perbedaan dalam kebijaksanaan misalnya, kebijakan perpajakan, subsidi dan price support dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.
3. Komponen pertumbuhan pangsa wilayah PPW timbul karena peningkatan
atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat atau lambatnya pertumbuhan
suatu daerah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana
sosial dan ekonomi serta kebijakan ekonomi regional wilayah tersebut. Budiharsono, 2001
2.9 Hasil Penelitian Terdahulu
Doni Setiawan 2004 melakukan penelitian mengenai Analisis Pertumbuhan Antar Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara Periode
1993-2002 dengan menggunakan analisis shift share terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara. Hasil Analisis Komponen Pertumbuhan menunjukkan pada
kurun waktu 1993-1997 Kota Medan merupakan daerah yang mempunyai pertumbuhan regional yang paling besar dalam pembentukan PDRB Propinsi
Sumatera Utara sedangkan yang paling kecil adalah kota Sibolga. Berdasarkan laju pertumbuhan, yang paling cepat adalah Kota Pematangsiantar dan yang
paling lambat adalah Kabupaten Langkat. Daerah yang mempunyai daya saing yang paling baik adalah Kota Sibolga dan yang paling rendah adalah Kabupaten
Langkat. Dilihat dari pertumbuhan wilayah, maka yang paling maju adalah Kota Sibolga dan yang paling lambat adalah Kabupaten Langkat.
31
Pada Kurun waktu 1998-2002, Komponen Pertumbuhan menunjukkan pada kurun waktu 1993-1997 Kota Medan masih merupakan daerah yang
mempunyai pertumbuhan regional yang paling besar dalam pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Utara sedangkan yang paling kecil adalah kota Sibolga.
Berdasarkan laju pertumbuhan, yang paling cepat adalah Kota Medan dan yang paling lambat adalah Kabupaten Asahan. Daerah yang mempunyai daya saing
yang paling baik adalah Kabupaten Asahan dan yang paling rendah adalah Kabupaten Langkat. Dilihat dari pertumbuhan wilayah, maka yang paling maju
adalah Kabupaten Asahan dan yang paling lambat adalah Kabupaten Langkat. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ogan Komering Ulu Sebelum dan Pada
Masa Otonomi Daerah dengan menggunakan Analisis Shift Share oleh Zulparina 2004 menyatakan bahwa sebelum otonomi daerah, pertumbuhan aktual
Kabupaten Ogan Komering Ulu OKU cenderung menurun, yaitu sebesar Rp 33.950 juta -2,69 persen. Begitu juga dengan pertumbuhan regional yang
mengalami penurunan sebesar Rp 176.010,02 juta -13,93 persen. Sedangkan pada masa otonomi daerah pertumbuhan aktual Kabupaten OKU dan regional
bernilai positif, yaitu sebesar Rp 173 511 juta 13,45 persen dan Rp 144.133,92 juta 11,17 persen. Sehingga selisih antara kedua nilai tersebut yang merupakan
pertumbuhan bersih Kabupaten OKU memberikan nilai positif, baik sebelum maupun pada masa otonomi daerah, yaitu sebsar Rp 142.060,02 11,24 persen
dan sebesar Rp 29.377,07 juta 2,27 persen. Ini berarti pertumbuhan Kabupaten OKU termasuk kedalam wilayah yang pertumbuhannya cepat.
Sedangkan penelitian mengenai Struktur Perekonomian kabupaten Padang Pariaman, Propinsi Sumatera Barat, tahun 1995-1999 yang dilakukan oleh Azman
32
2001 dengan menggunakan analisis shift share, memperlihatkan bahwa telah terjadi pergeseran dari kelompok sektor primer pertanian, pertambangan dan
penggalian ke kelompok sektor sekunder industri dan tersier jasa-jasa, perdagangan dan hotel dan restoran dalam struktur perekonomian daerah. Namun
dari segi kontribusinya terhadap PDRB maupun dalam penyediaan lapangan kerja sektor pertanian yang berada pada kelompok sektor primer masih tetap
mendominasi. Kontribusi tersebut sebesar 29,12 persen pada tahun 1999, sedangkan dilihat dari sektor lapangan usaha sebesar 43,55 persen penduduk
Padang Pariaman mata pencahariannya bersumber dari sektor pertanian. Budiharsono 1996 menggunakan analisis shift share sebagai salah satu
alat analisisnya mengenai Pertumbuhan Ekonomi antar Daerah di Indonesia Tahun 1969-1987. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa selama kurun
waktu tersebut terdapat kecenderungan pertumbuhan ekonomi propinsi-propinsi di Kawasan Barat Indonesia lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan di
Kawasan Timur Indonesia. Rendahnya pertumbuhan propinsi-propinsi di KTI disebabkan oleh rendahnya permintaan domestik terhadap barang dan jasa. Hal ini
karena tingkat pendapatan per kapita masyarakat yang rendah. Sedangkan penelitian mengenai Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan
Antar Wilayah di Propinsi Jawa Barat tahun 1986-1990 yang dilakukan oleh Irawan 1994 yang juga menggunakan analisis shift share sebagai alat analisisnya
menemukan bahwa sektor pertanian masih memegang peranan kunci dalam pertumbuhan ekonomi di beberapa wilayah daerah Dati II Jawa Barat. Daerah
Dati II tersebut adalah Pandeglang, Lebak, Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Majalengka, Cirebon, Sumedang, Subang,
33
Purwakarta dan Karawang. Sedangkan daerah yang basis perekonomian ditopang oleh sektor indus tri dan jasa adalah Bogor, Bandung, Bekasi, Tangerang, Serang,
Kodya Bandung, dan Kodya Cirebon. Sisanya yaitu kabupaten Indramayu, struktur perekonomiannya banyak bertumpu pada sektor pertambangan dan
penggalian, kotamadya Sukabumi dan Bogor ditopang oleh sektor perdagangan dan jasa.
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Analisis Shift Share cukup efektif digunakan dalam menganalisis pertumbuhan perekonomian suatu
wilayah, dalam kaitannya dengan daerah atasnya. Namun, penelitian sebelumnya hanya membandingkan pertumbuhan ekonomi sebelum dan pada masa otonomi
daerah tanpa menjelaskan bagaimana kebijakan pemerintah sebelum dan pada masa otonomi daerah. Sedangkan pada penelitian ini, dijelaskan kebijakan-
kebijakan apa saja yang ditetapkan pemerintah baik sebelum maupun pada masa otonomi daerah serta bagaimana sejarah otonomi daerah itu sendiri.
34
III. KERANGKA PEMIKIRAN