Membuat Parafrase puisi Kerjakan Mencari Tema Puisi Mendengarkan dan Menikmati Puisi

viii Tuhanku Aku mengembara di Negeri asing Tuhanku Di pintu-Mu aku mengetuk Aku tidak bisa berpaling Deru Campur Debu, 1949 Chairil Anwar

A. Menulis Puisi Bebas

Ungkapkan gagasan kalian dalam bentuk puisi Lakukan kreatifitas menulis puisi bebas berikut Kerjakan 1. Bentuk kelompok dengan 4-5 orang anggota 2. Siapkan kertas untuk menulis puisi 3. Siapkan gambar yang kau kenal, dan pandangilah gambar tersebut 4. Tulislah baris-baris puisi seperti puisi pertam dan kedua, yang pertama berisi pesan ibu kepada anaknya, sedangkan puisi yang kedua berisi doa yang penuh penyesalan dari pendosa yang ingin kembali ke jalan Tuhan 5. Perbaikilah bahasa dan pilihan kata bersama satu kelompok Ketik dan muatlah dalam majalah dinding kelas

B. Membuat Parafrase puisi Kerjakan

1. Bentuk kelompok dengan 4-5 oprang anggota 2. Susunlah parafrase dari puisi “Doa” karya Chairil Anwar tersebut 3. Wakil tiap kelompok membaca secara bergilir parafrase tersebut 4. Guru memilih satu parafrase terbaik dan mengumumkan 5. Parafrase yang terbaik diberi tepuk tangan viii

C. Mencari Tema Puisi

1. Sebelum menentukan tema puisi, hendaknya berikan dulu makna arti kata- kata frasa berikut: a. termangu b. Kau penuh seluruh c. tinggal kerdip lilin di kelam sunyi d. hilang bentuk e. remuk f. mengembara di negeri asing g. tidak bisa berpaling 2. Tema Puisi a. Jelaskan tema puisi “Doa” tersebut1 b. Dalam keadaan jiwa yang bagaimanakah penyair saat berdosa itu? c. Baris atau bait mana yang menyatakan bahwa penyair menyesali dosa- dosanya? d. Baris atau bait mana yang menyatakan bahwa penyair terlalu banyak berdosa? e. Ke jalan manakah akhirnya penyair menuju?

D. Mendengarkan dan Menikmati Puisi

1. Bacalah puisi “Doa” dengan iringan musik 2. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut: a. Bagaimanakah unsur bunyi dalam puisi “Doa”? b. Bagaimanakah perasaan penyair dalam puisi ini? c. Jelaskan nama puisi ini d. Pesan apakah yang disampaikan penyair dalam puisi tersebut? e. Apakah penyair berusaha keluar dari kesulitannya? viii Puisi 3 Puisi Periode 1950-1970 PEREMPUAN-PEREMPUAN PERKASA Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta, dari manakah mereka Ke setasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa Sebelum peluit kereta pagi terjaga Perempuan-perempuan yang membawa bakul dalam kereta, ke manakah mereka Di atas roda-roda baja mereka berkendara Mereka berlomba dengan surya menuju ke gerbang kota Merebut hidup di pasar-pasar kota Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta, siapakah mereka Akar-akar kota yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota Mereka: cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa. Hartoyo Andangjaya, 1973 A. Kata-kata dan Ungkapan Sukar Perhatikan puisi “Perempuan-perempuan Perkasa” tersebut di atas. Perempuan yang digambarkan oleh Hartoyo Andangjaya di sini bukanlah perempuan petinju, petenis, atau pun pemain bulu tangkis, namun adalah pedagang-pedagang kecil dari desa di lereng Gunung Lawu yang setiap pagi naik kereta api “grenjeng” menjual dagangannya di pasar Solo. “Sebelum peluit kereta terjaga” maksudnya, ia bangun sebelum terdengar bunyi peluit kereta di stasiun Walikukun. Penyair dengan sangat puitis menyatakan “sebelum hari bermula dalam pesta kerja”. Penyair menyebut kerja adalah pesta. Para perempuan itu bekerja dengan rasa senang hati. Mereka berjuan viii untuk menghidupi keluarga dan sanak familinya di desa. “Karena itu, kerja dianggap sebagai “pesta kerja”. Perempuan-perempuan itu dikatakan penyair “di atas roda-roda baja mereka berkendara”. Majas yang digunakan penyair untuk megumpamakan kereta api adalah “roda-roda baja”. Perjuangan mereka sangat berat. Maka penyair menggambarkan “mereka berlomba dengan surya menuju ke gerbang kota”. Untuk mencari nafkah, para perempuan itu beradu cepat, seperti lari, agar segera sampai di kota Solo. Di pasar kota Solo mereka masih harus berjuang lebih keras lagi., Dikatakan bahwa mereka”merebut hidup di pasar-pasar kota”. Untuk mendapatkan nafkah laba dari hasil penjualan hasil bumi, ia berjuang keras di pasar itu. Hidup harus direbut. Mereka itu disebut oleh penyair sebagai wanita-wanita perkasa, yaitu “akar-akar yang malata dari tanah perbukitan turun ke kota”, artinya pencari kehidupan atau nafkah bagi keluarga di lereng Gunung Lawu daerah Walikukun, Ngawi. Mereka juga disebut “cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa” di sekitar tempat tinggalnya dengan tulus ikhlas. Kerja mereka dapat menghidupi banyak keluarga bagaikan akar yang melata jauh.

B. Bermusik dalam Puisi