UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
- Sengaja melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona
pemanfaatan sdan zona lain dari Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam Pasal 40 ayat 2 Jo Pasal 33 ayat
3 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
b Bentuk Kelalaian
- Karena kelalaiannya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut
pada Pasal 40 ayat 3 Jo Pasal 19 ayat 1 UU No. 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,
- Karena kelalaiannya melakukan pelanggaran sebagaiamana pada
Pasal 40 ayat 3 Jo Pasal 33 ayat 1 dan 2 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
2. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan
Satwa Liar Yang Dilindungi menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
Sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana satwa liar yang dilindungi tercantum di dalam pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2 Sanksi Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Satwa Liar Yang Dilindungi
Terhadap Pelaku Tindak Pidana Kejahatan Satwa
Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pelanggaran Satwa
Pasal 40 ayat 1 “Barang siapa dengan
sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1 dan Pasal 33 ayat 1
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan
denda palingbanyak Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta
rupiah”. Pasal 40 ayat 3 “Barang siapa
karena karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1 dan Pasal 33
ayat 1 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun
dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 seratus juta rupiah”.
Pasal 40 ayat 2 “Barang siapa dengan sengaja melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 33 ayat 3 dipidana dengan pidana
paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp.
100.000.00,00 seratus juta rupiah”.
Pasal 40 ayat 4 “Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 serta Pasal
33 ayat 3 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun
dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 lima puluh juta
rupiah”.
Didalam ketentuan pidana undang-undang tersebut, tindak pidana terhadap satwa dibagi menjadi dua yaitu tindak pidana kejahatan dan tindak pidana
kelalaian. Tindak pidana kejahatan tercantum di dalam Pasal 40 ayat 1 dan 2, sedangkan tindak pidana kelalaian tercantum di dalam Pasal 40 ayat 3 dan 4.
Pada ketentuan pidana undang-undang tersebut subjek tindak pidana adalah orang perorangan. Kata “Barang siapa” di dalam undang-undang tersebut mengacu
kepada subjek hukum pidana yaitu hanya orang perorangan. Hal tersebut terlihat
Universitas Sumatera Utara
dari sanksi yang di berikan terhadap pelaku tindak pidana kejahatan satwa dan pelaku tindak pidana kelalaian tersebut antara lain penggunaan sanksi pidana
pidana pokok penjara, kurungan, dan denda. Pidana yang disebutkan dalam ketentuan di atas juga hanyalah menyebutkan pidana maksimal. Sehingga
memungkinkan para pelaku tindak pidana tersebut mendapatkan pidana yang ringan. Pasal 40 ayat 1 dan ayat 2 merupakan tindak pidana yang dilakukan
dengan sengaja, yang dimaksud “dengan sengaja”
64
opzettelijk adalah sama dengan “willens en wetwn” dikehendaki dan diketahui. Ini berarti pada waktu
melakukan perbuatan pelaku mengkehendaki perbuatan dan atau akibat dari perbuatannya. Sedangkan pasal 40 ayat 3 dan ayat 4 adalah tindak pidana yang
dilakukan karena kelalaian.
65
a. Sanksi pidana dalam ketentuan undang-undang tersebut adalah single
tracksistem dimana hanya mengandung sanksi pidana saja, tanpa adanya sanksi atau tindakan perbaikan lainnya.
Menurut H.B Vos, unsur yang tidak dapat dilepaskan satu sama lain untuk membentuk kealpaan yaitu pelaku dapat menduga
voorzienbaarheid akan akibat dan pelaku tidak berhati-hati. Berdasarkan ketentuan pidana dalam Pasal 40 tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa formulasi sanksi pidanakebijakan penal dalam undang- undang tersebut adalah :
b. Penggunaan sanksi pidana juga menyebut pidana pokok penjara,
kurungan, dan denda yang dikenakan dan adanya pidana tambahan berupa perampasan tumbuhan maupun satwa langka tersebut untuk diserahkan
64
Frans Maramis, Op. Cit., hal.119.
65
Ibid., hal.125.
Universitas Sumatera Utara
kepada negara agar dilepas liarkan kehabitatnya semula. Dalam hal penggunaan pidana pokoknya bersifat gabungan penjara dan denda yang
dijatuhan sekaligus terhadap masing-masing tindak pidananya c.
Penjatuhan sanksi pidana hanya dilakukan terhadap orang perorangan dan tidak mencantumkan korporasi sebagai pelaku tindak pidana tersebut.
d. Penjatuha sanksi pidana juga tidak menyebutkan pidana minimum khusus,
dan hanya pidana maksimum yang diancamkan. e.
Penjatuhan sanksi pidana di dalam undang-undang ini dirumuskan dengan penyebutan kualifikasi deliknya yaitu kejahatan dan pelanggaran yang
tercantum dalam pasal 40 ayat 5. Tujuan dari ketentuan Pidana di atas adalah cara untuk menciptakan efek
jera bagi para pelaku tindak pidana satwa. Efek jera ini diharapkan berlaku pula bagi orang-orang yang berpotensi menjadi pelaku tindak kejahatan terhadap
satwa, sehingga mereka membatalkan niat dan kesempatan melakukan kegiatan ilegal. Hal tersebut merupakan cara berpikir logis yaitu dengan menggunakan
ancaman hukuman berat sebagai cara untuk menimbulkan efek jera dari pelaku yang terlibat di dalam tindak pidana kejahatan terhadap satwa.
66
66
Satuan Tugas Sumber Daya Alam Lintas Negara Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Op. Cit., hal.153-154.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang