Hubungan Tinggi Badan dengan Keluhan NPB

ekonomi mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi Hidajat dkk, 2010.

3. Hubungan Tinggi Badan dengan Keluhan NPB

Pekerja yang memiliki tinggi badan ≥170 cm membawa kecenderungan untuk mengalami low back pain Inoue, 2015, sedangkan proporsi ukuran tubuh antar individu-individu berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Walaupun berasal dari satu suku atau ras yang sama namun ukuran proporsi tubuh tersebut dapat berbeda. Berdasarkan hasil, diperoleh rata-rata tinggi badan 167.74 cm. Pada bagian fabrikasi diperoleh tinggi badan diketahui bahwa pekerja yang memiliki tinggi badan terendah yaitu 155 cm dan tertinggi yaitu 180 cm, dengan rata-rata tinggi badan adalah 168.43 cm. Pada bagian office diketahui bahwa pekerja yang memiliki tinggi badan terendah yaitu 155 cm dan tertinggi yaitu 187 cm, dengan rata-rata tinggi badan adalah 166.48 cm. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan lebih banyak ditemui pekerja dengan proporsi tubuh yang seimbang antara tinggi badan dan sitting height. Berdasarkan hasil analisi bivariat didapatkan p value sebesar 0.001 p value ≤ 0.05, hal ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara tinggi badan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. Hasil penelitian di atas sesuai dengan penelitian Inoue 2015 yang meneliti bahwa pekerja yang memiliki tinggi ≥ 170 cm membawa kecenderungan untuk mengalami low back pain 1,4 kali. Tinggi badan mempengaruhi besarnya sudut lengkung punggung. Semakin besar sudut lengkung yang terjadi, maka kontraksi otot dan ligamen akan meningkat sehingga dapat melemahkan otot dan ligamen yang menyangga tulang belakang, kondisi ini menyebabkan keluhan NPB karena diskus vertebra dapat tergelincir yang selanjutnya memiliki potensi menekan diskus intervetebralis dan akhirnya menekan syaraf percabangan dari medula spinalis Kurniawidjaja, 2014. Melihat bahayanya tersebut maka sebaiknya pekerja lebih memperhatikan posisi ketika bekerja serta memperhatikan posisi punggungnya saat bekerja. Sebaiknya posisi kerja jangan terlalu membungkuk ke depan atau ke belakang. Pekerja juga dapat melakukan istirahat pendek selama 5-10 menit di sela-sela waktu kerja untuk relaksasi agar otot mendapat suplai oksigen cukup dan memperbaiki sikap kerja. Hal tersebut sesuai dengan teori yang disebutkan oleh Parkes dkk 2005, bahwa otot yang tegang dapat dipulihkan apabila ada jeda waktu istirahat yang digunakan untuk peregangan otot. Berdasarkan hasil temuan dilapangan, diketahui bahwa pada bagian office maupun fabrikasi belum memiliki meja dan kursi kerja yang memperhatikan aspek ergonomi yang memperhitungkan antropometri tubuh pekerja. Hal tersebut sesuai dengan Mira 2009 dalam Subagya 2010, yang menyatakan bahwa ukuran alat-alat kerja erat kaitanya dengan tubuh penggunanya. Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan merasa tidak nyaman dan akan lebih lamban dalam bekerja yang dapat menimbulkan kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak alamiah.

4. Hubungan Sitting Height dengan Keluhan NPB