekatan sistem merupakan multidisiplin ilmu, beberapa kompetensi yang diperlukan di antaranya adalah tersedianya 1 metodologi untuk perencanaan dan pengelolaan, 2 Kerja tim multidisiplin, 3 pengorganisasian, 4 disiplin untuk bidang yang non – kuantitatif, 5 teknik model matematik, 6 teknik simulasi, 7 teknik optimasi dan aplikasi komputer Eriyatno 2003.

2.4 Sumber Karbohidrat Ubi Kayu di Indonesia

Sumber karbohidrat yang penting di Indonesia adalah padi, jagung, sagu, ubi kayu dan ubi jalar. Padi dan jagung sudah sangat penting sehingga telah banyak mendapat perhatian dan penanganan pemerintah dan masyarakat. Walau belum tersebar luas, sagu sudah mulai dibudidayakan di Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau Daratan. Sedangkan singkong, walau penting belum mendapat perhatian dan penanganan yang cukup, telah dibudidayakan dengan siklus 1 tahun dan melibatkan petani. Ubi kayu bisa ditanam kapan dan di mana saja, tidak memerlukan tanah yang “baik”, dan tidak se-sensitif padi. Tanaman ubi kayu termasuk dalam famili Euphorbiaceae, dengan spesies Manihot esculenta dan Manihot utilisima. Tanaman ini tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 – 1000 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan 1000 – 1500 mmtahun. Suhu optimum untuk pertumbuhan sekitar 24 – 29 o C, pada suhu yang lebih tinggi dari 29 o C produksi akan menurun sedangkan pada suhu yang lebih rendah dari 10 o C pertumbuhan akan terhenti Kay 1973. Tanaman ubi kayu tidak memerlukan tanah dengan persyaratan khusus, tanaman ini dapat tumbuh di tanah yang subur maupun di tanah yang kering Menurut Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian 2011, produksi yang optimal akan dapat dicapai apabila tanaman mendapat sinar matahari yang cukup, tekstur tanah agak halussedang, rata-rata temperatur sekitar 24 – 29 o C, dengan curah hujan 1000 – 2000 mmtahun, dan lama bulan kering 3,5-5 bulan. Kriteria kesesuaian lahan ubi kayu secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Dengan bentuk umbi, maka hampir tidak ada kontribusinya terhadap struktur dan kandungan unsur hara tanah, karena akarumbi tanaman dicabut. Dengan demikian kelestarian perkebunan ubi kayu memerlukan upaya khusus untuk menjaga kelestarian lahan dengan memberikan kembali unsur hara tanah berupa pupuk organik di samping pupuk buatan. Sisa tanaman sebaiknya dicacah untuk dimasukkan kembali ke dalam tanah. Mengingat nilai produksi dan kemudahan di dalam budidayanya, pola usaha ubi kayu sering tidak menghasilkan pendapatan yang berarti bagi petani, apalagi jika ditanam bukan merupakan usaha pokok. Bagi petani yang tidak memiliki modal usaha yang cukup, dengan hanya bermodalkan tenaga untuk mengolah tanah, petani sudah dapat menanam ubi kayu karena bibitnya mudah didapat dan murah. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa tanaman ubi kayu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, tidak memerlukan persyaratan tanah tertentu. Ubi kayu mengandung sejumlah zat gizi seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Kandungan kimia tepung ubi kayu disajikan pada Tabel 2.2. Kandungan terbesar tepung ubi kayu adalah air sebesar 62,8 persen, dan karbohidrat sebesar 34,7 persen, sedangkan kandungan lemak dan protein relatif kecil yaitu 0,3 dan 1,2 persen. Tabel 2.2 Komposisi Kimia Ubi Kayu Setiap 100 gram Komposisi Nilai Satuan Energi 146,0 Kkal Protein 1,2 Gram Lemak 0,3 Gram Karbohidrat 34,7 Gram Kalsium 33 Miligram Fosfor 40 Miligram Besi 0,7 Miligram Vitamin B1 0,06 Miligram Vitamin A 0,0 SI Vitamin C 30 Miligram Air 62,8 Gram Sumber : Kementerian Pertanian 2011 Indonesia pada kurun waktu 1961-2005 merupakan net eksportir ubi kayu dan produk olahannya, namun mengimpor pula pati ubi kayu mulai tahun 1989 karena lambatnya laju produksi dalam negeri. Pada Tahun 2008 Volume ekspor ubi kayu sebanyak 166.685 ton dan volume impor 158.100 ton. Nilai ekspor pada Tahun 2008 senilai US 35.871.000 sementara nilai impornya lebih tinggi yaitu US 57.948.000 Pusdatin Deptan 2010. Komoditi ubi kayu, walau diekspor dan secara makro memberikan kontribusi pendapatan devisa dan mendukung industri domestik sebagai bahan baku, relatif tidak memberikan motivasi kepada petani untuk meningkatkan produksinya. Harga ubi kayu di tingkat petani hanya meningkat dari Rp. 161 kg pada periode 1990-1999 menjadi Rp. 514 kg pada periode 2000-2005. Keadaan tersebut dapat juga dilihat dari index pendapatan per unit biaya produksi RC yang menurun sebesar -2.4 pada periode 1980-1999 Darwanto 2007. Indonesia merupakan negara pengekspor ubi kayu dan beberapa produk olahannya seperti gaplek, tepung tapioka dan tepung cassava FAO 2006. Hal ini dimungkinkan karena iklim yang sesuai dan teknologi yang dibutuhkan tidak terlalu sulit, sehingga tingkat produksi ubi kayu dapat ditingkatkan. Produksi ubi