42 1751. Abdi dalem Mantri Lebet Mantri Jero, Pen bernama Wiradigda
dan Prawirarana berhasil membunuh Mayor Clereq komandan serdadu Belanda. Pada zaman dahulu prajurit digunakan untuk maju berperang
dan mendirikan benteng pertahanan dengan strategi dan taktik serta senjata lengkap yang sudah dipersiapkan dengan matang. Guna peperangan itu
sendiri adalah untuk mempertahankan kerajaan dengan menunjukkan kekuatan militernya.
Peneliti menyimpulkan fungsi dan tugas prajurit pada zaman dahulu yaitu prajurit digunakan untuk mempertahankan kerajaan dan
tugasnya untuk maju berperang.
2. Perubahan Dari Kesatuan Prajurit Taktis Ke Prajurit Seremonial
Beserta Tugas dan Fungsi Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sekarang
Setelah Inggris
menyerbu dan
mengalahkan Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat, Hamengku Buwono III menandatangani surat perjanjian dengan Raffles yang memaksa prajurit Keraton tidak lagi
diperbolehkan dalam format sebagai angkatan perang seperti sebelumnya dan kualitasnya diperlemah untuk melakukan gerakan militer. Pada masa
pemerintahan HB IV, prajurit Mantrijero, Ketanggung, dan Nyutra yang awalnya berada di dalam benteng kemudian berkurang jumlahnya dan
tidak lagi bermukim di dalam benteng pertahanan melainkan di luar benteng Keraton. Saat itu di bagian sebelah barat dari paling utara ke
43 selatan benteng bermukim prajurit Wirabraja, Ketanggung, Patang Puluh,
Bugis, dan Suranggama. Bagian selatan ke arah timur bermukim prajurit Dhaeng, Jagakarya, Mantrijero, Prawiratama. Kemudian di bagian timur
ke utara bermukim prajurit Surakarsa dan Nyutra. Di bagian utara terdapat pemukiman prajurit Jager, sedangkan prajurit Langenastra dan Langenarja
tetap berada di dalam benteng tepatnya di timur alun-alun selatan. Sampai saat ini lokasi penempatan prajurit masih dapat dilacak dengan nama-nama
toponim kampungnya. Pada masa pemerintahan HB V paska perlawanan Pangeran
Dipanegara, Keraton mengalami penekanan politik dan aneksasi dari Belanda sehingga jumlah prajurit berkurang sangat banyak sebab
fungsinya tidak lagi dilikuidasi seperti yang terjadi pada prajurit Mandrapratama, Yudapratama, Setabel, dan Langenkusuma. Jumlah
bregada yang tadinya lebih dari 15 lebih bahkan sampai 26 bregada, saat itu menjadi 13 dan setiap kesatuan berkurangnya sampai 75 persen. Pada
masa pemerintahan HB VI sampai HB VIII, tersisa 12 bregada dan fungsi prajurit bergeser dari yang tadinya prajurit pertahanan keamanan sekarang
menjadi prajurit seremonial Keraton dan atraksi budaya bagi kepentingan pariwisata budaya.
Pada masa Sultan Hamengku Buwono I-IX, urusan prajurit masuk ke dalam Kawedanan Hageng Punakawan yang anggotanya menjadi abdi
dalem penuh. Saat ini bregada-bregada prajurit Keraton berada dibawah Pengageng Tepas Keprajuritan. Lembaga ini berdiri pada tanggal 2 Maret
44 1971 atas prakarsa BRM Herdjuna Darpita, RM. Tirun Marwita, Karebet
Sutardi, RM. Mudjanat Tistama, KRT Brajanegara, dan RB. Niti Gumito; dengan persetujuan Sultan Hamengku Buwono IX. Setelah sempat
dibubarkan oleh Sultan Hamengku Buwono IX, tahun 1956 dihidupkan kembali satu demi satu dari prajurit Dhaeng dan saat ini pemerintahan
Sultan Hamengku Buwono X terdapat 10 bregada prajurit. Pemilihan nama pasukan yang ada tidak sekedar berkaitan dengan afiliasi pasukan
melainkan ada landasan filosofinya, misalnya nama Wirabraja dan Prawiratama ini dipilih karena berhubungan dengan kewiraan dan
kemiliteran. Pucuk tertinggi dari keseluruhan bregada prajurit Keraton adalah
seorang Manggala atau Manggalayuda Kommandhan Wadana Hageng Prajurit yang dalam menjalankan tugas dibantu oleh Pandhega Kapten
Parentah dengan sebutan Bupati Enem Wadana Prajurit. Tugas Manggalayuda adalah mengawasi dan bertanggungjawab penuh atas
pasukan prajurit, sedangkan tugas Pandhega adalah menyiapkan pasukan- pasukan dengan didampingi oleh Panji Lurah dan seorang bintara
berpangkat Sersan dalam setiap bregada. Namun untuk Bregada Mantrijero dan Wirabraja yang memimpin adalah langsung dari Manggala.
Kini prajurit-prajurit Keraton yang disiapkan oleh komandannya dilibatkan dan berfungsi pada upacara Garebeg Syawal Idul Fitri, Garebeg Besar
Idul Adha, dan Garebeg Mulud Rabi’ulawal serta acara-acara budaya insidental lainnya. Namun, berbagai identitas dan atribut yang dikenakan
45 tetap mempunyai arti dan dapat dimaknai sebagai nilai filosofi tertentu
sesuai konteks budaya yang ada. Berbeda dengan zaman dahulu, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa saat ini prajurit Keraton tugasnya tidak lagi maju berperang namun mengenakan pakaian dan semua atribut prajurit pada zaman dahulu untuk
dilibatkan dalam upacara-upacara adat Keraton sebab fungsinya sekarang menjadi prajurit seremonial Keraton beserta atraksi-atraksi budaya bagi
kepentingan pariwisata budaya.
3. 10 Bregada Prajurit Saat Ini
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta menyatakan bahwa peran prajurit Keraton sebagai suatu kelengkapan dalam upacara-
upacara yang dilakukan oleh Keraton dan beberapa kegiatan lain seperti menyambut tamu agung dari luar negeri yang berkunjung serta menunjang
kesuksesan pariwisata Kota Yogyakarta. Suwito dkk 2009 serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta 2015 menjelaskan tentang
10 Korp atau bregada prajurit yang ada saat ini, yaitu : a.
Prajurit Wirabraja Makna nama prajurit ini adalah prajurit yang diharapkan daya
magisnya mampu memberi jiwa kepada anggota pasukan ini yakni wira berani dan braja tajam sebab prajurit ini dikenal sebagai
prajurit yang sangat berani, peka, dan pantang menyerah sebelum musuh dikalahkan serta berani membela kesucian atau kebenaran.