Hubungan Jenis Kelamin dengan Keluhan NPB

sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zulfiqor 2010, yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia pekerja dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.116 p value 0.05.

2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Keluhan NPB

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya keluhan NPB. Secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria Karwowski dan Marras, 2006. Astrand dan Rodahl 1977 menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sedangkan daya tahan otot pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita Tarwaka, 2004. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh bahwa sebanyak 90.8 pekerja berjenis kelamin laki-laki, sedangkan sisanya yaitu 9.2 pekerja berjenis kelamin perempuan. Hasil analisis hubungan antara faktor jenis kelamin dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries menyebutkan bahwa kelompok pekerja yang memiliki keluhan NPB berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 28.6, sedangan pekerja yang memiliki keluhan NPB dan berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 66.7. Berdasarkan hasil uji statistik tabel 5.6 diperoleh p value 0.046 p value ≤ 0.05 hal ini menunjukan bahwa hipotesis diterima yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara jenis kelamin dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industies tahun 2015. Berdasarkan pengamatan di lapangan pada pekerja fabrikasi seluruhnya berjenis kelamin laki-laki dan pada pekerja office memang terdapat beberapa perempuan namun hanya pada bagian-bagian tertentu seperti sekretaris, bagian finance dan accounting, procurement,dan HRD. Hal tersebut sesuai dengan data Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan Pusdatinaker Kota Bekasi tahun 2012, pada jenis pekerjaan produksi, operator alat-alat angkutan dan pekerja kasar jumlah tenaga kerja laki-laki sebanyak 247.240 sedangan tenaga kerja perempuan 61.602 Pusdatinaker, 2012. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada sektor pekerjaan produksi lebih didominasi oleh tenaga kerja berjenis kelamin laki-laki. Pekerjaan pada bagian fabrikasi didominasi oleh pekerja berjenis kelamin laki-laki dikarenakan pekerjaan pada bagian tersebut dituntut untuk menggunakan kekuatan otot. Secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria Karwowski dan Marras, 2006. Astrand dan Rodahl 1977 menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sedangkan daya tahan otot pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita Tarwaka, 2004. Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan teori Oborne 1995, yang menyatakan bahwa pendesainan suatu beban tugas harus diperhatikan jenis kelamin pemakainya bahwa kekuatan otot wanita hanya 60 dari kekuatan otot pria, keluhan otot juga lebih banyak dialami wanita dibandingkan pria Oborne, 1995. Serta tidak sesuai dengan teori menurut Michael 2001, dalam hasil studinya menemukan bahwa pekerja wanita memiliki asosiasi kuat dalam munculnya keluhan MSDs. Berdasarkan laporan yang diterimanya, pekerja wanita mempunyai risiko dua kali lipat.

3. Hubungan Merokok dengan Keluhan NPB