1. Rentang waktu yang digunakan dalam analisis ini sangat tergantung pada keberadaan data yang akan dianalisis, sehingga analisis ini bersifat statis dan
kurang dapat memproyeksikan fenomena yang akan terjadi setelah tahun analisis.
2. Untuk menganalisis keadaan perekonomian suatu wilayah, hanya satu indikator yang dapat dipergunakan dan tidak dapat dipergunakanberbagai
indikator ekonomi secara bersamaan, misalnya berdasarkan PDRB dengan mengkombinasikannya dengan indikator lain, seperti tingkat upah dan
penyerapan tenaga kerja pada berbagai sektor perekonomian. Pada penelitian ini, analisis Shift Share dipergunakan untuk
membandingkan pertumbuhan perekonomian Kabupaten Asahan sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah dengan daerah atasnya Propinsi
Sumatera Utara. Variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah nilai tambah masing- masing sektor Kabupaten Asahan dan Propinsi Sumatera Utara
yang dibagi menjadi dua periode yaitu, sebelum otonomi dipergunakan data PDRB Tahun 1995-1999 dan pada masa otonomi daerah digunakan data PDRB
Tahun 2000-2004 menurut harga konstan tahun 1993.
a. Indeks Rasio Pertumbuhan Daerah
Indeks rasio pertumbuhan daerah didasarkan pada perbandingan antara PDRB tahun akhir analisis dengan PDRB tahun dasar analisis. Sehingga akan
diperoleh nilai Ra, Ri dan Ri. Nilai-nilai tersebut dipergunakan untuk mengetahui perkembangan sektor perekonomian pada daerah analisis Kabupaten Asahan
dengan daerah atasnya. 36
1. Indeks rasio Ra Rasio Ra diperoleh dengan membandingkan antara jumlah total PDRB
Propinsi Sumatera Utara pada tahun dasar analisis. Rasio ini memperlihatkan besarnya perubahan PDRB yang terjadi berdasarkan harga konstan.
2. Indeks Rasio Ri Ri menunjukkan perubahan suatu sektor i dalam PDRB di propinsi
Sumatera Selatan berdasarkan harga konstan. Rasio Ri merupakan perbandingan antara jumlah total sumbangan sektor i terhadap PDRB pada tahun akhir analisis.
Nilai ini menunjukkan besarnya perubahan setiap sektor perekonomian Kabupaten Asahan pada periode waktu tertentu.
b. Profil Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto PDRB
Dengan mengana lisis data-data komponen pertumbuhan proporsional PP dan komponen pertumbuhan Pertumbuhan Pangsa Wilayah PPW, dapat dilihat
bagaimana profil pertumbuhan PDRB di suatu daerah. Caranya dengan memplotkan data-data tersebut ke dalam sumbu vertikal dan horizontal, yang
kemudian diinterpretasikan. Komponen pertumbuhan proporsional diletakkan pada sumbu horizontal sebagai absis, dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah
pada sumbu vertikal, sebagai ordinat. 37
Gambar 1. Profil Pertumbuhan PDRB
Sumber: Budiharsono, 2001
a. Kuadran I menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki pertumbuhan yang cepat dan mampu bersaing dengan wilayah lain
untuk sektor-sektor yang sama. Karena PP dan PPW pada kuadran ini bernilai positif, maka nilai pergeseran bersihnya juga positif PB 0. Sehingga sektor
dalam kuadran ini termasuk dalam kelompok sektor yang pertumbuhannya progresif maju.
b. Kuadran II menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki pertumbuhan yang cepat, tetapi pertumbuhan sektor tersebut tidak
didukung oleh daya dukung wilayah. Karena sektor tersebut kurang mampu bersaing dengan wilayah lain. Pada kuadran ini nilai PB sektor dapat bernilai
positif PB 0 ataupun negatif PB 0. Sehingga pengelompokan sektor pada kuadran ini sangat ditentukan oleh selisih antara nilai PP dan PPW.
c. Kuadran III menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki pertumbuhan yang lamban dan tidak mampu bersaing dengan
45
PB
.j
=o
Kuadran II Kuadran III
Kuadran IV
PPW PP
Kuadran I
38
wilayah lain pada sektor yang sama. Sehingga nilai PB pada kuadran ini selalu bernilai negatif, yang memperlihatkan bahwa sektor-sektor tersebut termasuk
dalam kelompok yang pertumbuhannya lamban. d. Kuadran IV menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian pada suatu
wilayah memiliki pertumbuhan yang lamban. Namun sektor tersebut memiliki daya dukung wilayah dibandingkan wilayah lain untuk sektor yang sama.
Sehingga potensial untuk dikembangkan. Pada kuadran ini sama halnya dengan Kuadran II nilai PB dapat bernilai positif atau negatif, tergantung dari
selisih nilai PP dan PPW. e. Pada Kuadran II dan IV terdapat garis diagonal yang memotong kedua
kuadran tersebut, yang merupakan garis PB = 0. bagian atas garis diagonal mengindikasikan bahwa suatu sektor termasuk dalam kelompok sektor yang
pertumbuhannya progresif, sedangkan bila berada di bawah garis berarti sektor tersebut termasuk kelompok yang pertumbuhannya lamban.
3.1.2 Analisis Location Quotient LQ
Dalam pelaksanaan pembangunan suatu wilayah, pengembangan basis ekonomi wilayah, terutama kabupatenkota seiring sangat penting dengan
berjalannya otonomi daerah, agar dapat meningkatkan dan menunjang aktivitas pereonomian daerah. Penentuan sektor basis ini berguna untuk menentukan sektor
apa saja yang bisa dijadikan prioritas dalam pembangunan serta kegiatan basis suatu daerah.
Alat analisis yang biasa digunakan untuk mengetahui suatu sektor merupakan basis atau non basis adalah metode Location QuotientLQ. Metode
ini membandingkan kemampuan suatu sektor dalam daerah analisis dengan sektor 39
yang sama yang ada di daerah yang lebih luas atasnya. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah:
1. Penduduk di wilayah analisis ini mempunyai pola permintaan yang sama
dengan pola permintaan penduduk daerah atasnya. 2.
Permintaan wilayah akan suatu barang akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah, sedangkan kekurangannya adiimpor dari luar daerah.
Berdasarkan asumsi tersebut diatas menyebabkan adanya kekurangan dari model analisis ini. Menurut Glasson kelemahan teori ini diantaranya:
1. Adanya perubahan lokasi harus disesuaikan dengan basis dan non basis.
2. Perubahan arus pemasukan modal seperti investasi pemerintah pusat kepada
daerah yang bersangkutan dapat mengurangi peranan dari ekspor sektor basis. 3.
Kebocoran wilayah berupa tabungan, pajak dan impor konsumsi langsung akan dapat mengurangi peranan sektor basis.
4. Pertumbuhan wilayah dapat terjadi tidak hanya karena pengaruh ekspor,
tetapi dapat juga karena adanya investasi secara besar-besaran oleh pemerintah pusat, migrasi, substitusi impor dan peningkatan efisiensi sektor
non basis. Walaupun memiliki kekurangan dan keterbatasan seperti tersebut diatas,
teori basis ekonoi tetap relevan dalam analisis dan perencanaan regional, karena dapat menjelaskan struktur ekonomi suatu daerah yang diakibatkan oleh kegiatan
basis. Selain itu teori ini memiliki konsep yang sederhana, mudah diterapkan. 40
3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual
Pada dasarnya pemerintah sudah melihat permasalahan pembangunan yang bersifat sentralistik. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan UU No. 5
Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah yang membahas penguatan peran daerah di dalam pembangunan. Berdasarkan undang-undang itu,
isu desentralisasi hanya merupakan “angin segar” untuk merdam gejolak kedaerahan. Hal ini disebabkan baik pemerintah orde lama maupun orde baru
cenderung menyukai gaya sentralisasi kewenangan, sehingga kalaupun ada desentralisasi dilakukan bertahap per bidang urusan, misalnya untuk sektor
pertanian, lebih dulu diserahkan kepada pertanian rakyat, untuk sektor pendidikan diserahkan kepada pendidikan dasar. Oleh karena itu undang- undang otonomi
daerah saat itu belum memberikan hasil yang maksimal, dan pembangunan yang dilaksanakan malah lebih berifat sentralistik. Pada saat diberlakukannya undang-
undang tersebut masa orde baru, pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab ternyata masih tersendat-sendat, lamban dan dalam beberapa
hal malah mundur karena lebih banyak menitikberatkan kepada penyelenggaraan pemerintahan yang sentralistik daripada desentralistik Nindyantoro, 2004. Oleh
karena itu perlu dikembangkan suatu konsep pengembangan daerah yang lebih menitikberatkan pada keterlibatan involvement kepentingan daerah di dalamnya.
Maka pemerintah mengeluarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan pola otonomi luas general competences yang membawa suasana
dan paradigma baru yang jauh berbeda dengan undang-undang sebelumnya UU No. 5 Tahun 1974. Selanjutnya UU No. 22 Tahun 1999 direvisi menjadi UU No.
33 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang tersebut berpotensi 41
mempengaruhi kondisi perekonomian daerah di seluruh Indonesia seperti perubahan pertumbuhan dan kontribusi sektor-sektor perekonomian.
Dalam ruang lingkup yang lebih kecil, Kabupaten Asahan sebagai penyumbang PDRB terbesar kedua di Propinsi Sumatera Utara cukup
memberikan pengaruh terhadap perekonomian karena Kabupaten Asahan juga mengalami perubahan dalam pertumbuhan ekonominya maupun kontribusi dari
masing- masing sektornya. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikaji pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Asahan sebelum
diberlakukannya otonomi daerah Tahun 1995-1999 dan pada masa otonomi daerah Tahun 2000-2003 dengan menggunakan analisis Shift Share dan sektor-
sektor perekonomian yang menjadi basis perekonomian di Kabupaten Asahan yang dianalisis dengan menggunakan analisis Location Quotient LQ .
Variabel yang digunakan dalam analisis ini adalah Pendapatan Domestik Regional Bruto PDRB Kabupaten Asahan maupun Sumatera Utara atas dasar
harga konstan Tahun 1993 mulai dari Tahun 1995 sampai dengan Tahun 2003. Tahun 1995 dijadikan sebagai tahun awal analisis sedangkan tahun 2003 dijadikan
sebagai tahun akhir analisis. Dalam penelitian ini Analisis Shift Share terdiri dari: 1 analisis PDRB untuk melihat bagaimana laju pertumbuhan dan kontribusi
sektor-sektor perekonomian, 2 analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan dan daya saing sektor-sektor perekonomian,
3 analisis Profil Pertumbuhan Sektor Ekonomi untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian sehingga dapat diketahui sektor-sektor ekonomi apa
saja yang termasuk kedalam kelompok pertumbuhan progresif maju dan kelompok sektor yang pertumbuha nnya lamban. Sedangkan Analisis LQ
42
digunakan untuk melakukan identifikasi sektor-sektor pendukung dan yang menjadi basis pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Asahan sebelum dan pada
masa otonomi daerah. Sebagai implikasi proses perkembangan sektor ekonomi dan adanya penetapan sektor basis dan non basis sebelum dan pada masa otonomi
dareah maka perlu diketahui rekomendasi untuk dijadikan sebagai bahan masukan dalam pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan strategi-strategi
dan pelaksanakan pembanguna n ekonomi yang berkelanjutan. Berikut dapat dilihat bagan kerangka pemikiran analisis penelitian.
43
Keterangan: : Lingkup Analisis
: Alat Analisis : Tidak Dianalisis
Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Konseptual Analisis Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan Daerah
SosialBudaya
UU Otonomi Daerah
UU No.22 Tahun 1999
Politik Ekonomi
Perubahan Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara
Sebelum dan Pada Masa Otonomi Daerah 1995-2004 IlmuTeknologi
Analisis PDRB
Implikasi proses Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi Rekomendasi Untuk Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan
Analisis Komponen Pertumbuhan
Wilayah Profil Pertumbuhan
Sektor Ekonomi
Laju Pertumbuhan, Kontribusi Sektor
Ekonomi Pertumbuhan, Daya
Saing Sektor Ekonomi
Kelompok Sektor Progresif Maju
atau Lamban Kelompok Sektor
yang Bisa Dijadikan Prioritas dalam
Pembangunan
Analisis Shift Share
Analisis LQ
Sektor Basis dan Non Basis
44
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Daerah yang dipilih dalam penelitian mengenai pertumbuhan sektor-sektor perekonomian ini adalah Kabupaten Asahan, Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan
daerah penelitian dilakukan secara purposive sengaja, dengan alasan: 1 Kabupaten Asahan merupakan wilayah penghasil PDRB terbesar kedua di
Propinsi Sumatera Utara setelah Kota Medan, 2 adanya Undang-Undang Otonomi Daerah yang mulai diterapkan di Kabupaten Asahan pada 1 Januari 2000
menyebabkan pemerintah daerah memiliki kewenangan yang lebih luas dalam menggali serta mengembangkan potensi sektor-sektor perekonomian yang ada di
wilayah Kabupaten Asahan, sehingga diperlukan analisis Shift Share untuk mengidentifikasi perkembanganpertumbuhan sektor-sektor perekonomian
tersebut, 3 tersedianya data PDRB setiap sektor di wilayah Kabupaten Asahan sebelum diberlakukannya otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah, serta
data-data pend ukung lainnya yang relatif cukup lengkap jika dibandingkan dengan Daerah Tingkat II lainnya di Propinsi Sumatera Utara, 4 belum adanya
penelitian yang menganalisis pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Asahan sebelum dan pada masa otonomi daerah.
Pengumpulan dan analisis data serta penulisan hasil penelitian dalam bentuk skripsi dilaksanakan mulai bulan Desember 2005 sampai Pebruari 2006.