4. Hubungan Sitting Height dengan Keluhan NPB
Proporsi ukuran tubuh antar individu-individu berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Walupun berasal dari satu suku atau
ras yang sama namun ukuran proporsi tubuh tersebut dapat berbeda. Hal tersebut dapat dilihat pada data antropometri rata-rata individu yang
diadaptasi dari Juergens 1990, didapatkan bahwa pada suku atau ras Asia sendiri memiliki variasi ukuran tubuh yang berbeda Grandjean dan
Kroemer, 2000. Pada pria Asia Utara memiliki rata-rata tinggi badan 159 cm dengan rata-rata tinggi badan tersebut memiliki tinggi duduk
sitting height sebesar 85 cm. Sedangkan pada pria Jepang memiliki rata-rata tinggi badan 159 cm dengan rata-rata tinggi badan tersebut
memiliki tinggi duduk sitting height sebesar 86 cm Grandjean dan Kroemer, 2000. Hal tersebut menunjukan bahwa walupun memiliki
tinggi badan yang sama namun proporsi ukuran tubuh seseorang berbeda-
beda.
Berdasarkan hasil, diperoleh rata-rata sitting height 89.17 cm. Pada bagian fabrikasi diperoleh pekerja yang memiliki sitting height terendah
yaitu 79 cm dan tertinggi yaitu 102 cm, dengan rata-rata sitting height pekerja adalah 89.47 cm. Pada bagian office diketahui bahwa pekerja
yang memiliki sitting height terendah yaitu 79 cm dan tertinggi yaitu 99 cm, dengan rata-rata sitting height pekerja adalah 88.63 cm. Berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan lebih banyak ditemui pekerja dengan proporsi tubuh yang seimbang antara tinggi badan dan sitting height.
Berdasarkan hasil analisi bivariat didapatkan pvalue sebesar 0.037 p value ≤ 0.05, hal ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima yang berarti
bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara sitting height dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun
2015. Hasil penelitian di atas sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono 2012, yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara tinggi badan dan sitting height dengan nyeri punggung bawah. Namun Biering Sorensen dan Haliovara dalam
penelitiannya mencoba mengaitkan antara tinggi badan atau “panjang punggung” dengan nyeri punggung bawah namun masih belum jelas
kemaknaannya Pheasant, 1991. Melihat bahayanya tersebut maka sebaiknya pekerja lebih
memperhatikan posisi ketika bekerja serta memperhatikan posisi punggungnya saat bekerja. Sebaiknya posisi kerja jangan terlalu
membungkuk ke depan atau ke belakang. Pekerja juga dapat melakukan istirahat pendek selama 5-10 menit di sela-sela waktu kerja untuk
relaksasi agar otot mendapat suplai oksigen cukup dan memperbaiki sikap kerja. Hal tersebut sesuai dengan teori yang disebutkan oleh Parkes
dkk 2005, bahwa otot yang tegang dapat dipulihkan apabila ada jeda waktu istirahat yang digunakan untuk peregangan otot. Berdasarkan hasil
temuan dilapangan, diketahui bahwa pada bagian office maupun fabrikasi belum memiliki meja dan kursi kerja yang memperhatikan aspek
ergonomi yang memperhitungkan antropometri tubuh pekerja. Hal tersebut sesuai dengan Mira 2009 dalam Subagya 2010, yang
menyatakan bahwa ukuran alat-alat kerja erat kaitanya dengan tubuh penggunanya. Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan
merasa tidak nyaman dan akan lebih lamban dalam bekerja yang dapat menimbulkan kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat
melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak alamiah.
5. Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Keluhan NPB