Kekuatan sosial Faktor yang mempengaruhi

didalam keluarga, responden Y mengatakan bahwa sudah wajar apabila orang tua memiliki kesalahan kepada anak, untuk meminta maaf kepada anaknya. Seperti yang dikatakan oleh responden Y dalam wawancara : “Kalau saya pribadi tidak, tidak ada yang aneh. Itu sudah suatu hal yang wajar, jangan mentang- mentang kamu sebagai orang tua, yang muda itu selalu minta maaf atau selalu salah. ”responden Y, B139-140. Dari perkataan responden diatas sekaligus membuktikan bahwa kekuatan sosial tidak mempengaruhi perilaku meminta maaf kepada anak, walaupun seorang ayah dan istri memiliki kuasa didalam keluarga untuk mendidik anak. Seperti yang dikatakan responden Y sebelumnya. Akan tetapi, ada satu ketika Y mengatakan bahwa anak masih kecil dengan kata lain Y berpendapat bahwa anak adalah figur yang masih belum tahu banyak tentang perilaku meminta maaf ketika salah. Hal tersebut dinyatakan oleh responden Y dalam wawancara : “Karena ini juga kategori anak ini masih kecil. Dia sendiri belum tau kalau saya itu salah saya harus mengucapkan maaf ”responden Y, B213-214. Dari pernyataan tersebut, secara langsung responden Y menyatakan bahwa seorang anak adalah figur yang masih kecil, yang belum mengerti kapan dan seharusnya mendengar kata maaf. Bagi responden Y, ketika anak masih kecil yang dibutuhkan adalah sebuah peringatan yang digunakan agar anaknya tidak berbuat sesuatu yang menyebabkan responden Y berbuat kesalahan seperti marah dan menghukum yang pada akhirnya disesali oleh responden Y sendiri. Hal tersebut tercantum dalam perkataan responden Y : “Ya kembali lagi, orang tua memberi tahu yang seperti itu jangan dilakukan lagisupaya bapak ibu tidak marah, untuk diingatkan kembali agar jangan melakukan lagi . “responden Y, B95-96 Perkataan responden Y diatas semakin meyakinkan bahwa dalam diri responden Y, fokus dalam hidupnya adalah anaknya, terlihat dari berbagai perkataannya yang menyebutkan alasan dirinya marah atau melakukan kesalahan adalah dari sebab perilaku anaknya. Dari hal tersebut, kekuatan sosial seorang ayah yang bersuku Jawa kepada anak ternyata dapat mempengaruhi dalam hal meminta maaf kepada seorang anak. Sehingga dari beberapa alasan tersebut, disimpulkan bahwa terdapat kontradiksi terhadap apa yang dikatakan oleh Y. Oleh sebab itu, peneliti menyimpulkan bahwa responden Y merupakan orang yang idealis terkait hal ini, Y berpendapat bahwa seorang ayah, kepala keluarga tidak seharusnya egois dan berkuasa di dalam keluarga, namun dalam kenyataannya, Y menganggap anak kecil adalah figur yang masih belum tau banyak tentang perilaku meminta maaf ketika salah. 2.3 Jenis kelamin Terkait dengan faktor jenis kelamin yang dapat mempengaruhi perilaku meminta maaf kepada anak, respondenY sebagai seorang pria sekaligus suami merasa bahwa kita manusia sudah seharusnya meminta maaf kepada siapapun ketika merasa salah. Seperti yang dikatakan oleh responden Y dalam wawancara : “Bahwa selama kamu masih hidup, kesalahan itu selalu ada, maka kita harus selalu menyadari kalau kita merasa salah, ya kita harus minta maaf, dengan siapapun .. gitu lo”responden Y, B140-142. Dari pernyataan tersebut diatas membuktikan bahwa menurut responden Y, faktor jenis kelamin sama sekali tidak berpengaruh terhadap perilaku meminta maaf kepada anak.

3. Fungsi atau manfaat

3.1 Memperbaiki relasi

Y tidak menyebutkan perilaku minta maaf kepada anak dapat berfungsi sebagai perbaikan dari relasi yang renggang.

3.2 Menunjukan hormat

Dalam wawancara, Y tidak menyebutkan perilaku minta maaf kepada anak dapat menunjukan rasa hormat. 3.3 Perbaikan masalah Responden berpendapat bahwa dengan meminta maaf, responden ingin membuat anaknya sadar walaupun responden salah, responden masih sayang pada anaknya.Oleh sebab itu, responden menggunakan perilaku meminta maaf dengan tujuan memperbaiki masalah dengan anaknya. Hal tersebut tercantum dalam perkataan responden Y dalam wawancara : “Ya biasanya kan nasihat. Nasihat yang diberikan pada perilaku yang kurang baik disampaikan agar tidak melakukan perilaku itu lagi. Jadi ya untuk memperbaiki kesalahannya, karena itu juga mengembalikan kepercayaan diri kalau orang tua sekalipun marah masih sayang.” responden Y, B219-221 Perkataan responden Y diatas menyebutkan bahwa dirinya melakukan perilaku meminta maaf kepada anaknya untuk memperbaiki kesalahannya. Perilaku meminta maaf tersebut dipercaya oleh responden Y sendiri dapat menumbuhkan kepercayaan diri seorang anak, yang sekalipun dirinya sebagai ayah marah kepada anaknya, responden Y masih memiliki rasa sayang.

3.4 Mengantisipasi masalah

Didalam wawancara, respondenY berpendapat bahwa terdapat unsur pendidikan didalam perilaku meminta maaf kepada anak. Hal tersebut menurut responden Y dapat menjadi bentuk antisipasi dari masalah yang mungkin terjadi apabila tidak meminta maaf. Seperti yang dikatakan oleh responden Y ketika diberikan pertanyaan yang menanyakan pendapatnya tentang ayah yang meminta maaf kepada anaknya : “Baik, memang seharusnya seperti itu, jadi itu jugakan unsur pendidikan juga. ”responden Y, B110. Dalam perkataan responden Y diatas, responden Y mengatakan tentang pendidikan. Pendidikan yang dimaksud oleh responden Ytersebut adalah, ayah dapat menjadi contoh bagi anaknya agar berani memunculkan perilaku meminta maaf kepada siapapunketika melakukan kesalahan tidak memandang itu seorang ayah kepada anaknya, atau anak kepada orang tua. Hal ini juga berkaitan dengan perkataan responden Y dalam wawancara : “Otomatis anak akan mengingat bahwa orang tuaku saja minta maaf pada aku kok, kalau aku salah .... itu akan otomatis di simpan di memori mereka untuk bisa diterapkan kalau saya jadi orang tua besok, ini secara tidak langsung menjadi pendidikan untuk anak-anak, kan gitu ”responden Y,B151-154. Perkataan disebut diatas menyimpulkan bahwa sebagai ayah bersuku Jawa, responden Y berpendapat bahwa memunculkan perilaku meminta maaf kepada anak dapat berfungsi untuk mengantisipasi masalah. Mengantisipasi masalah yang dimaksudkan disini adalah dengan cara memberikan unsur pendidikan yakni sebagai contoh kepada anak, untuk berani mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada siapapun itu agar kelak tidak memunculkan masalah yang lain. Berkaitan dengan pendidikan, respondenY juga memberikan sebuah pendapat bahwa, segala fenomena yang terjadi di remaja seperti tawuran adalah akibat dari keegoisan orang tua karena tidak mau mengatakan minta maaf ketika salah kepada anaknya. Hal ini tercantum dalam perkataan responden Y yang mengatakan :