1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Permendikbud Nomor 103 tahun 2014 tentang pembelajaran pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah, pembelajaran dilaksanakan berbasis
aktivitas dengan karakteristik interaktif dan inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, kontekstual dan kolaboratif.
Selain itu pembelajaran berfungsi untuk memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian peserta didik sesuai dengan bakat, minat,
dan perkembangan fisik serta psikologis. Hal ini menuntut guru untuk melaksanakan pembelajaran menggunakan pendekatan, strategi, model, dan
metode yang mengacu pada karakteristik peserta didik. Namun pada pelaksanaannya, pembelajaran tersebut masih jarang ditemukan di Indonesia.
Berdasarkan hasil penelusuran Kemendikbud melalui perekaman aktivitas pembelajaran di dalam kelas, perbandingan pelaksanaan pembelajaran di
Indonesia dengan negara lain adalah sebagai berikut Rahmat, 2015. 1.
Guru Indonesia di dalam kelas banyak menggunakan waktu untuk menyampaikan hal yang tidak relevan dengan tujuan pembelajaran, seperti
membahas tagihan pembayaran LKS, sementara di negara lain guru hanya menggunakan waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2. Guru di sejumlah kelas di Indonesia berbicara semaunya, sementara guru di
negara lain berbicara dalam kelas sebanyak 6000 kata per jam.
2 3.
Kelas di Indonesia sangat senyap karena dalam setiap jam hanya mengeluarkan kata rata-rata 190 kata per jam, sementara di negara lain
mengeluarkan 1000 kata per jam. 4.
Guru-guru di Jepang membuat soal dengan kemungkinan jawaban bervariasi, sementara di Indonesia lebih suka membuat soal dengan jawaban
tunggal. Masalah di atas menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran guru
seharusnya berperan sebagai pengelola pembelajaran sekaligus sebagai sumber belajar. Guru sebagai pengelola pembelajaran harus mampu menciptakan
pembelajaran yang menarik dan menyenangkan melalui strategi pembelajaran yang dipilihnya. Kesalahan guru dalam memilih strategi pembelajaran dapat
menyebabkan siswa kurang tertarik pada pembelajaran sehingga berdampak pada berkurangnya motivasi dan keaktifan siswa selama proses belajar mengajar
Hertiavi dkk., 2010. Guru sebagai sumber belajar tidak hanya mentransfer ilmu saja, tapi mampu menumbuhkan pemahaman siswa terhadap materi serta
mengembangkan kreatifitas dan pola pikir siswa dalam ilmu pengetahuan yang diterimanya melalui model pembelajaran yang diterapkannya. Pengembangan
model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan
menyenangkan, sehingga dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal Anggraini dkk., 2010.
Hasil studi TIMSS Trends in International Mathematics and Science Study menunjukkan siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam
3 kemampuan 1 memahami informasi yang komplek; 2 teori, analisis dan
pemecahan masalah; 3 pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah; dan 4 melakukan investigasi. Dan hasil studi PISA Program for International
Student Assessment, yaitu studi yang memfokuskan pada literasi bacaan, matematika, dan SAINS, menunjukkan peringkat Indonesia baru bisa menduduki
10 besar terbawah dari 65 negara Depdiknas, 2013: 3. Kedua hasil studi tersebut menunjukkan rendahnya pelaksanaan pembelajaran di Indonesia, khususnya
pembelajaran sains. Rendahnya pelaksanaan pembelajaran sains di atas, dapat diatasi dengan
menggunakan berbagai model pembelajaran yang sesuai, yaitu model pembelajaran yang menarik, menyenangkan, efektif, tidak monoton, kreatif, dan
inovatif. Ada berbagai tipe model pembelajaran untuk sains. Tujuan dari berbagai tipe model pembelajaran sains adalah untuk membantu guru dalam mengajar dan
membantu siswa untuk lebih aktif terlibat dalam pemahaman dan belajar sains dengan membangun, menggunakan, atau memilih model untuk menggambarkan,
menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol fenomena alam Ornek, 2008. Hal ini karena sains merupakan pembelajaran yang diarahkan untuk mencari tahu dan
berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Selain itu, materi pembelajaran sains tidak
hanya tentang hafalan dan juga pemahaman, melainkan materi kompleks yang memerlukan aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi, dan mencipta Sudarmin, 2015:
11.
4 Berdasarkan hasil observasi di SMPN 1 Pekalongan sebagai sekolah
berbasis Kurikulum 2013 dan SMPN 3 Pekalongan sebagai sekolah berbasis KTSP, pembelajaran sains dilaksanakan dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri. Alasannya karena model pembelajaran inkuiri merupakan model pembelajaran yang tepat untuk sains, juga lebih menarik siswa dan
mengaktifkan siswa. Dari hasil observasi tersebut, didapatkan bahwa hasil pembelajaran di SMPN 3 Pekalongan jauh lebih rendah daripada di SMPN 1
Pekalongan, yaitu 50 anak belum tuntas KKM, sedangkan di SMPN 1 Pekalongan 70 anak sudah tuntas KKM. Hasil dari wawancara dengan salah
satu guru pengajar sains di SMPN 3 Pekalongan, menunjukkan bahwa banyak kendala yang dialami selama pembelajaran, seperti anak belum siap untuk belajar,
fasilitas kurang memadai, dan kurangnya waktu pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi tersebut, untuk meningkatkan hasil
pembelajaran, guru harus bijaksana dalam menentukan model pembelajaran kreatif dan inovatif yang sesuai situasi dan kondisi kelas, sehingga kompetensi
dan tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Sebuah model pembelajaran yang diharapkan mampu mendorong siswa untuk aktif dan mendapatkan hasil belajar
yang maksimal. Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian tentang pelaksanaan model pembelajaran IPA di SMP dengan judul
“ANALISIS MODEL PEMBELAJARAN IPA DI SMP”.
1.2 Rumusan Masalah