Ketahanan Pangan TINJAUAN PUSTAKA

8 Menurut PP No. 68 tahun 2002 ketahanan pangan pada tingkat nasional dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, baik secara kualitas maupun kuantitas yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya lokal. Ketahanan pangan secara mikro dapat diartikan terpenuhinya kebutuhan pangan setiap rumah tangga untuk menjalani hidup yang sehat dan aktif. Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional, daerah, hingga rumah tangga. Aspek keberlanjutan ketahanan pangan yang identik dengan kebijakan dan strategi peningkatan kemandirian pangan nasional merupakan hal yang harus diperhatikan. Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu dalam stabilitas nasional suatu negara, baik di bidang ekonomi, keamanan, politik dan sosial. Ketahanan pangan merupakan program utama dalam pembangunan pertanian saat ini dan masa mendatang. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersediaanya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ukuran ketahanan pangan dari sisi swasembada kemandirian dapat dilihat dari ketergantungan ketersediaan pangan nasional pada produksi pangan dalam negeri. Konsep swasembada kemandirian diskenariokan sebagai kondisi dimana kebutuhan pangan nasional minimal 90 persen dipenuhi dari produksi dalam negeri Suryana, 2004. Konsep ketahanan pangan food security lebih luas dibandingkan dengan konsep swasembada pangan, yang hanya berorientasi pada aspek fisik kecukupan 9 produksi bahan pangan Arifin, 2004. Ketahanan pangan minimal mengandung dua unsur pokok, yaitu ketersediaan pangan dan aksestabilitas masyarakat terhadap pangan tersebut. Salah satu dari unsur diatas tidak terpenuhi, maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik. Ketahanan pangan masih dikatakan rapuh jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional. Aspek distribusi bahan pangan sampai ke pelosok rumah tangga pedesaan yang mencakup fungsi tempat, ruang dan waktu juga tidak kalah pentingnya dalam upaya memperkuat strategi ketahanan pangan.

2.2 Manajemen Rantai Pasok

Supply Chain Management Supply Chain Management SCM atau disebut juga manajemen rantai pasok adalah suatu pengelolaan terhadap aliran material dan aliran informasi serta modal yang mengikutinya dari awal sampai akhir mata rantai bisnis untuk mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan setiap entitas di dalam rantai pasok tersebut. Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam rantai tersebut tidak bisa berdiri sendiri karena mereka saling berkaitan satu dengan yang lain, seperti pengadaan material, pengubahan material menjadi barang setengah jadi atau barang jadi dan distribusi serta penyimpanan apabila diperlukan. Aktivitas dalam SCM terdiri dari pengadaan, pengubahan dan distribusi. Pengadaan merupakan aktivitas yang dilakukan mendapatkan bahan baku seperti membeli, mengadakan kerjasama dengan supplier atau membuat sendiri bahan baku yang dibutuhkan perusahaan. Pengubahan adalah aktivitas pemberian nilai tambah pada input menjadi output melalui proses produksi dan distribusi merupakan proses transportasi produk sampai ke tangan konsumen. 10 Manajemen rantai pasok yang bersangkutan dengan manajemen arus barang dan informasi melalui rantai nilai dari bahan akuisisi untuk konsumsi akhir. Manajemen rantai pasok adalah tentang mendapatkan produk yang tepat, dalam jumlah yang tepat, pada kualitas yang tepat, di tempat yang tepat pada waktu yang tepat, untuk pelanggan yang tepat pada waktu yang tepat. Manajemen rantai pasok mengambil banyak fungsi bisnis seperti peramalan, manajemen persediaan, manajemen pembelian, manajemen gudang, teknologi informasi dan manajemen transportasi. Keberhasilan SCM terletak pada kemauan untuk berbagi informasi dan koordinasi antar unit atau fungsi atau sub sistem dalam sebuah sistem rantai pasok. Berbagi informasi tidak hanya dapat mengurangi biaya tetapi keuntungan ekonomi yang paling utama adalah terciptanya koordinasi pengambilan keputusan dalam rantai pasok Sahin dan Robinson, 2005. Koordinasi pada rantai pasok dapat ditingkatkan apabila setiap aktivitas pengambilan keputusan bersama untuk meningkatkan laba total rantai pasok. Aliran informasi yang bergerak di dalam rantai pasok mengalami distorsi karena tidak semua informasi yang lengkap dibagikan kepada aktivitas lain. Kesenjangan dalam koordinasi lack of coordination akan mengakibatkan kinerja rantai pasok rendah. Ketidaksesuaian antara permintaan dan pasokan mengakibatkan timbulnya biaya karena di luar persediaan, pengiriman, iklan, persiapan penjualan, dan kelebihan inventori. Sebaliknya, dengan adanya koordinasi yang baik dalam rantai pasok akan memberikan manfaat meliputi menghilangkan kelebihan inventori, pengurangan waktu, meningkatkan penjualan, meningkatkan pelayanan, kegiatan pengembangan produk yang efektif,