Sistem Dasar Rantai Pasok Kentang

45 setahun. Cadangan konsumsi kentang merupakan stok kentang berupa penyisihan produksi dan penyimpanan kentang yang berfungsi sebagai cadangan untuk keperluan konsumsi. Cadangan kentang pada dasarnya menjadi beban pemerintah menyangkut biaya pengadaan, penyimpanan, penyusutan dan distribusi. Pasokan kentang nasional sangat tergantung pada luas panen tanaman kentang, sedangkan luas panen kentang tergantung pada luas tanam kentang oleh petani sebagai pemasok. Tingkat produksi kentang sangat dipengaruhi oleh kualitas bibit kentang yang dipakai. Tanaman kentang merupakan tanaman yang sangat sensitif terhadap kecukupan unsur hara dalam proses pertumbuhan dan pembuahannya, disisi lain penambahan luas lahan akan memperbesar kebutuhan akan pupuk, dan karena keterbatasan kemampuan petani menyediakan pupuk sesuai dengan anjuran. Pemakaian pestisida yang berlebihan dapat menyebabkan hama menjadi resisten terhadap pestisida. Luas lahan kentang terus mengalami peningkatan dari tahun 2007 seluas 62.375 Ha menjadi 64.518 Ha pada 2012 dengan produktivitas rata-rata 16 ton per hektar. Produksi kentang tahun 2007 sebesar 1,003 juta ton menjadi 1,068 juta ton pada tahun 2012. Produksi kentang nasional tertinggi dalam kurun waktu enam tahun kebelakang terjadi pada tahun 2009 dengan jumlah produksi sebesar 1,176 juta ton, sedangkan produksi kentang terendah terjadi pada tahun 2011 dengan jumlah produksi sebesar 955,4 ribu ton. Produksi kentang nasional masih belum mencukupi kebutuhan kentang dalam negeri, sehingga pemerintah mengambil kebijakan impor kentang. Jumlah impor kentang selama kurun waktu enam tahun terakhir mengalami peningkatan, dari 5.559 ton tahun 2007 menjadi 100.127 ton 46 pada tahun 2012. Produktivitas industri kentang tidak mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Pihak konsumen adalah jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2011 sebanyak 207,8 juta jiwa. Perkembangan penduduk Indonesia tergantung pada laju kelahiran dan kematian penduduknya. Penduduk Indonesia yang besar juga menentukan jumlah konsumsi kentang. Penyediaan kentang sebagian besar digunakan untuk bahan makanan, presentasenya lebih dari 90 dari total peyediaan. Konsumsi tertinggi kentang Indonesia menurut data Susenas tahun 2012 periode 2002-2012 konsumsi rumah tangga terjadi pada tahun 2007 sebesar 2,086 kgkapitatahun, sedangkan konsumsi terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 1,460 kgkapitatahun atau turun sebesar 6,67 dibandingkan tahun sebelumnya.

5.1.2 Permasalahan Industri Kentang Nasional

Produksi kentang di Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan dengan produksi kentang Eropa yang rata-ratanya mencapai 25,5 ton per hektar, produksi rata-rata kentang di Indonesia hanya sekitar 16 ton per hektar. Beberapa kendala produksi kentang yang masih perlu ditangani diantaranya: mutu benih yang kurang baik terinfeksi virus, teknologi bercocok tanam yang belum memadai, serta iklim yang kurang mendukung. Penanganan pasca panen yang kurang baik dapat menyebabkan kerusakan umbi kentang sebesar 2-10 serta menimbulkan bagian terbuang sekitar 10 persen. Beberapa kendala yang menyebabkan kurang berhasilnya usaha petani kentang adalah karena rendahnya kualitas bibit yang dipakai sedangkan untuk memperoleh bibit yang bebas virus sangat sulit, teknik bercocok tanamnya yang kurang baik. Pemupukan dan 47 pengendalian hama dan penyakit yang kurang intensif serta tingginya biaya produksi, terutama untuk bibit Widjajatun, 1985. Budidaya kentang harus diusahakan di lahan yang sesuai, agar dapat tumbuh dan berproduksi optimal. Kesesuaian lahan pada prinsipnya ditentukan oleh kecocokan antara kualiatas lahan dengan persyaratan tumbuh tanam. Produksi kentang di Indonesia tersebar di beberapa provinsi seperti Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Republik Indonesia, 2013. Kentang dapat tumbuh dengan subur pada dataran tingggi dengan minimal ketinggian 1.000 m dpl. Kendala dalam budidaya kentang di dataran tinggi selain terbatasnya area tanam dapat juga menyebabkan erosi dan merusak kelestarian alam. Kentang di Indonesia pada umumnya dibudidayakan di dataran tinggi, hal ini menjadi kendala dalam menjaga kelestarian alam. Pengusahaan kentang di dataran tinggi terus-menerus dapat merusak lingkungan, terutama terjadinya erosi dan menurunkan produktivitas tanah. Perluasan penanaman kentang di dataran medium merupakan salah satu langkah alternatif yang dapat diupayakan khususnya di lahan sawah tadah hujan untuk membantu peningkatan pendapatan petani di daerah tersebut Subhan dan Asandhi, 1998. Teknologi budidaya kentang di lahan sawah dataran medium Kabupaten Sleman Yogyakarta menghasilkan usaha budidaya kentang di dataran medium beradaptasi dengan baik, produksi cukup tinggi dan layak dikembangkan Balai Pangkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, 2004.