70 Tugas yang ia pahami sebagai seorang prajurit adalah
“ngayahi” grebeg, caos atau ronda, dan merawat alat musik yang menjadi
tanggung jawabnya. Perbedaan prajurit dengan abdi dalem keraton juga ia pahami dari segi tugasnya, namun untuk pengabdian F merasa
semuanya sama-sama mengabdikan dirinya untuk keraton. Menurut F, nilai yang selama ini ia peroleh di keprajuritan yaitu memahami tentang
unggah-ungguh saja karena ia tidak terlalu memikirkan akan mendapat hasil atau penghargaan seperti apa jika menjadi prajurit karena
menurutnya sudah dapat ikut grebeg, menjalin relasi dengan orang yang tua, dan dekat dengan keraton membuat dirinya senang. Selain
keinginan belajar tentang budaya yang kuat, F juga mengikuti kegiatan lain di luar prajurit yaitu grup karawitan yang dimotori atau dikelola
oleh A untuk mengisi acara-acara atau pagelaran tertentu. F menuturkan bahwa jurusan kuliahnya saat ini tidak ada
hubungannya dengan budaya, namun ia tetap ingin melestarikan budaya karena senang, ikhlas, dan bahagia menjalani profesinya sebagai
prajurit. Keinginan F untuk tetap melestarikan dengan ikut grebeg juga ditandai
dengan ketidakinginan
dia grebeg
hilang dan
ketidakinginannya pindah dari Yogyakarta. Namun apabila memang ia akan pindah, F tetap ingin minimal datang untuk tugas wajibnya yaitu
grebeg. F juga merasa prihatin dengan kesadaran yang kecil dari anak muda tentang budaya, meskipun saat ini banyak anak muda di prajurit
71 sendiri. F menyarankan agar anak muda dapat mengimbangi modern
dengan budaya leluhur.
C. Analisis Data
Analisis data dilakukan sesuai dengan yang sudah dipaparkan pada bab III bagian prosedur analisis data. Berikut ini adalah hasil analisis yang
dilakukan peneliti kepada ketiga informan penelitian :
1. Valence
Valence adalah salah satu dari ketiga poin yang merupakan asumsi pokok dari sebuah motivasi yang berbentuk hadiah, hasil, bobot yang
didapatkan berkat kekuatan kinerja seseorang. Adanya valence dapat mendukung motivasi seseorang memilih suatu pekerjaan dan kinerja
tertentu. Namun dari hasil wawancara kepada ketiga informan, valence ternyata bukan hal yang melulu diutamakan karena ketiganya lebih
memikirkan tercapainya sebuah tujuan yaitu menjadi prajurit dan melestarikan budaya. Meskipun valence itu ada, tetapi keikhlasan
mengabdi pada diri seorang prajurit muda menjadi yang utama dan valence itu sendiri dianggap sebagai point plus selama menjadi prajurit.
Berikut ini peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan 3 indikator dari valence yaitu adanya hasil, penghargaan, dan nilai :
a. Hasil
Adanya hasil yang diperoleh oleh ketiga informan juga merupakan indikator dari valence yang menunjukkan apakah
72 seseorang terutama prajurit keraton akan semakin termotivasi
dengan adanya hasil tertentu. Ketiga informan memiliki jawaban yang berbeda mengenai hasil yang diperoleh. A lebih memandang
hasil yang ia peroleh berupa kepuasan batin karena panggilan jiwanya sudah tersalurkan dengan masuk menjadi prajurit keraton.
Panggilan jiwa yang tersalurkan ini sama halnya dengan hobi yang tersalurkan.
“Ya yang paling mendasar itu kaitannya dengan panggilan jiwa,
ketika panggilan jiwa itu tersalurkan dengan maksimal yang didapat adalah kepuasan batin. Itu yang mendasar. Sama halnya
kaya hobi. Kadang malah bukan uang malah tombok malah kan ada. Ya kepuasan batin kaya hobi tersalurkan gitu” A 1437-1446
A memaknai panggilan jiwa sebagai suatu keinginan yang akan diwujudkan dengan perbuatan-perbuatan agar dapat
merasakan kepuasan apabila yang diinginkan tercapai. Keinginan A adalah mengabdikan diri pada raja dan kraton. Pengabdiannya
ini merupakan cara agar A mendapat kepuasan batin. Hal ini dibuktikan pada lampiran halaman 184.