Perkataan “minta maaf” Aspek meminta maaf
menyesali perbuatannya itu, tidak terlintas di pikiran responden Y untuk mengatakan minta maaf karena telah
membuat M menangis dan ketakutan pada saat itu. Terkait hal tersebut, responden mengutarakan alasan utama dirinya
tidak mengatakan minta maaf adalah karena untuk mengatakan minta maaf dibutuhkan kesadaran.
“Tapi saat saat tertentu ya namanya manusia tidak ambil pusing, tapi dimana ada kesadaran minta
maaf ya minta maaf. “responden Y,B229-231.
Dari perkataan responden Y diatas membuktikan bahwa pada saat responden Y menghukum anaknya adalah
reaksi spontan dan responden Y tidak ingin ambil pusing untuk mengatakan maaf karena telah memarahi sekaligus
menghukum anaknya yang sedang berusia 7 tahun. Pernyataan tersebut diatas juga menunjukan bahwa menurut
responden Y sebagai ayah yang bersuku Jawa, untuk mengatakan minta maaf harus memiliki kesadaran akan
rasa bersalah terlebih dahulu. Selain itu, responden Y melakukan perilaku menghukum adalah dengan alasan
untuk memberikan efek jera kepada anaknya yang masih berusia 7 tahun berupa melarangnya masuk ke dalam
rumah, agar M tidak melakukan perilakunya lagi.
Hal tersebut dinyatakan responden Y dalam wawancara : “Tidak teringat, kalau seperti itu ... harus ngomong
seperti itu, saya anggap itu sudah pemahaman saya waktu itu
lo, sudah sewajarnya lah memberi suatu ..
eee .. apa, bukan pendidikan ya tapi memberikan suatu peringatan pada anak itu supaya tidak
melakukan dengan cara tidak melukai “responden
Y, B104-106. Dari
pernyataan diatas,
respondenY berpendapatbahwa setelah responden Y memberikan efek
jera kepada anaknya, dirinya tidak tahu dirinya harus berkata maaf.Hal tersebut karena menurut responden Y,
sudah sewajarnya orang tua memberikan efek jera kepada anaknya dalam batasan tidak melukai.Perkataan responden
Y diatas juga membuktikan bahwa perkataan tersebut merupakan pembenaran dari perilaku menghukum yang
dilakukan oleh responden Y sebagai seorang Ayah bersuku Jawa kepada anaknya M. Hal tersebut membuat
responden Y merasa perilaku menghukum anaknya ketika itu adalah perbuatan yang benar dan tidak salah. Walaupun
setelah kejadian tersebut M tidak pernah melakukan perbuatannya lagi, responden Y tidak dapat melupakan
tangisan dan badan M yang gemetar karena merasa sangat ketakutan ketika dirinya memarahi M.
Akan tetapi, hanya dengan ingatan tersebut tidak cukup untuk responden Y mengatakan minta maaf kepada
M karena telah membuatnya menangis dan ketakutan. Akhirnya daripada mengatakan minta maaf, responden Y
memilih untuk mengingatkan kembali M agar dirinya tidak melakukan perilaku yang membuat responden Y marah lagi
kepadanya, seperti yang dikatakan oleh responden Y dalam wawancara dibawah ini :
“Ya kembali lagi, orang tua memberi tahu yang seperti itu jangan dilakukan lagisupaya bapak ibu
tidak marah, untuk diingatkan kembali agar jangan melakukan lagi
. “responden Y, B95-96
Dari perkataan responden Y diatas sekaligus menyatakan bahwa menurut responden Y, sebagai orang
tua lebih mementingkan melakukan tindakan preventif pada perilaku anak yang dapat menyebabkan orang tua berbuat
kesalahan daripada
orang tua
sendiri mengakui
kesalahannya dan meminta maaf. Meskipun responden merasa mengatakan minta
maaf itu baik, Y sebagai seorang ayah merasa hal tersebut dapat digantikan dengan cara melupakan dan melakukan
perubahan perilaku seperti tidak melakukan kesalahan yang sama. Hal tersebut tercantum dari pernyataan responden Y:
“Ya biasa dengan anak ya terus kembali ..eee .. rasa kasih sayang, itu ya sudah terus dilupakan lah ...
dan itu sudah tidak terulang lagi, anak-anak ya sudah kapok.
“responden Y, B82-83
Selain itu, responden Y sebagai ayah yang bersuku Jawa berpendapat bahwa perilaku minta maaf kepada anak
dapat digantikan dengan perilaku lain seperti pelukan dan gendongan
. Pendapat responden Y tersebut tertulis dalam wawancara dibawah ini :
“Tidak kepikiran sampai kesitu ya, tidak ada ... ya tidak tahu, tidak ada suatu pemikiran sampai
kesitu memang itu baik
sebetulnya. Tapi pada saat itu saya anggap selesai lah dengan saya memberikan suatu
pelukan saya gendong, pemahaman yang seperti
itu .
“responden Y, B129-131 Perkataan
responden Y
diatas sekaligus
memberikan fakta bahwa responden Y lebih sering melakukan perilaku melupakan dan perubahan perilaku
seperti memberikan pelukan atau gendongan dibandingkan mengatakan kata minta maaf kepada anaknya setelah
dirinya melakukan kesalahan. Fakta tersebut dikuatkan dengan pendapat yang dinyatakan oleh responden Y :
“Saya kira identik ya, artinya minta maaf dengan memberikan kasih sayang jauh lebih
mengena kalau diberi kasih sayang, karena ini ada suatu ikatan
batin, kalau dengan suatu ... apa ... tindakan kita itukan lebih
mengena, jadi hubungan batin lebih dekat daripada
bilang maaf. “responden Y, B204-
206. Pendapat dari responden Y tersebut diatas semakin
memperlihatkan secara jelas bahwa menurut Y yang merupakan seorang ayah bersuku Jawa, pelukan lebih
unggul dari pada berkata minta maaf setelah berbuat kesalahan dalam hal pemberian efek kasih sayang. Dirinya
sekaligus mengakui bahwa responden Y lebih sering melakukan perilaku memeluk anak daripada meminta maaf
kepada anak setelah dirinya melakukan kesalahan.