viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah  sastra  di  tanah  air  kita,  terutama  bidang  pendidikan  dan pengajarannya,  merupakan  salah  satu  masalah  yang  cukup  menarik  perhatian
kalangan  ahli.  Besarnya  perhatian  para  ahli  terhadap  masalah  ini  mengakibatkan timbulnya perhatian di kalangan pejabat atau penguasa di tanah air kita ini. Sebagai
salah  satu  bukti  besarnya  perhatian  di  bidang  sastra  ini  terlihat  dari  usaha pemerintah dalam  melestarikan dan  mengembangkan  keberadaan lembaga khusus
yang  diberi  kewenangan  memikirkan  dan  merencanakan  pembinaan  dan pengembangan  bidang  kehidupan  sastra.  Lembaga  khusus  yang  dimaksud  adalah
Pusat  Pembinaan  dan  Pengembangan  Bahasa.  Lembaga  ini  merupakan  lembaga resmi  yang  mendapat  kewenangan  dari  pemerintah  Republik  Indonesia  untuk
memikirkan  dan  merencanakan  kerangka  pola  kebijaksanaan  politik  bahasa Nasional.
Masalah  penting  yang  termasuk  dalam  kerangka  pola  kebijaksanaan politik  bahasa  nasional  antara  lain  ialah  1  masalah-masalah  yang  berhubungan
dengan  usaha-usaha  pengembangan  kesusasteraan  nasional,  2  pendidikan  dan pengajaran  di  dalam  dan  di  luar  lembaga-lembaga  pendidikan.  Dengan  demikian
dapat  ditarik  kesimpulan  bahwa  salah  satu  sasaran  politik  bahasa  nasional  adalah pembinaan dan pengembangan pengajaran sastra Indonesia.
viii Pembinaan  dan  pengembangan  itu  dimaksudkan  untuk  meningkatkan
mutu  pengajaran  sastra  di  Indonesia,  sehingga  mampu  berfungsi  sebagai  sarana efektif dan efisien untuk membina murid sesuai dengan tujuan akhir pembelajaran
apresiasi sastra. Seperi diuraikan dalam penjelasan Pasal 6  ayat 8 undang-undang RI  No.  20  tahun  2003  tentang  Sistem  Pendidikan  Nasional,  bahwa  dalam
pendidikan juga dikembangkan kemampuan murid mengapresiasi dan kemampuan mengekspresikan  keindahan serta harmoni  yang mencakup apresiasi dan ekspresi,
baik  dalam  kehidupan  individual  sehingga  mampu  menikmati  dan  mensyukuri hidup,  maupun  dalam  kehidupan  bermasyarakat  sehingga  mampu  menciptakan
kebersamaan.  Dalam  sumber  yang  sama  pada  Pasal  7  ayat  2  dinyatakan  bahwa muatan  bahasa  mencakup  antara  lain  penanaman  kemahiran  berbahasa  dan
kemampuan dalam mengapresiasi terhadap karya sastra. Jika  pembelajaran  bahasa  merupakan  sarana  untuk  mengembangkan
penanamam kemahiran yang menyangkut penalaran, pembelajaran apresiasi sastra merupakan sarana untuk mengembangkan potensi afektif, bukan kognitif Boen S.
Oemarjati,  2005  :  5.  Tujuan  akhir  pembelajaran  apresiasi  sastra  adalah memperkaya  pengalaman  murid  dan  menjadikannya  lebih  tanggap  tata  nilai,  baik
dalam konteks individual, maupun social. Wahana ke arah itu adalah keterampilan mendengar, membaca, berbicara, dan menulis Boen S. Oemarjati, 2005 : 7.
Lebih  lanjut,  pembelajaran  apresiasi  sastra  menjadi  sangat  penting untuk  dikaji  secara  cermat  karena  pada  hakikatnya  dalam  pembelajaran  apresiasi
viii sastra, khususnya di Sekolah Menengah Pertama, murid seharusnya akan mendapat
kesempatan  mendalami  karya-karya  sastra  berupa  puisi  maupun  prosa.  Berkaitan dengan hal ini, diuraikan oleh Herman J. Waluyo 2002 : 3 bahwa kekuatan karya
sastra terletak pada pesan yang terkandung di dalamnya. Pesan  yang disampaikan melalui  karya  sastra  dapat  sangat  kuat  dan  lebih  bersifat  abadi  jika  dibandingkan
dengan  pesan  secara  harfiah.  Karena  itu,  apresiasi  puisi  sebagai  kegiatan pembelajaran menjadi hal yang penting.
Salah  satu  persyaratan  penting  agar  terwujudnya  pembelajaran apresiasi puisi yang efektif, efisien dan menyenangkan adalah dengan tersedianya
buku  atau  materi  ajar  yang  menarik,  yang  bervariasi  sesuai  dengan  tuntutan kurikulum,  kebutuhan  siswa,  sekolah,  dan  sesuai  dengan  perkembangan
globalisasi.  Peningkatan  kompetensi  guru  sastra  dan  ketersediaan  buku  ajar apresiasi  puisi  yang  bervariasi  serta  pemilihan  metode  yang  tepat  merupakan
persyaratan yang mutlak agar tujuan pembelajaran apresiasi sastra khususnya puisi berhasil secara maksimal.
Kelemahan utama di dalam pembelajaran apresiasi puisi saat ini adalah masih kurangnya materi ajar puisi di SMP khususnya di SMP Negeri 10 Surakarta.
Materi  ajar  apresiasi  puisi  yang  ada  saat  ini  dirasa  kurang  menarik  karena  belum dikemas secara maksimal. Kelemahan ini juga disebabkan metode yang digunakan
guru  kurang  menarik  dan  kurang  bervariasi  sehingga  minat  dan  motivasi  siswa untuk belajar sastra masih kurang maksimal.
viii Menumbuhkan  minat  dan  motivasi  dalam  mempelajari  Bahasa  dan
Sastra  Indonesia  merupakan  cara  penting  dalam  proses  pembelajaran.  Motivasi merupakan  penyumbang  kontributor  yang  sangat  signifikan  terhadap
keberhasilan belajar siswa Maslow, Krech Kruchfild dan Ballachey, 1979. Untuk menumbuhkan  dan  mengembangkan  motivasi  belajar  siswa,  perlu  suasana
kondusif  di  dalam  kelas  dan  perlu  pola  hubungan  dan  interaksi  guru  dan  murid yang  memungkinkan  terciptanya  suasana  tersebut.  Untuk  itu,  perlu  model
pengajaran  yang  berpusat  pada  siswa  dan  yang  bebas,  santai,  menakjubkan, menyenangkan, dan menggairahkan Degeng, 2005:4.
Model mengajar yang berpusat pada guru memang harus ditinggalkan, meskipun  guru  tetaplah  merupakan  faktor  penting  dalam  pembelajaran.  Begitu
juga  dalam  hal  pengelolaan  kelas.  Sistem  pembelajaran  yang  baru  yang menumbuhkan  motivasi  belajar  siswa  menuntut  kelas  yang  dinamis  yang  tidak
terpaku  pada  tempat  duduk  yang  statis,  namun  senantiasa  menyenangkan  bagi siswa.  Degeng  menyatakan  bahwa  orkestra  belajar,  segalanya  bicara,  segalanya
bertujuan,  siswa  ikut  mengalami,  menghargai  setiap  usaha  siswa,  dan  kelas  harus merayakan keberhasilan siswa 2005:5.
De Potter 2004 menyebutkan bahwa model Q-teaching berlandaskan pada  konteks  dengan  “suasana  menggairahkan,  landasan  kokoh,  lingkungan  yang
menyenangkan,  dan  pembelajaran  yang  dinamis”.  Dengan  konteks  seperti  itu, motivasi  dapat  dibangun  dan  di  samping  itu  juga  tumbuh  “sense  of  belonging”
viii antar siswa dan  ada  interaksi antara siswa dengan  guru, siswa dengan  kurikulum,
siswa dengan keterampilan belajar, dan antara siswa dengan “life skills” Degeng, 2005:6.
Depdiknas  2004:27  dalam  hasil  penelitian  menyatakan  bahwa pengajaran  Bahasa  dan  Sastra  Indonesia  bagi  murid-murid  merupakan  mata
pelajaran  yang  sukar  dan  bukan  merupakan  mata  pelajaran  yang  menyenangkan. Hal  ini  banyak  disebabkan  penggunaan  metode  mengajar,  media,  dan  pemaduan
materi yang kurang menarik bagi siswa. Berkenaan  dengan  hal  tersebut  di  atas,  sudah  barang  tentu  diperlukan
sebuah bahan dan metode pembelajaran apresiasi puisi yang dapat diterapkan oleh guru,  yaitu  guru  bahasa  Indonesia  yang  juga  merangkap  sebagai  guru  dalam
pembelajaran apresiasi sastra. Menurut Yus Rusyana 2005 : 6 yang memberikan pendapat  tentang  fenomena  guru  bahasa  Indonesia  yang  juga  merangkap  sebagai
guru  dalam  pembelajaran  apresiasi  sastra,  bahwa  karena  pendidikan  yang  telah ditempuhnya  dan  karena  pengalamannya  membelajarkan  murid  tentang  apresiasi
sastra,  pada  dasarnya  guru  bahasa  Indonesia  telah  memiliki  kompetensi  sebagai guru apresiasi sastra.
Berkenaan  dengan  kompetensi  guru,  di  dalam  UU  RI  No.14  Tahun 2005  Bab  IV  pasal  8  dan  9  dinyatakan  bahwa  guru  wajib  memiliki  kualifikasi
akademik,  kompetensi,  dan  sertifikasi.  Kompetensi  yang  dimaksud  adalah kualifikasi  yang  berupa  kompetensi  pedagogik,  kompetensi  kepribadian,
viii kompetensi  sosial,  dan  kompetensi  profesional.  Kompetensi  pedagogik  adalah
kemampuan  mengelola  murid.  Kompetensi  kepribadian  adalah  kemampuan disertai  kepribadian  yang  mantap,  berakhlak  mulia,  arif  dan  berwibawa,  serta
menjadi  teladan  bagi  murid.  Kompetensi  sosial  adalah  kemampuan  guru  untuk berinteraksi  secara  efektif  dan  efisien  dengan  murid,  sesama  guru,  dan  orang  tua
murid. Adapun kompetensi profesional adalah penguasaan materi pelajaran secara luas  dan  mendalam.  Dengan  demikian,  guru  dalam  pembelajaran  apresiasi  puisi
diharapkan  juga  memiliki  keempat  kompetensi  tersebut,  sehingga  murid  dalam pembelajaran  apresiasi  puisi  pun  dapat  mencapai  kemampuan  seperti  yang
diharapkan. Interaksi  yang  efektif  antara  siswa  dengan  guru  merupakan  cara
penting  bagi  keberhasilan  belajar,  seperti  yang  dikemukakan  oleh  Lozanov 1978:189. Quantum Learning menciptakan lingkungan  yang menyenangkan dan
terbuka untuk interaksi guru dan siswa seperti yang dituntut oleh Lozanov tersebut. Menurut De  Potter  2003:4, interaksi  antara  guru dengan siswa dan  antara siswa
dengan  siswa  merupakan  proses  yang  mengubah  energi  menjadi  cahaya  yang menyebabkan proses pengajaran menarik dan menyenangkan bagi siswa. Energi di
sini yang dimaksud adalah model, sarana, dan prasarana yang menyebabkan situasi pembelajar kondusif bagi pengembangan diri siawa.
Upaya  menciptakan  pembelajaran  apresiasi  puisi  yang  menyenangkan sehingga dapat dinikmati oleh murid oleh murid sekolah menengah pertama, dapat
viii dilakukan  dengan  berlandaskan  filosofi  konstruktivisme  yang  menjadi  landasan
kurikulum  yang  berlaku  saat  ini.  Filosofi  konstruktivisme  memaknai  belajar sebagai suatu proses aktif untuk mengkonstruksi sesuatu Paul Suparno, 1997 : 62.
Dalam hal ini belajar juga merupakan proses mengasimilasi atau menghubungkan pengalaman  atau  bahan  yang  dipelajari  dengan  pengetahuan  yang  sudah  dimiliki
seseorang,  sehingga  semakin  lama  pengetahuan  akan  semakin  bertambah  Paul Suparno,  1997  :  63.  Hal  tersebut  disebabkan  dalam  pandangan  konstruktivisme,
belajar  bukan  sekadar  mengumpulkan  fakta,  melainkan  lebih  sebagai pengembangan  kearah  pemikiran  baru.  Oleh  karena  itulah  maka  para  penganut
konstruktivisme  tidak  setuju  jika  mengajar  diartikan  sebagai  pemindahan pengetahuan  dari  guru  kepada  murid.  Berdasarkan  faham  konstruktivisme,
mengajar  adalah  kegiatan  yang  memungkinkan  murid  untuk  membangun  sendiri pengetahuannya  Paul  Suparno,  1997  :  65.  Berkenaan  dengan  konstruktivisme
dapat  diungkapkan  pula  di  sini  adanya  pendapat  yang  menyatakan  bahwa konstruktivisme
yang diterapkan
sebagai strategi
pembelajaran lebih
mengutamakan  murid  untuk  memperoleh  sesuatu  bukan  mengingat  sesuatu Hanley  dalam  Long,  2000  :  17.  Lebih  lanjut  ada  pendapat  yang  menyatakan
bahwa  konstruktivisme  merupakan  suatu  teori  psikologi  belajar  yang mengetengahkan  pengertian  belajar  sebagai  suatu  proses  pembentukan  mental.
Pembentukan  mental  tersebut  mengutamakan  interpretasi  oleh  murid  yang  aktif
viii berinteraksi  dengan  lingkup  sosial    dan  alam  sekitarnya  Hornsbaun,  Peters
Sylva, 2001 : 17-35. Dari  beberapa  pendapat  tentang  konstruktivisme  di  atas,  maka  dapat
dikatakan bahwa paradigma yang menganggap guru adalah sosok yang paling tahu, dan  murid  adalah  objek  yang  dikenai  transfer  pengetahuan  guru  sudah  mulai
ditinggalkan.  Filosofi  demikian  itulah  yang  kini  dianut  dalam  pembelajaran apresiasi  puisi,  yang  seiring  sejalan  dengan  berlakunya  kurikulum  yang  berlaku
saat  ini.  Dengan  demikian,  upaya  menciptakan  pembelajaran  apresiasi  puisi  yang lebih  ideal,  menyenangkan,  dan  pada  akhirnya  dapat  dinikmati  oleh  murid  dapat
terwujud. Pendekatan  quantum  learning  oleh  De  Potter  dalam  Degeng,  2005
dinyatakan  sebagai  orkestrasi  yaitu  penciptaan  suasana  menyenangkan  seperti orkes  yang  menumbuhkan  motivasi  dan  pencapaian  hasil  belajar  secara  optimal.
Menyadari  kondisi  aktual  di  atas,  maka  dirasa  perlu  menerapkan pendekatan  quantum  learning  ke  dalam  pembelajaran  apresiasi  puisi.  Apalagi
sampai  saat  ini  belum  ada  pengembangan  materi  ajar  buku  yang  memfokuskan pengajaran  apresiasi  puisi  dengan  menggunakan  pendekatan  quantum  learning
Selain itu pengembangan materi ajar apresiasi puisi dengan menggunakan metode quantum  learning  dipandang  perlu  karena:  Pertama,  membantu  siswa  terampil
memahami  dan  mengapresiasi  karya  sastra  khususnya  karya  puisi.  Kedua, mendidik siswa untuk menyenangi pembelajaran apresiasi puisi, karena selama ini
viii pengajaran sastra di selokah nampaknya tidak mampu mengantarkan murid-murid
untuk menghayati karya-karya sastra secara wajar Depdikbud, 1980:3
B. Rumusan Masalah