Analisis Daya Dukung untuk Pariwisata

40 Penggunaan SIG untuk analisis spasial dapat dilakukan dengan teknik spatial overlay modelling. Metode ini menggunakan pembobotan pada sejumlah alternatif faktor yang berpengaruh dan skor kesesuaian pada setiap kriteria yang ditentukan. Basis data akan dibentuk dari data spasial dan data atribut, kemudian dibuat dalam bentuk layers atau coverage dimana akan dihasilkan peta-peta tematik dalam format digital sesuai kebutuhanparameter untuk masing- masing jenis kesesuaian lahan. Setelah basis data terbentuk, analisis spasial dilakukan dengan metode tumpang susun overlay terhadap parameter yang berbentuk poligon. Proses overlay dilakukan dengan cara menggabungkan masing-masing layers untuk tiap jenis kesesuain lahan. Penilaian terhadap kelas kesesuaian dilakukan dengan melihat nilai indeks overlay dari masing- masing jenis kesesuaian lahan tersebut. Pelaksanaan operasi tumpang susun untuk setiap peruntukan dimulai dari parameter yang paling penting bobotnya terbesar, berurutan hingga parameter yang kurang penting.

3.4.4 Analisis Daya Dukung untuk Pariwisata

Analisis daya dukung ditujukan untuk pengembangan wisata bahari dan pesisir coastal and marine tourism dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir dan pantai pulau kecil secara lestari. Kawasan wisata membutuhkan ketenangan dan kenyamanan bagi wisatawan yang datang ke tempat tersebut. Selain itu kebutuhan setiap wisatawan akan ruang juga sangat berfariasi dan relatif, tergantung pada latar belakang budaya dan kemampuan ekonomi wisatawan. Dengan demikian berdasarkan analisis ini dapat ditentukan daya tampung kawasan pulau Matakus untuk menerima jumlah optimum atau jumlah maksimun wisatawan yang berkunjung ke kawasan Pulau Matakus. Daya Dukung Kawasan. Daya dukung kawasan adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia Yulianda, 2007. 41 Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata alam adalah dengan dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan DDK yang diacu dari Yulianda 2007 dengan rumus sebagai berikut: Keterangan: DDK : Daya Dukung Kawasan orang K : Potensi Ekologis pengunjung per satuan unit area orang Lp : Luas area m 2 atau panjang area m yang dapat dimanfaatkan Lt : Unit area untuk kategori tertentu m 2 atau m Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam 1 hari jam Wp : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu jam Potensi ekologis pengunjung di tentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang dikembangkan Tabel 7. Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga keaslian alam tetap terjaga. Tabel 7 Potensi ekologis pengunjung K dan luas area kegiatan Lt. Jenis Kegiatan K ∑ Pengunjung Unit Area Lt Keterangan Selam 2 1 000 m 2 Setiap 2 org dlm 100 m x 10 m Snorkling 1 250 m 2 Setiap 1 org dalam 50 m x 5 m Rekreasi Pantai 1 50 m 1 org setiap 50 m panjang pantai Olahraga Pantai 1 50 m 1 org setiap 50 m panjang pantai Olahraga perairan 1 500 m 2 Setiap 1 org dalam 50 m x 10 m Sumber: Yulianda 2007; Modifikasi 2009 Waktu kegiatan pengunjung Wp dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan pengunjung di lokasi wisata untuk melakukan kegiatan wisata seperti terlihat pada Tabel 8. Waktu pengunjung untuk kegiatan selam, snorkeling dan berjemur merupakan rata-rata waktu yang telah berlaku secara umum sedangkan waktu untuk kegiatan rekreasi pantai, berenang dan berperahu              Wp Wt x Lt Lp Kx DDK 42 diperoleh pada saat wawancara dengan wisatawan di lokasi penelitian. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan Wt. Waktu kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari dan rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam Yulianda, 2007. Tabel 8 Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata No. Kegiatan Waktu yang di Butuhkan Wp-Jam Total Waktu 1 hari Wt-Jam 1 Selam 2 8 2 Snorkling 3 6 3 Berjemur 2 4 4 Rekreasi Pantai Hasil wawancara 3 6 5 Olahraga Airberperahu 2 4 Sumber: Modifikasi dari Yulianda 2007 Ecological Footprint Analysis EFA. Ecological footprint merupakan suatu konsep daya dukung lingkungan dengan memperhatikan tingkat konsumsi masyarakat, sehingga perbandingan ketersediaan areal untuk populasi di suatu wilayah dengan ketersediaan ecological capacity, defisit atau surplus keberlanjutan dapat dikuantitatifkan Adrianto, 2006. Analisis ecological footprint digunakan untuk mengestimasi daya dukung lingkungan Pulau Matakus untuk pengembangan ekowisata bahari secara berkelanjutan berdasarkan luas total kawasan yang sesuai untuk kegiatan ekowisata bahari. Secara teoritis, EFA bertujuan untuk mengekspresikan kesesuaian area yang produktif secara ekologi terhadap kebutuhan penduduk atau tingkat ekonomi tertentu melalui indeks keruangan Haberl et al. 2001 dalam Adrianto, 2006. Yang fundamental dari metode ecological footprint adalah ide untuk menunjukkan areal dalam beberapa tipe areal yang digunakan per kapita dari perhitungan terhadap populasi suatu wilayah. Model Haberl’s digunakan sebagai model dasar perhitungan ecological footprint Haberl et al. 2001 dalam Adrianto, 2006, yaitu sebagai berikut : Sedangkan, loki i i Y DE EF    i lok EF EF 43 Keterangan, EF i : Ecological Footprint komponen wisata ke-i haorang EF lok : Total Ecological Footprint local haorang DE i : Konsumsi produk komponen wisata ke-i kgorang Y lok i : Produktivitas lokal komponen wisata ke-i kgha Total ecological footprint untuk setiap wisatawan terdiri dari jumlah keseluruhan kategori lahan bangunan built-up land, lahan energy fosil fosil energy land, lahan pertanian crop land, padang rumput pasture land, hutan forest land dan ruang laut sea space. Untuk menghitung ecological footprint dari perjalanan wisatawan yang mengunjungi Pulau Matakus, sumberdaya dan lahan yang digunakan dibagi ke dalam empat komponen yaitu transportasi, akomodasi, aktifitas, dan konsumsi pangan untuk wisata. Transportasi terdiri dari semua perjalanan yang berhubungan dengan wisata, dari saumlaki menuju dan kembali dari Pulau Matakus. Transportasi ini mempertimbangkan kebutuhan infrastruktur jalan dan pelabuhan yang diperlukan berkaitan dengan kegiatan wisata. Area yang dibutuhkan tiap wisatawan disebut sebagai footprint Build-up land dari komponen transportasi dihitung dengan membagi total area perjalanan wisata dengan jumlah kedatangan touris tahun 2007. Total area perjalanan wisata adalah total area yang dibutuhkan untuk infrastruktur dalam proses perjalanan jalan dan pelabuhan. Untuk akomodasi, footprint wisatawan terdiri dari area yang diperlukan untuk akomodasi homestay dan fossil energy land untuk menghitung penggunaan energy penerangan. Footprint Bild-up Land dari komponen akomodasi dihitung dengan membagi total area kebutuhan akomodasi dengan jumlah kedatangan touris tahun 2007. Total area akomodasi wisata adalah total area yang dibutuhkan untuk infrastruktur seperti guesthouse, homestay dll. Total area diperoleh dengan mengalikan luas area setiap jenis infrastruktur dengan jumlah infrastruktur yang tersedia. Footprint energy dari komponen akomodasi dihitung berdasaran total energi yang digunakan dihitung dengan mengalikan penggunaan energy tiap guesthouse dengan jumlah guesthouse kemudian dibagi dengan jumlah touris. 44 Aktifitas meliputi kunjungan ke lokasi yang spesifik untuk tujuan rekreasi seperti melihat lokasi bersejarah budaya, rekreasi pantai, hiburan bioskop, bar dll, kegiatan olahraga diving, snorkling jet ski dll. Dalam kasus ini, footprint wisatawan untuk aktifitas walaupun berhubungan dengan ruang laut namun dianggap merupakan bagian dari build-up land. Ruang laut adalah luas ruang yang dibutuhkan oleh wisatawan untuk rekreasi pantai, diving dan snorkling. Luas ruang untuk aktifitas wisata di Pulau Matakus ini dapat diketahui dengan bantuan analisis kesesuaian lahan menggunakan GIS. Konsumsi sandang dan pangan untuk wisata merupakan footprint dari pangan dan sandang berdasarkan lahan pertanian crop land, hutan forest land, produktivitas ruang laut sea space dan padang rumput pasture land. Karena kurangnya ketersediaan data statistik dalam menghitung footprint konsumsi sandang dan pangan di lokasi penelitian, maka untuk mengatasi masalah ini diasumsikan bahwa kualitas dan jumlah makanan yang dikonsumsi wisatawan di lokasi penelitian mirip dengan yang biasanya dikonsumsi seharian di rumah. Dengan demikian footprint sandang dan pangan dapat dihitung berdasarkan data footprint nasional asal wisatawan yang dominan mengunjungi Pulau Matakus Australia, Inggris dan Indonesia dalam Living Planet Repport edisi 2008 yang diproduksi oleh WWF WWF et al., 2008. Jumlah sumbangan rata-rata tahunan ruang untuk konsumsi pangan dan sandang adalah 6 hari yang merupakan rata- rata lama tinggal di Pulau Matakus. Untuk menjumlahkan kategori ruang yang berbeda terhadap footprint total maka area dikalikan dengan equivalence factors Wackernagel et al., 1999 dalam Gosling et al., 2002. Equivalence factor menggambarkan produktifitas relative rata – rata dunia dalam hektar dalam tipe lahan yang berbeda. Semua Negara memiliki Equivalence factor yang sama dan berubah sedikit dari tahun ke tahun. Equivalence factor dapat digunakan dalam perhitungan biocapacity dan footprint dan dilaporkan dalam satuan global hektar gha. Equivalence factor untuk tiap kategori ruang yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada revisi terbaru dalam Living Planet Report edisi 2008 seperti terdapat pada Tabel 9. 45 i j EF BC CC  Tabel 9 Equivalence Factor berdasarkan hasil biomasa relatif Kategori Ruang Nilai - Fosil energy land newly planted forest area needed to absorb emited CO 2 1.33 - Built up land required for roads, houses, playgrounds etc. 2.64 - Arable land for growing crops 2.64 - Pasture for grazing animals 0.50 - Sea Space for harvesting fish and other sea food 0.40 - Forest area for producing wood for forniture, paper, etc. 1.33 Sumber: WWF et al., 2008. Dalam konteks ini, pemanfaatan sumberdaya secara optimal tercapai apabila nilai ecological footprint sama dengan nilai kapasitas biologis bio-capacity dari sumberdaya alam yang dianalisis. Sementara itu biocapacity BC dapat dihitung dengan menggunakan rumus Lenzen dan Murray 2001: dimana, BC j : Biocapacity ruang ke-j yang diperlukan untuk pariwisata A j : Luas land cover kategori ke-j ha; YF : Yield factor land cover kategori ke-j. Yield faktor menggambarkan produktivitas relatif nasional dan rata – rata dunia dalam hektar dari setiap tipe land use. Yield factor tiap land use yang digunakan dalam perhitungan biocapacity dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Yield factor untuk setiap tipe land use Tipe Land Use Yield Factor - Build up 1.0 - Croplandarable land 1.7 - Pasture land 2.2 - Forest land 1.3 - Fishing ground 0.6 Sumber: Modifikasi dari Lenzen dan Murray 2001 dan Global Footprint Network 2008 Selanjutnya daya dukung lingkungan carrying capacityCC dapat dihitung dengan menggunakan rumus: j j j YF A BC  46 dimana, BC j : Biocapacity ruang ke-i untuk wisata ha EF i : Ecological footprint komponen wisata ke-i haorang CC : Carrying Capacity orang. Untuk memprediksi jumlah wisatawan dan kondisi ecological footprint selama 10 tahun kedepan, dilakukan pemodelan dinamik dengan menggunakan software Stella 9.0.2. Causal loop dan model dinamik yang akan dibangun, dikembangkan dari konsep dan hasil perhitungan ecological footprint dan biocapacity secara manual.

3.4.5 Analisis Persepsi Masyarakat, Wisatawan dan Pemerintah Daerah