Sikap Toleransi dan Empati terhadap Keberagaman Budaya

Penyelesaian Masalah Akibat Keberagaman Budaya di Indonesia Sumber: http:imp.iss.edu Gambar 3.5 Simbol Budaya Betawi toleransi dan empati terhadap keberagaman Indonesia. Misalnya, proyek pencetakan sejuta hektar sawah lahan gambut yang telah dibatalkan. Apabila proyek ini dilaksanakan dapat menjurus ke arah dominasi kebudayaan petani sawah dari Jawa yang dipaksakan kepada suku Dayak dan kebudayaannya yang dianggap kurang sesuai dengan arus pembangunan.

3. Penerapan Pendekatan Multikultural

Pengembangan model pendidikan yang menggunakan pendekatan multikultural sangat diperlukan untuk menanamkan nilai- nilai pluralitas bangsa. Sikap simpati, toleransi, dan empati akan tertanam kuat melalui pendidikan multikultural. Masya- rakat menyadari akan adanya perbedaan budaya dan memupuk penghayatan nilai- nilai kebersamaan sebagai dasar dan pan- dangan hidup bersama. Melalui pendidikan multikultural, sejak dini anak didik ditanamkan untuk menghar- gai berbagai perbedaan budaya, seperti etnik, ras, dan suku dalam masyarakat. Keserasian sosial dan kerukunan pada dasarnya adalah sebuah mozaik yang tersusun dari kebe- ragaman budaya dalam masyarakat. Melalui pendidikan multikultural, seorang anak dididik untuk bersikap toleransi dan empati terhadap berbagai perbedaan di dalam masyarakat. Kesadaran akan kemajemukan budaya dan kesediaan untuk bertoleransi dan berempati terhadap perbedaan budaya merupakan kunci untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Penerapan sikap toleransi dan empati sosial yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat akan mencegah terjadinya berbagai konflik sosial yang merugikan berbagai pihak. Masyarakat Jawa terkenal akan pem- bagian golongan-golongan sosialnya. Pakar antropologi yang ternama, Clifford Geertz, pada tahun 1960 membagi masya- rakat Jawa menjadi tiga kelompok, yaitu kaum santri, abangan, dan priyayi. Menurut Geertz kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau penganut Kejawen, sedangkan kaum priyayi adalah kaum bangsawan. Namun, dewasa ini pendapat Geertz banyak ditentang karena ia mencampur golongan sosial dengan golongan kepercayaan. Kategorisasi sosial ini juga sulit diterapkan untuk menggolongkan orang-orang luar, yaitu orang Indonesia lainnya dan suku bangsa nonpribumi, seperti orang ketu- runan Arab, Tionghoa, dan India. awasan Kebhinekaan Khazanah Antropologi SMA 1 angkuman Dampak keberagaman budaya di In- donesia adalah berkembangnya perilaku konflik di antara kelompok etnik dan pemaksaan kelompok kuat sebagai ke- kuatan utama yang mengintegrasikan masyarakat. Hal ini memunculkan kebu- tuhan untuk mengembangkan prinsip relativisme budaya yang merupakan penyadaran akan persamaan dalam memandang kebudayaan sehingga mam- pu meminimalisir konflik. Sebagai negara yang terdiri atas berbagai elemen budaya yang berbeda, memunculkan berbagai konflik dan ketegangan karena adanya berbagai perbedaan suku bangsa, ras, agama, dan golongan. Sejak zaman dahulu telah dilakukan interaksi lintas budaya dimana masing-masing budaya lokal memiliki karakteristik budaya ter- sendiri, namun mampu hidup berdam- pingan dalam kelompok masyarakat. Misalnya, di daerah perkotaan yang umumnya masyarakat heterogen terikat oleh satu pranata sosial, yaitu rukun tetangga RT. Sistem ini merupakan salah satu usaha pemerintah untuk menguatkan ikatan kebersamaan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan model penyelesaian masalah akibat keberagaman budaya yang dapat diterima oleh semua elemen budaya karena perbedaan sistem sosial budaya yang ada sehingga tidak menimbulkan masalah baru. Posisi strategis Indonesia yang berada di dua benua, Asia dan Australia serta dua samudra Pasifik dan Hindia merupakan penyebab beragamnya budaya lokal yang ada di Indonesia. Keberagaman budaya yang berkembang di Indonesia ini meru- pakan kenyataan sejarah sebagai bagian proses kedewasaan bernegara. Salah satu cara untuk menghargai budaya lokal yang ada di Indonesia adalah bersikap empati dan toleransi terhadap budaya lokal tersebut. Penyadaran akan perbedaan yang ada di masyarakat Indonesia merupa- kan bagian penting dari tujuan pemba- ngunan Indonesia pascaorde baru dengan menerapkan konsep persamaan hak dan demokratisasi dalam pendidikan multikul- tural. Pendidikan multikultural memandang semua budaya lokal sama sehingga tidak ada kelompok dominan maupun kelompok inferior untuk membangun sebuah jembat- an komunikasi. Pendidikan ini diharapkan mampu meredam disintegrasi bangsa. Selain itu, sebuah wacana kebudayaan nasional yang mengedepankan eksistensi budaya lokal merupakan salah satu usaha untuk menghargai perbedaan budaya. Setelah mempelajari bab ini, Anda seha- rusnya mampu memahami tentang: 1. wujud kebudayaan; 2. unsur-unsur kebudayaan; 3. prinsip holistik dalam memahami unsur- unsur kultural universal. Apabila masih terdapat materi yang belum Anda pahami, pelajarilah kembali sebelum melanjutkan ke bab berikutnya. efleksi