Saran Perbuatan Yang Termasuk Tindak Pidana Terhadap Satwa Liar Yang

50.000.000,- lima puluh juta rupiah dengan barang bukti satwa trenggiling berjumlah 103 seratus tiga ekor. Sehingga menurut penulis pemidanaan terhadap pelaku dalam perkara tersebut tentulah akan menimbulkan efek jera bagi para pelaku.

B. Saran

1. Penegakan hukum pidana harus lebih di optimalkan dalam praktinya ketika telah terjadi tindak pidana perdagangan satwa liar sebagai wujud nyata keseriusan pemerintah dalam hal melakukan pencegahan dan pemberian efek jera bagi para pelaku tindak pidana satwa liar yang dilindungi. 2. Kordinasi antara pemerintah dan aparat penegak hukum juga harus lebih dtiingkatkan seperti antara penyidik Polri atau penyidik PPNS Kehutanan dengan Kejaksaan dalam hal penanganan perkara tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi. 3. Pengetahuan terkait jenis satwa liar yang dilindungi dan peran satwa tersebut bagi ekosistem haruslah lebih ditingkatkan oleh aparat penegak hukum. Karena hal tersebut akan lebih membantu para penegak hukum untuk lebih berpikir rasional mengenai dampak yang timbul apabila tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi terus dilakukan oleh para pelaku kejahatan tersebut. Universitas Sumatera Utara 4. Perlunya revisi terhadap ketentuan pidana di Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dalam hal penegakan hukum pidana bagi para pelaku tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi agar lebih menimbulkan efek jera pagi para pelaku tersebut. 5. Penggunaan Undang-Undang lain dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi perlu dilakukan melihat perkembangan dewasa ini, seperti misalnya cara transaksi yang dilakukan oleh penjual melalui media sosial. Kegiatan tersebut juga dapat dikenakan dengan undang-undang tentang informasi dan transaksi elektronik. Universitas Sumatera Utara BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

A. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perdagangan Satwa Liar yang

Dilindungi Kegiatan perdagangan terhadap satwa liar yang dilindungi tidak terlepas dari adanya faktor yang mempengaruhi pelaku tindak pidana melakukan kegiatan tersebut, beberapa faktor yang penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi adalah sebagai berikut ;

1. Faktor Ekonomi

Di Asia Tenggara banyak spesis satwa liar yang diburu sehingga mengakibatkan satwa tersebut hampir punah. perburuan yang dilakukan para pelaku kejahatan terhadap satwa tersebut di dorong oleh adanya permintaan pasar untuk mengkonsumsi daging satwa liar tersebut. Akses pasar adalah faktor kunci dalam mendapatkan nilai ekonomi dari produk-produk satwa liar, termasuk daging satwa liar tersebut. Pendapatan dari perburuan dan perdagangan satwa liar ini, meskipun banyak diabaikan dalam statistik perdagangan nasional resmi dipercaya memainkan peran penting dalam ekonomi di banyak negara. 30 30 Salah satu sumber permintaan utama produk satwa liar adalah industri pengobatan tradisional Tiongkok. Praktik ini berakar dari 3.000 tahun silam. Namun http:tatavetblog.blogspot.co.id201303daging-satwa-liar-faktor-budaya-sosio.html diakses pada 8 Oktober 2016 pukul 08.00 Wib Universitas Sumatera Utara popularitasnya meningkat beberapa tahun terakhir seiring dengan perbaikan tingkat ekonomi yang dialami oleh Tiongkok dan negara-negara yang memanfaatkan pengobatan Tiongkok. Namun demikian sumber permintaan lain juga mendorong perdagangan satwa atau bagian-bagian tubuh satwa untuk dimanfaatkan sebagai satwa peliharaan, pernak-pernik, cendera mata. 31

2. Maraknya Komunitas Pecinta Satwa

Bermunculan komunitas satwa di berbagai daerah di Indonesia yang mengatasnamakan penyelamatan menjadi pemicu tingginya angka perburuan di Indonesia. Komunitas satwa tersebu memberikan kesempatan kepada para pecinta satwa untuk menjadi anggota, misal komunitas para pecinta elang. Keanggotaan komunitas tersebut mewajibkan setiap anggotanya untuk memiliki minimal satu ekor jenis satwa, maka dapat dibayangkan beberapa ekor satwa liar yang dilindungi yang ada dalam komunitas tersebut. Di komunitas tersebut kerap kali juga ditemukan satwa liar dilindungi hasil perburuan yang langsung diambil dari alam, kemudian dibesarkan oleh komunitas tersebut agar dapat dilatih untuk melakukan atraksi satwa. 32 Maraknya komunitas-komunitas yang mengaku sebagai pecinta satwa kebanyakan adalah mereka yang dari kalangan orang muda seperti pelajar SMA Sekolah Menengah Atas dan Mahasiswa. Telah terjadi perubahan kolektor satwa cenderung usia 40 tahun keatas, orang tua atau pensiunan karena mereka tidak 31 https:www.google.co.idq=faktor+ekonomi+sebagai+faktor+perdagangan+satwa , Proyek Perubahan Untuk Keadilan Changes For Justice Kejahatan Terhadap Satwa Liar Di Indonesia : Penilaian Cepat Terhadap Pengetahuan, Tren, dan Prioritas Saat ini, diakses pada 8 Oktober 2016 32 Satuan Tugas Sumber Daya Alam Lintas Negara Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Panduan Penanganan Perkara Terkait Satwa Liar, Jakarta : Kejaksaan Agung RI, 2014, hal.48. Universitas Sumatera Utara mempunyai aktivitas. Pada kenyataannya fenomena dewasa ini menunjukkan bahwa banyak anak muda dengan bangganya membawa satwa liar dilindungi seperti kukang ke tempat-tempat umum atau tempat para komunitas tersebut melakukan perkumpulan. 33 Masyarakat yang menyebut dirinya pecinta satwa liar namun memelihara, justru tidak memahami aturan kepemilikan satwa tersebut. Para pecinta satwa mengaku menangkarkan satwa yang dimilikinya, faktanya satwa liar yang mereka miliki atau pelihara kebanyakan diperoleh dari pasar gelap atau para pemburu saat satwa tersebut masih bayi. 34

3. Pemanfaatan Satwa Liar Mengatasnamakan Adat Isriadat atau

Upacara Kegamaan Menyediakan daging satwa liar dalam berbagai pesta atau upacara seringkali menjadi bagian erat adat istiadat atau budaya masyarakat tertentu. Contohnya dalah budaya dalam masyarakat Hindu Bali yang menggunakan daging penyu dalam upacara keagamaan. Penyu dengan berbagai jenisnya termasuk dalam satwa liar yang dilindungi CITES Appendix I. Ironisnya, kerap kali alasan untuk upacara adat atau ritual keagamaan ditunggangi sebagai alasan pembenar dalam memperdagangkan satwa penyu, karena sebenarnya sebagian besar perdagangan penyu adalah untuk kepentingan komersil, bukan untuk kepentingan adat atau agama. Fakta membuktikan bahwa penyu-penyu tersebut 33 http:www.mongabay.co.id20150129miris-perdagangan-satwa-liar-online semakin- marak diakses pada 4 September 2016 pukul 20.03 Wib. 34 http:www.mongabay.co.id20151013ratusan-jenis-burung-di-indonesia-bernasib- terancam-punah-apa-penyebabnya diakses pada 4 September 2016 pukul 19.00 Wib. Universitas Sumatera Utara dimanfaatkan untuk sate penyu yang kemudian dijual bebas setiap hari di Benoa, Denpasar, Serangan dan Gianyar. 35

4. Penggunaan Satwa sebagai Salah Satu Bahan Obat-Obatan

Tradisional Bagian-bagian tubuh satwa liar dipercaya oleh sebagian masyarakat memiliki khasiat-khasiat tertent. Contohnya adalah Beruang Madu, menurut para pembuat obat-obatan tradisional Cina Traditional Chinese Medicine, TCM empedu Beruang Madu dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit, dan cakar Beruang Madu dapat menjadi obat kuat bagi kaum laki-laki. Contoh selanjutnya adalah Trenggiling yang dipercaya dapat menyembuhkan banyak penyakit, mulai dari sakit jantung, stroke, paru-paru hinga masalah kulit. Penggunaan bagian-bagian tubuh satwa tersebut menyebakan angka perburuan di habitat meningkat yang juga mempengaruhi tingkat perdagangannya. 36

B. Perbuatan Yang Termasuk Tindak Pidana Terhadap Satwa Liar Yang

Dilindungi menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pada dasarnya tindak pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan yang padanya dilekatkan sanksi pidana. Dengan demikian, dilihat dari istilahnya, hanya sifat-sifat dari perbuatan saja yang meliputi suatu tindak pidana. 37 35 Ibid., hal.49. 36 Ibid., hal.50-51. 37 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta : Fajar Interpratama Offset, 2006, hal.15. Para ahli Universitas Sumatera Utara hukum pidana Indonesia seperti 38 Setelah mengetahui istilah tindak pidana dan pengertiannya, maka untuk melihat apa itu tindak pidana perlu juga dipahami tentang unsur tindak pidana itu sendiri. Pemahaman ini sangat penting karena akan diketahui apa isi dari pengertian tindak pidana. Menurut Komariah E. Sapardjaja mengatakan tindak pidana adalah suatu perbuatan manusia yang memenuhi perumusan delik, melawan hukum dan si pelaku bersalah melaukan perbuatan itu. Di dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati tidak dijelaskan secara terperinci yang dimaksud dengan tindak pidana terhadap satwa liar yang dilindungi. 39 Lamintang secara umum unsur-unsur tindak pidana dibedakan atas unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau berhubungan dengan diri si pelaku. Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Rumusan mengenai perbuatan pidana yang dilarang dalam tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi pada dasarnya mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai upaya-upaya untuk pelestarian dan perlindungan satwa-satwa liar yang dilindungi yaitu Undang-Undang nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yaitu dalam ketentuan ; 38 Ibid., hal.26. 39 Fuat Usfa dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, Malang : UMM Press, 2004, hal.33. Universitas Sumatera Utara Tabel 1 Tindak Pidana Satwa yang Dilindungi Terkait Langsung Dengan Satwa Terkait Dengan Ekosistem atau Habitat Satwa - Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya 40 2 Setiap orang dilarang untuk ; a. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; b. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati; c. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; d. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian- bagian lain satwa yang dilindungi atau barang- barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; e. Mengambil, merusak, memusnahkan, - Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya 41 1 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan kawasan suaka alam. ; - Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya 1 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional. 2 Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli. 3 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. 40 Ibid., hal.290. 41 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Peraturan Perundang-Undangan Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta : Kementerian LHK, 2015,, hal.289. Universitas Sumatera Utara memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur danatau sarang satwa yang dilindungi. Dari tabel 1 diatas dijelaskan bahwa yang menjadi Objek tindak pidana yang disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah Satwa Liar yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Jenis Pengawetan Satwa dan Tumbuhan. Jenis kejahatan yang dimuat di dalam undang- undang tersebut adalah kejahatan terhadap satwa liar itu sendiri dan kejahatan terhadap habitat satwa liar tersebut. Tindak pidana terhadap satwa yang dilindungi itu sendiri dimuat di dalam Pasal 21 ayat 2 yang mempunyai unsur-unsur delik antara lain ; 1. Menangkap, melukai membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Secara jelas telah diuraikan kepemilikan, memusnahkan, pemeliharaan, pengangkutan, dan perdagangan terhadap satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup merupakan suatu tindak pidana kejahatan. 2. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati. Tidak hanya memperniagakan satwa dalam keadaan hidup yang merupakan kejahatan terdahap satwa yang dilindungi tetapi juga meliputi perdagangan terhadap satwa yang dilndungi dalam keadaan mati. Universitas Sumatera Utara 3. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia. Tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana yang dilakukan para pelaku baik ekspor impor maupun perdagangan satwa yang dilindungi di wilayah yurisdiksi Inonesia sendiri. 4. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian- bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia. Tindak pidana ini merupakan kejahatan perdagangan bagian-bagian tubuh satwa yang dilindungi. Sehingga jelas bahwa seluruh bagian tubuh atau anggota tubuh dari satwa yang dilindungi tersebut tidak dapat dimiliki, diperdagangkan, disimpan, atau dikeluarkan dari suatu tempat di Indonesia atau ke luar Indonesia. 5. Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan mengambil atau sarang satwa yang dilindungi. Tindak pidana ini terkait dengan melakukan pengambilan, pemusnahan, kegiatan menimpan atau memiliki telur atau sarang satwa yang dilindungi. Seperti mengambil atau memperniagakan telur penyu. Larangan pada Pasal 21 ayat 2 di atas tidak berlaku untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan atau penyelamatan jenis satwa. Termasuk dalam penyelamatan adalah pemberian atau penukaran jenis satwa kepada pihak lain di luar negeri dengan izin pemerintah. Sedangkan tindak pidana yang Universitas Sumatera Utara ditujukan terhadap habitat satwa yang dilindungi tercantum di dalam Pasal 19 dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pada Pasal 19 dan Pasal 33 tindak pidana yang dilarang adalah perusakan terhadap keutuhan kawasan dan ekosistemnya, perburuan satwa yang berada dalam kawasan dan memasukkan jenis-jenis satwa yang bukan asli dari suatu kawasan yang ada di Indonesia sehingga berakibat terjadinya perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam itu sendiri. Subjek tindak pidana di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tersebut sebagaimana disebutkan di atas hanya ditujukan kepada orang perorangan atau manusia. Hal itu terlihat pada ketentuan pidananya yang hanya menyebutkan “setiap orang” di dalam pasal tersebut di atas. Namun melihat perkembangan sekarang ini para pelaku tindak pidana terhadap satwa liar yang dilindungi juga telah berkembang, antara lain diakukan juga oleh badan hukum. Hal tersebut menunjukkan kelemahan dari undang-undang tersebut yang tidak mampu lagi mengikuti perkembangan peristiwa hukum yang terjadi di tengah masyarakat. Pelaku yang terdapat dalam ketentuan pasal 21 ayat 2 tersebut di atas antara lain : a. Pemilik satwa langka yang dilindungi b. Pedagang satwa langka yang dilindungi c. Eksportir Individu satwa langka yang dilindungi d. Importir Individu Satwa langka yang dilindungi Universitas Sumatera Utara

C. Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi Sebagai Salah Satu Tindak

Dokumen yang terkait

Tindak Pidana Membantu Melakukan Pencurian dengan Kekerasan yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 03/PID.SUS-Anak/2014/PN.MDN)

1 116 103

Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: I/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Ptk dan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn)

2 81 104

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA YANG DILINDUNGI (Studi Putusan Perkara No. 331/Pid.Sus/2011/PN.TK.)

2 15 53

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA BURUNG YANG DILINDUNGI (STUDI BKSDA LAMPUNG)

14 97 54

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi ( Studi Putusan Nomor 1731 Pid.Sus 2015 PN.Medan dan Nomor 124 Pid.Sus 2016 PN.Mdn)

0 0 8

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi ( Studi Putusan Nomor 1731 Pid.Sus 2015 PN.Medan dan Nomor 124 Pid.Sus 2016 PN.Mdn)

0 0 1

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi ( Studi Putusan Nomor 1731 Pid.Sus 2015 PN.Medan dan Nomor 124 Pid.Sus 2016 PN.Mdn)

0 0 26

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi ( Studi Putusan Nomor 1731 Pid.Sus 2015 PN.Medan dan Nomor 124 Pid.Sus 2016 PN.Mdn)

0 0 24

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi ( Studi Putusan Nomor 1731 Pid.Sus 2015 PN.Medan dan Nomor 124 Pid.Sus 2016 PN.Mdn)

0 0 3