Aspek Kelembagaan Pengelolaan Ekowisata Bahari di Pulau Matakus

115

5.6.5 Aspek Kelembagaan

Arahan pengelolaan pada aspek kelembagaan ditekankan kepada bagaimana menciptakan hubungan yang harmonis antar pemangku kepentingan dalam berkontribusi bagi pengembangan ekowisata di kawasan Pulau Matakus sehingga kegiatan ekowisata itu sendiri dapat memberikan kontribusi yang optimal dan adil bagi setiap pemangku kepentingan. Menurut Damanik dan Weber 2006, kelembagaan pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pasar dan menjadi motor penggerak yang kuat dalam perkembangan sistem kepariwisataan. Pemangku kepentingan dalam kegiatan ekowisata meliputi masyarakat lokal, pemerintah, pelaku wisata dan lembaga swadaya masyarakat LSM atau sejenisnya. Beberapa strategi pengelolaan ekowisata di kawasan Pulau Matakus yang terkait dengan aspek kelembagaan adalah sebagai berikut: 1. Pembentukan forum dialog ekowisata yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang diharapkan dapat menjembatani berbagai kepentingan serta memberikan berbagai kontribusi bagi pengembangan ekowisata di kawasan Pulau Matakus. 2. Penguatan lembaga kepariwisataan dengan cara memfasilitasi dan memperluas jaringan kelompok dan organisasi kepariwisataan. 3. Pemerintah daerah perlu membuat regulasi persaingan usaha yang memungkinkan kesempatan yang sama bagi semua orang untuk berusaha di sektor pariwisata dan melindungi usaha wisata masyarakat. 4. Perlunya koordinasi yang efektif dan terpadu lintas instansi teknis pemerintah daerah yang terkait dengan pengelolaan kawasan Pulau Matakus. 5. Koordinasi yang intens dan kontinyu serta perlunya keterlibatan seluruh pemangku kepentingan dalam proses perencanaan, implementasi dan monitoring dan evaluasi kegiatan ekowisata di Pulau Matakus. Dengan keterlibatan semua pemangku kepentingan sangat diharapkan kegiatan ekowisata pesisir dan laut di kawasan Pulau Matakus dapat berkelanjutan dari aspek ekologi, ekonomi maupun sosial. 116

6. SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan, maka beberapa kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: 1. Kawasan Pulau Matakus dapat dibagi atas 3 zona yaitu Zona Inti dengan luas 97.76 ha, Zona Penyangga seluas 249.84 ha dan Zona Pemanfaatan Langsung dengan luas 542.64 ha. Aktivitas yang dapat dilakukan di Zona Inti meliputi kegiatan penelitian yang mempunyai ijin dan pendidikan. Tidak diperkenankan adanya kegiatan umum termasuk wisata. Aktifitas yang dapat dilakukan di Zona Pemanfaatan Langsung adalah ekowisata pesisir dan laut, selain itu dapat juga dilakukan kegiatan penelitian untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan serta pendidikan sedangkan di Zona Penyangga dapat dilakukan kegiatan penelitian, pendidikan wisata edukasi mangrove, pengembangan perkebunan kelapa dan wisata terbatas. Aktifitas yang tidak boleh dilakukan adalah penebangan mangrove, pengambilan material pasir dan karang batu. 2. Kegiatan wisata pantai dan olahraga pantai dapat dilakukan di pantai bagian timur dan barat dan utara, kecuali pantai di zona inti dan di bagian selatan pantai berbatu dengan total panjang pantai yang sangat sesuai adalah 5 738 m. Kegiatan wisata selam dan snorkeling dapat dilakukan di bagian barat dan utara pulau, dengan luas total kawasan yang sangat sesuai untuk jenis aktivitas selam dan snorkeling masing-masing adalah 33.58 ha dan 82.49 ha. Selain itu, di seluruh perairan Pulau Matakus dengan kedalaman lebih dari 5 m dapat dilakukan kegiatan olahraga perairan seperti lomba layar dan jet sky dengan luas kawasan yang sangat sesuai 760,76 ha. 3. Berdasarkan kondisi biocapacity yang tersedia dan kondisi ecological footprint saat ini, daya dukung Pulau Matakus baik wilayah daratan maupun perairan untuk menampung jumlah wisatawan rata – rata setiap tahun sekitar 7 168 orang. 4. Masyarakat Desa Matakus, Wisatawan dan Pemda MTB memiliki persepsi yang baik untuk pengembangan Pulau Matakus sebagai kawasan ekowisata