Analisa Benefit-Cost Ratio Strategi penyediaan karbohidrat bersumber dari ubi kayu

hak asasi setiap rakyat Indonesia. Selanjutnya, pasal 45 Ayat 1 menegaskan bahwa Pemerintah bersama masyarakat bertanggungjawab untuk mewujudkan ketahanan pangan. Dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan tersebut, pengaturan oleh pemerintah adalah sebagai berikut : 1 mewujudkan cadangan pangan nasional; 2 penyediaan, pengadaan dan atau penyaluran pangan tertentu yang bersifat pokok; 3 kebijakan mutu pangan nasional dan penganekaragaman pangan; 4 mencegah atau menanggulangi gejala kekurangan pangan; 5 memberikan kesempatan bagi koperasi dan swasta mewujudkan cadangan pangan; 6 pengembangan dan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang pangan; 7 penelitian dan pengembangan teknologi di bidang pangan; 8 penyebarluasan dan penyuluhan pangan; 9 kerja sama internasional di bidang pangan; 10 penganekaragaman konsumsi masyarakat. Program peningkatan pemanfaatan lahan terlantar juga dapat memberikan rasa berkeadilan bagi masyarakat umumnya dan khususnya petani, serta meningkatkan produktivitas lahan. Dengan demikian dapat searah dengan program pembangunan nasional khususnya ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi nasional. Terdapatnya lahan terlantar mengakibatkan hilangnya peluang kegiatan sosial-ekonomi bagi masyarakat khususnya petani. Oleh karena itu, perlu dilakukan penataan kembali untuk mewujudkan tanah sebagai sumber kesejahteraan rakyat, sehingga kehidupan masyarakat yang lebih berkeadilan dapat diwujudkan. Aturan pelaksanaan untuk pendayagunaan tanah terlantar sesuai dengan PP No. 11 tahun 2010. Pemanfaatan lahan terlantar untuk budidaya ubi kayu oleh petani diharapkan dapat memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut : 1 Untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya, 2 Berkeadilan, 3 Tingkat partisipasi masyarakat yang luas, 4 Peningkatan produktivitas lahan dan lingkungan hidup, 5 Berkelanjutan, dan 6 Sesuai dengan sistem hukum yang ada. Selain itu kepastian hukum bagi penerima manfaatnya harus diciptakan. Pendayagunaan tanah terlantar khususnya untuk budidaya ubi kayu oleh petani merupakan salah satu alternatif kegiatan yang dapat memperkuat keberhasilan program pemerintah Indonesia dalam pendayagunaan lahan-lahan terlantar. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui reformasi agraria meliputi : 1 penataan sistem politik dan sistem hukum pertanahan dan keagrariaan, 2 land reform , yaitu menata ulang lahan dengan mempertimbangkan adanya redistribusi dan distribusi atas aset tanah pada masyarakat yang berhak, sehingga masyarakat yang ikut dalam program redistribusi dan distribusi ini dapat memanfaatkan tanahnya secara baik. Hal ini dimaknai juga sebagai asset reform dan access reform . Asset reform adalah menata ulang pemanfaatan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah. Access reform adalah pembukaan akses terhadap sumber- sumber ekonomi keuangan, manajemen, teknologi, pasar, dan sumber-sumber politik partisipasi politik BPN 2010. Terdapat tiga pola penguasaan hak atas tanah kepada masyarakat, diantaranya: 1. Penguasaan secara perorangan Penguasaan secara perorangan dapat memberikan keleluasaan kepada penerima manfaat dalam mengusahakan tanahnya, baik dalam menentukan jenis tanaman maupun pengolahan tanahnya tanpa terikat dengan penerima manfaat lainnya. Dalam hal ini, beberapa alternatif yang dapat dilakukan antara lain: 1 Penerima manfaat dapat mengusahakan sendiri swakelola 2 Penerima manfaat membentuk koperasi untuk mengusahakan tanah tersebut 3 Penerima manfaat bekerjasama dengan badan usaha dan atau pemerintah BUMN, BUMD dalam bentuk penyertaan modal. 4 Penerima manfaat secara bersama-sama atau melalui koperasi melakukan kontrak profit sharing dengan badan usaha dan atau pemerintah BUMN, BUMD untuk mengusahakan tanah tersebut dengan mekanisme bagi hasil. 5 Penerima manfaat secara bersama-sama atau melalui koperasi melakukan kontrak manajemen dengan badan usaha dan atau pemerintah BUMN, BUMD untuk mengelola tanah tersebut. 2. Penguasaan secara bersama Penguasaan secara bersama-sama berarti tanah tidak dipecah-pecah untuk perseorangan. Tanah tersebut dapat dikelola oleh koperasi atau Badan Usaha lainnya, dan penerima manfaat dapat bekerja di sana. Dalam mengusahakan tanahnya, penerima memiliki alternatif antara lain: 1 Penerima manfaat bersama mengusahakan sendiri tanah yang diperolehnya dengan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas. 2 Penerima manfaat bersama membentuk koperasi atau badan usaha untuk mengusahakan tanahnya 3 Penerima manfaat bersama dapat bekerjasama dengan badan usaha dan atau pemerintah BUMN, BUMD dalam bentuk penyertaan modal, kontrak bagi hasil, maupun kontrak manajemen. 3. Penguasaan oleh Badan Usaha atau Koperasi Penguasaan dilakukan atas nama koperasi atau bentuk badan usaha lainnya. Penerima manfaat merupakan pemegang saham dan dapat bekerja di dalam koperasi atau badan usaha tersebut. Beberapa alternatif yang dapat dilakukan: 1 Koperasi dapat mengusahakan sendiri tanahnya dengan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas 2 Koperasi melakukan profit sharing dengan badan usaha lainnya. Anggota koperasi bekerja pada badan usaha tersebut. 3 Koperasi melakukan kontrak manajemen dengan badan usaha swasta atau pemerintah untuk mengelola tanah tersebut. Anggota koperasi dapat bekerja di badan usaha tersebut. Access reform ini merupakan rangkaian aktivitas yang saling terkait dan berkesinambungan yang meliputi: a. Penyediaan infrastruktur dan sarana produksi b. Pembinaan dan bimbingan teknis kepada penerima manfaat c. Dukungan permodalan d. Dukungan distribusi pemasaran serta dukungan lainnya. Berdasarkan alternatif-alternatif pelaksanaan land reform tersebut di atas, maka dapat dipilih pembagian garapan lahan pertanian dengan pola pertama yaitu penerima manfaat petani secara perorangan melakukan kontrak kerjasama dengan perusahaan pengolah ubi kayu menjadi tapioka. Petani berkewajiban untuk tidak memperjual-belikan tanah garapan yang diperolehnya dari lembaga pemerintah dalam hal ini BPN melalui mekanisme land reform. Dengan adanya kepemilikan lahan garapan bagi petani seluas kurang lebih 3 ha per orang dan disertai legalitas dari BPN, dapat digunakan untuk melakukan kontrak kerjasama dengan pihak perusahaan pengolahan ubi kayu. Bentuk kerjasama yang cocok dan layak untuk ditawarkan adalah kemitraan pola Inti- Plasma Pola Perusahaan Inti-RakyatPIR. Pola PIR dapat dilaksanakan melalui mekanisme sebagai berikut :

1. Aspek Organisasi

Kemitraan Usaha Produksi Ubi kayu selanjutnya dinamakan Kemitraan Ubi Kayu MITRA-UK ini merupakan kerjasama usaha dalam produksi ubi kayu yang melibatkan tiga unsur, yaitu 1 Petani, dan 2 Perusahaan Inti Industri Pengolahan Ubi Kayu. Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam MITRA-UK yang sesuai dengan bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara petani dengan Perusahaan Inti dalam MITRA-UK, dibuat seperti dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat PIR. Petani merupakan plasma dan Industri Pengolahan sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini disiapkan dengan dasar saling membutuhkan dan saling menguntungkan di antara semua pihak yang bermitra.

a. Petani Plasma

Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas a Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman ubi kayu, b Buruh tani yang menggarap lahan yang perlu ditingkatkan produktivitasnya, sehingga memerlukan bantuan teknologi dan permodalan. Kegiatan usaha dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman sampai dengan panen. Luas lahan atau skala usaha dibuat sekurang-kurangnya 3 tiga hektar per petani atau tergantung kepada jumlah petani di wilayah yang bersangkutan.

b. Perusahaan Inti

Perusahaan Inti adalah sebuah perusahaan yang salah satu kegiatan usahanya bergerak di bidang perdagangan dan pengolahan hasil-hasil pertanian khususnya ubi kayu, yang bersedia menjalin kerjasama sebagai inti dalam Kemitraan, memiliki kemampuan pemasaran dan fasilitas pengolahan untuk memenuhi peluang pasar yang ada, serta bersedia membeli seluruh produksi dari