Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Kerangka pemikiran Operasional

6 pembiayaan kredit termasuk terhadap LKS. Selain itu, di Kecamatan Dramaga juga telah beroperasi beberapa LKS diantaranya, Bank Syariah Mandiri, Bank Muammalat, Bank Syariah Amanah Ummah, Bank Syariah Bina Rahmah, KBMT Tadbiirul Ummah, dan BMT Aliya. Perkembangan LKS di Kecamatan Dramaga tersebut tidak diikuti dengan peningkatan pembiayaan ke sektor pertanian subsistem onfarm, dan yang dapat dijangkau oleh petani pada subsistem onfarm masih sangat sedikit. Padahal berdasarkan kondisi tersebut seyogianya LKS dapat memanfaatkan potensi penyaluran pembiayaan dan petani pun bisa menjangkau pembiayaan pada LKS tersebut. Namun keberadaan LKS di Kecamatan Dramaga belum menunjukkan kemampuan petani dalam menjangkau pembiayaan yang tersedia pada LKS. Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut: 1. Apa saja sumber-sumber pembiayaan yang selama ini dimanfaatkan petani subsistem onfarm di Kecamatan Dramaga? 2. Apakah LKS yang beroperasi di Kecamatan Dramaga diketahui oleh masyarakat pertanian subsistem onfarm? 3. Bagaimanakah persepsi masyarakat pertanian subsistem onfarm terhadap LKS?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis sumber-sumber pembiayaan yang selama ini dimanfaatkan petani subsistem onfarm di Kecamatan Dramaga. 2. Menganalisis sejauhmana pengetahuan masyarakat pertanian subsistem onfarm terhadap LKS. 3. Menganalisis persepsi masyarakat pertanian subsistem onfarm terhadap LKS.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari Penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis, penelitian ini dapat memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan terutama mengenai perkembangan sektor perbankan di Indonesia dan tingkat pengetahuan petani terhadap perbankan. 7 2. Bagi pembaca dan peneliti lain, dapat berguna sebagai informasi dan bahan rujukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya. 3. Bagi pemerintah, industri bank syariah dan pembuat keputusan pada sektor pertanian, diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam merumuskan kebijakan dalam hal pembiayaan pertanian sehingga kebijakan yang disusun tepat sasaran. 8 II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Kredit dan Pembiayaan Pada Bank Konvensional

Bank konvensional adalah bank yang dalam operasionalnya menerapkan metode bunga yang sudah menjadi kebiasaan dan telah dipakai secara meluas dibandingkan metode bagi hasil. Jadi, bank konvensional adalah bank dalam artian Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 yang menjalankan usahanya dengan metode bunga Wibowo dan Widodo, 2005. Menurut Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

2.1.1 Analisis Kredit

Dalam hal pemberian kredit, pihak perbankan akan mengadakan perjanjian terlebih dahulu dengan pihak peminjam, dimana sebelum perjanjian tersebut disepakati pihak peminjam mengajukan proposal terlebih dahulu kepada pihak perbankan untuk dianalisa latar belakang atau perusahaan, prospek usaha, dan jaminan yang diberikan pihak peminjam, sehingga dapat memberikan keyakinan kepada pihak bank bahwa proyek yang akan dibiayai dengan kredit bank cukup layak feasible. Pemberian kredit yang tanpa melalui tahap analisis akan dapat menyebabkan kerugian bagi pihak perbankan karena dapat menimbulkan kredit macet. Analisis kredit ini dapat mencegah kemungkinan terjadinya kegagalan peminjam dalam memenuhi kewajiban untuk melunasi kredit yang diterimanya 9 angsuran pokok beserta bunga yang sudah disepakati dan sudah diperjanjikan bersama berdasarkan akad kredit yang dibuat. Terdapat beberapa cara dalam melakukan analisis kredit diantaranya, menganalisis kredit berdasarkan prinsip 5C+1 yang meliputi sebagai berikut Dendawijaya, 2001 : 1 Character C1 Analisis mengenai watakkarakter berkaitan dengan integritas calon debitur. Integritas ini sangat menentukan willingness to pay atau kemauan membayar kembali nasabah atas kredit yang telah dinikmatinya. Biasanya untuk mengetahui karakter calon debitur perbankan memperoleh informasi melalui korespondensi antarbank yang dikenal dengan bank information. 2 Capital C2 Pembiayaan suatu proyek yang akan dijalankan debitur tidak seluruhnya berasal dari bank, tetapi dibiayai bersama antara bank dan debitur. Oleh karena itu, pihak debitur wajib memiliki sejumlah dana guna dapat berpartisipasi dalam pembiayaan proyeknya. Penilaian terhadap permodalan sangat erat kaitannya dengan nilai modal yang dimiliki calon nasabah guna membiayai proyek yang akan dijalankan. 3 Capacity C3 Capacity adalah penilaian terhadap nasabah kredit dalam hal kemampuan memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian pinjaman atau akad kredit, yakni melunasi pokok pinjaman disertai bunga sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat yang diperjanjikan. 4 Conditions of Economy C4 Faktor-faktor bisnis yang berada dilingkungan sekitar lokasi proyek akan memberikan pengaruh yang kuat terhadap corak bisnis atau proyek yang akan dibangun. Dalam rangka proyeksi pemberian kredit, kondisi perekonomian harus pula ikut dianalisis. 5 Collateral C5 Collateral atau agunan kredit merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum permohonan kredit disetujui. Collateral pada umumnya berupa barang-barang yang diserahkan peminjam kepada 10 bank sebagai jaminan atas kredit atau peminjam yang diterimanya. Dengan demikian, collateral atau jaminan berfungsi sebagai: a. Bagian dari pelaksanaan prinsip kehati-hatian b. Cara yang dilakukan bank untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kegagalan usaha atau proyek yang dibiayainya c. Cara untuk mendorong nasabah agar bersungguh-sungguh dalam melaksanakan proyeknya d. Pengganti pembayaran apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada bank 6 Constraints C6 Constrainsts merupakan faktor hambatan atau rintangan berupa faktor- faktor sosial psikologis yang ada pada suatu daerah yang menyebabkan suatu proyek tidak dapat dilaksanakan. Analisis kredit dengan metode lain yang diyakini perbankan lebih teliti, tepat dan akurat adalah metode 6A, sebagai berikut: analisis aspek yuridis, analisis aspek pasar dan pemasaran, analisis aspek teknis, analisis aspek manajemen, analisis aspek keuangan dan, analisis aspek ekonomi.

2.1.2 Unsur-Unsur Kredit

Ada beberapa unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit : 1 Kepercayaan Dimana pihak perbankan memiliki kepercayaan terhadap pihak peminjam, kepercayaan ini dapat diperoleh pihak bank bila telah melakukan analisis pada saat mengajukan proposal, sesuai dengan prosedur terhadap pihak peminjam. 2 Kesepakatan Pada saat proposal pengajuan kredit telah disetujui oleh pihak bank yang bersangkutan maka selanjutnya dilakukan kontrak kesepakatan dan ditandatangani oleh pihak bank dan pihak peminjam. 3 Jangka waktu Setiap kredit yang diajukan pasti terdapat jangka waktu tertentu, hal ini akan disesuaikan dengan jangka waktu yang telah disepakati pada saat 11 kontrak kesepakatan. Jangka waktu dapat berbentuk jangka pendek, jangka menengah ataupun jangka panjang. 4 Resiko Semakin panjang waktu pinjaman maka akan membuat pengembalian pokok dan bunganya jauh lebih besar dibandingkan dengan bila kita memilih jangka pendek karena hal ini akan berkaitan dengan resiko tidak tertagihnya kredit. Sebab sejauh ini yang menanggung resiko adalah pihak bank. 5 Balas jasa Balas jasa didalam bank umum adalah berupa bunga dan biaya administrasi. Hal ini merupakan keuntungan yang dapat diperoleh oleh pihak bank.

2.1.3 Jenis-Jenis Kredit

Ada beberapa macam kredit yang diberikan oleh bank umum dan bank perkreditan rakyat untuk masyarakat, terdiri dari beberapa jenis : 1 Dilihat dari jenis kegunaannya a. Kredit investasi Kredit ini diberikan kepada perusahaan yang baru akan berdiri untuk keperluan membangun pabrik baru. b. Kredit modal kerja Kredit ini diberikan kepada perusahaan yang telah berdiri, namun membutuhkan dana untuk meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Misalnya dalam hal membayar gaji pegawai atau untuk membeli bahan baku. 2 Dilihat dari segi sektor usaha a. Kredit pertanian, diberikan untuk membiayai sektor perkebunan atau pertanian rakyat. b. Kredit peternakan, diberikan untuk jangka pendek misalnya untuk peternakan ayam dan jangka panjang misalnya untuk kambing ataupun sapi c. Kredit industri, diberikan untuk membiayai industri kecil, menengah atau besar. 12 d. Kredit perumahan, diberikan untuk membiayai pembangunan atau pembelian rumah.

2.1.4 Jaminan Kredit

Dalam melakukan peminjaman, pihak peminjam dapat memberikan jaminan atau tanpa jaminan. Namun di Indonesia pihak bank selama ini masih memberikan pinjaman dengan jaminan sedangkan untuk pinjaman tanpa jaminan belum lazim diterapkan di Indonesia. Adapun jaminan yang dapat dijadikan jaminan kredit oleh bank yang akan memberikan pinjaman adalah sebagai berikut : 1 Dengan jaminan a. Jaminan benda berwujud yaitu barang-barang yang dapat dijadikan jaminan seperti : tanah, bangunan, kendaraan bermotor, mesin-mesin, barang dagangan, tanaman b. Jaminan benda tidak berwujud yaitu benda yang merupakan surat- surat yang dijadikan jaminan seperti : sertifikat saham, sertifikat obligasi, sertifikat deposito, wesel c. Jaminan Orang Orang atau lembaga yang memberikan jaminan kepada seseorang yang akan melakukan pinjaman. Dimana orang atau lembaga yang memberikan jaminan memiliki nama baik atau perusahaan yang bonafit, sehingga bank menjadi percaya untuk memberikan pinjaman kepada orang yang diberi jaminan tersebut. 2 Tanpa Jaminan Kredit yang diberikan kepada perusahaan yang telah loyal kepada bank yang akan mengeluarkan pinjaman selain itu perusahaan tersebut adalah perusahaan yang bonafit. 13

2.1.5 Sumber-sumber kredit

Hasil Penelitian Supriatna 2003, menyebutkan keberadaan sumber kredit sangat penting dalam pengembangan produksi usahatani terutama untuk petani berlahan sempit dan petani tidak berlahan petani gurem. Kredit tersebut digunakan baik untuk tujuan produksi, kegiatan ekonomi lainnya dan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga. Sumber-sumber kredit berdasarkan organisasinya dapat dikelompokan ke dalam tiga bagian, yaitu: a lembaga kredit informal terdiri atas bank keliling, pedagang hasil pertanian, pelepas uang, pedagang sarana produksi; b lembaga kredit formal terdiri atas Koperasi Unit Desa KUD, Bank Perkreditan Rakyat BPR, BRI Unit Desa dan lembaga pegadaian; dan c kredit program pemerintah terdiri atas Usaha Pelayanan Kredit Desa UPKD dana APBD dan Kredit Ketahanan Pangan KKP dana APBN.

2.1.6 Penerapan Metode Bunga pada Bank Konvensional

Menurut Wibowo dan Widodo 2005, bank konvensional dapat memperoleh dana dari pihak luar, misalnya dari nasabah yang berupa rekening giro, deposit on call, sertifikat deposito, dana transfer, saham dan obligasi. Sumber ini merupakan pendapatan bank paling besar. Pada saat bank konvensional menerima dana dari sumber-sumber pendapatannya, bank juga harus menempatkan dana tersebut ke bentuk kredit untuk memperoleh pendapatan bunga. Hampir 70 persen usaha bank berupa kredit sehingga sumber pendapatan utama bank berasal dari penyaluran kredit dalam bentuk bunga. Karakteristik dari metode bunga yang membedakannya dengan pendapatan melalui cara lain adalah sebagai berikut: 1 Jumlah pengembalian pinjaman pokok + bunga telah ditetapkan sebelumnya a predetermined of return. Jumlah ini tidak dikaitkan dengan produktivitas debitur yang aktual dan nyata. 2 Suku bunga telah ditetapkan sebelumnya a predetermined rate of interest dan disamakan bagi semua nasabah. 3 Penarikan predetermined rate of return secara hukum tetap dilakukan, meskipun debitur menderita kebangkrutan. Perhitungan bunga kredit dapat menggunakan beberapa metode berikut: 1 Sliding Rate 14 Pembebanan bunga terhadap nilai pokok utang akan semakin menurun dari bulan ke bulan periode sesuai dengan menurunnya jumlah nilai pokok pinjaman sebagai akibat dari pembayaran cicilan pokok pinjaman tersebut. 2 Flat Rate Pembebanan bunga terhadap nilai pokok pinjaman akan tetap dari bulan ke bulan periode, meskipun telah diangsur terhadap nilai pokok pinjaman tersebut. 3 Floating Rate bunga mengambang Pembebanan bunga terhadap nilai pokok pinjaman yang ditentukan secara mengambang sesuai dengan perkembangan tingkat suku bunga di pasar money market rate. Pasar yang sering dijadikan standar menurut Wibowo dan Widodo 2001, adalah SIBOR Singapore Interbank Offered Rate atau LIBOR London Interbank Offered Rate. 4 Discounted Rate Bunga dijadikan sebagai nilai pengurang dari pokok harga. Hal ini diterapkan pada sertifikat deposito atau repurchase agreement.

2.2 Karakteristik Kredit dan Pembiayaan Pada Bank Syariah

Ascarya 2007, mendefinisikan bank syariah sebagai lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas usaha investasi, jual beli, atau lainnya berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai syariah yang bersifat makro maupun mikro. Menurut Boesono dan Hudiono 2007 paling tidak, ada tiga prinsip dalam operasional bank syariah yang berbeda dengan bank konvensional, terutama dalam pelayanan terhadap nasabah, yang harus dijaga oleh para bankir, yaitu: 1 prinsip keadilan, yakni imbalan atas dasar bagi hasil dan margin keuntungan ditetapkan atas kesepakatan bersama antara bank dan nasabah, 2 prinsip kesetaraan, yakni nasabah penyimpan dana, pengguna dana dan bank memiliki hak, kewajiban, beban terhadap resiko dan keuntungan yang berimbang, dan 3 15 prinsip ketenteraman, bahwa produk bank syariah mengikuti prinsip dan kaidah muamalah Islam bebas riba dan menerapkan zakat harta.

2.2.1 Konsep Dasar Bank Syariah

Menurut Tanjung dan Perwataatmadja 2007, bank syariah dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagi hasil usaha antara: pemilik dana shahibul mal yang menyimpan uangnya di bank dengan bank selaku pengelola dana mudharib, dan disisi lain bank selaku pemilik dana dengan masyarakat yang membutuhkan dana, baik yang berstatus pemakai dana maupun pengelola usaha mudharib. Pada sisi pengerahan dana masyarakat funding, shahibul mal berhak atas bagi hasil dari usaha bank sesuai dengan porsi yang telah disepakati bersama. Bagi hasil yang diterima shahibul mal akan naik turun secara wajar sesuai dengan keberhasilan usaha bank dalam mengelola dana yang dipercayakan kepadanya. Tidak ada biaya yang perlu digeserkan, karena bagi hasil bukan konsep biaya.

2.2.2 Konsep Operasi Bank Syariah

Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas investasi atau jual beli, serta memberikan pelayanan jasa simpananperbankan bagi para nasabah. Mekanisme kerja bank syariah adalah sebagai berikut: Bank syariah melakukan kegiatan pengumpulan dana dari nasabah melalui depositoinvestasi maupun titipan giro dan tabungan. Dana yang terkumpul kemudian diinvestasikan pada dunia usaha melalui investasi sendiri nonbagi hasiltrade financing dan investasi dengan pihak lain bagi hasilinvestment financing. Ketika ada hasil, maka bagian keuntungan untuk bank dibagi kembali antara bank dan nasabah pendanaan. Disamping itu, bank syariah dapat memberikan berbagai jasa perbankan kepada nasabahnya Ascarya, 2007. Menurut Tanjung dan Perwataatmadja 2007, dalam mengelola dana nasabah bank syariah memiliki empat jenis pendapatan yaitu: pendapatan bagi hasil, margin keuntungan, imbalan jasa pelayanan, sewa tempat penyimpanan harta, dan pengembalian biaya administrasi. Pada pendapatan bagi hasil, besar kecilnya pendapatan tergantung pada pilihan yang tepat dari jenis usaha yang dibiayai. Memberikan porsi bagi hasil yang lebih besar kepada mudharib akan 16 memotivasi mudharib untuk lebih giat berusaha. Lain halnya pada pendapatan margin keuntungan, pilihan terletak pada apakah ingin sekaligus untung besar per transaksi tetapi menjadi mahal dan tidak laku, atau keuntungan kecil tetapi dengan volume yang besar karena murah dan laku. Pendapatan bank dapat dioptimalkan dengan mengambil kebijakan keuntungan kecil per transaksi untuk memperbanyak jumlah transaksi yang dibiayai. Pada penyaluran dana pada masyarakat, sebagian besar pembiayaan bank disalurkan dalam bentuk barangjasa yang dibelikan bank untuk nasabahnya. Dengan demikian, pembiayaan hanya diberikan apabila barangjasanya telah ada terlebih dahulu, baru ada uang. Dengan metode tersebut maka masyarakat dipacu untuk memproduksi barangjasa selanjutnya barang yang dibelidiadakan menjadi jaminan utang collateral.

2.2.3 Jenis-jenis Pembiayaan Utama pada Bank Syariah

Sebagai sektor bisnis riil yang berpotensi untung maupun rugi, sektor pertanian sangat relevan untuk mendapatkan modal dari lembaga pembiayaan perbankan syariah. Prinsip perbankan syariah didasarkan atas prinsip syirkah kemitraan usaha dengan menerapkan sistem profit-loss sharing dalam operasionalnya. Menurut Wibowo dan Widodo 2005, ada tujuh jenis pembiayaan utama pada bank dengan sistem bagi hasil, yaitu: 1 Pembiayaan Musyarakah, yaitu pembiayaan sebagian kebutuhan modal pada suatu usaha untuk jangka waktu terbatas sesuai dengan kesepakatan. Hasil usaha bersih dibagi antara bank sebagai penyandang dana shahibul mal dengan pengelola usaha mudharib sesuai kesepakatan. Umumnya, porsi bagi hasil ditetapkan sesuai dengan persentase kontribusi masing- masing. Pada akhir jangka waktu pembiayaan, dana pembiayaan dikembalikan kepada bank. Pada pembiayaan musyarakah bank boleh ikut serta dalam manajemen proyek yang dibiayai. 2 Pembiayaan Mudharabah, yaitu pembiayaan seluruh kebutuhan modal pada suatu usaha untuk jangka waktu terbatas sesuai kesepakatan. Hasil usaha bersih dibagi antara bank penyandang dana shahibul mal dengan pengelola usaha mudharib sesuai kesepakatan. Umumnya, porsi bagi 17 hasil ditetapkan bagi mudharib lebih besar daripada shahibul mal. Pada akhir jangka waktu pembiayaan, dana pembiayaan dikembalikan kepada bank. Pada pembiayaan mudharabah bank tidak boleh ikut serta dalam manajemen proyek yang dibiayai. Biasanya pembiayaan dengan akad ini diberikan untuk pembiayaan aneka barang seperti pembelian sepeda motor. 3 Pembiayaan Murabahah, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barangjasa dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut seluruhnya pada waktu jatuh tempo. Bank memperoleh margin dari transaksi jual-beli antara bank dengan pemasok dan antara bank dengan nasabah. Model pengembalian talangan dana seluruhnya pada waktu jatuh tempo biasanya diberikan kepada objek pembiayaan yang tidak segera menghasilkan, seperti misalnya untuk kebutuhan traktor petani tidak mungkin dibayar kembali sebelum tanamannya menghasilkan. 4 Pembiayaan Bai’u Bithaman Ajil, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barangjasa dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut secara menyicil sampai lunas dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Bank memperoleh margin keuntungan dari transaksi jual-beli antara bank dengan pemasok dan antara bank dengan nasabah. Model pengembalian talangan dana secara menyicil biasanya diberikan kepada objek pembiayaan yang dapat segera menghasilkan seperti misalnya untuk kebutuhan kendaraan angkutan umum yang segera dapat menghasilkan setelah kendaraan diterima. 5 Pembiayaan Bai assalam, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barangjasa yang sudah wujud tetapi masih harus menunggu waktu penyerahannya, dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut secara menyicil atau dibayar sekaligus sampai lunas dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Bank memperoleh marjin keuntungan dari transaksi jual beli antara bank dengan pemasok dan antara bank dengan nasabah 18 6 Pembiayaan Istishna, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barangjasa yang belum wujud dan harus dibuat sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut secara menyicil atau dibayar sekaligus sampai lunas dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Bank memperoleh margin keuntungan dari transaksi jual beli antara bank dengan pemasok dan antara bank dengan nasabah. 7 Pembiayaan Ijarah, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk memiliki suatu barangjasa dengan kewajiban menyewa barang tersebut sampai jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Pada akhir jangka waktu tersebut, pemilikan barang dihibahkan kepada nasabah atau dibeli oleh nasabah. Bank memperoleh margin keuntungan melalui pembelian dari pemasok dan sewa dari nasabah. 8 Pembiayaan ar-Rhan, yaitu pembiayaan berupa pinjaman dana tunai dengan jaminan barang bergerak yang relatif nilainya tetap seperti perhiasan emas, perak, intan, berlian, dan batu mulia, untuk jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Nasabah diwajibkan membayar utangnya pada saat jatuh tempo dan membayar sewa tempat penyimpanan barang jaminannya. Bank memperoleh pendapatan berupa sewa tempat penyimpanan barang jaminan. 9 Pembiayaan Qardhul Hassan, yaitu pembiayaan berupa pinjaman tanpa dibebani biaya apapun bagi kaum dhuafa yang merupakan asnaf zakatinfakshadaqah dan ingin memulai usaha kecil-kecilan. Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan pinjaman pokoknya saja pada waktu jatuh tempo sesuai dengan kesepakatan dengan membayar biaya-biaya administrasi yang diperlukan. Nasabah yang berhasil dianjurkan membayar zakatinfaqshadaqah untuk memperkuat dana qardhul hasan. Bank memperoleh pengembalian biaya administrasi dan menampung zakat dari nasabah yang berhasil usahanya. Dari jenis-jenis pembiayaan diatas, setidaknya ada empat jenis produk pembiayaan syariah yang dipandang ideal untuk sektor pertanian yaitu 19 mudharabah , murabahah, bai assalam dan musyarakah. Produk mudharabah dan murabahah lebih preferable sebagai pilihan utama dibandingkan produk pembiayaan lainnya. Namun yang secara konsep sangat cocok untuk sektor pertanian adalah pembiayaan bai assalam.

2.2.4 Aplikasi Metode Bagi Hasil

Wibowo dan Widodo 2005, dalam konsep ekonomi syariah uang dipandang sebagai flow concept. Uang harus berputar dalam perekonomian dan tidak mengenal metode time value of money karena metode ini menambahkan nilai kepada uang semata-mata dengan bertambahnya waktu dan bukan usaha. Konsep ekonomi syariah justru mengenal money value of money, yaitu waktu memiliki nilai ekonomi dan manajemen moneter yang efisien dan adil tidak didasarkan pada penerapan metode bunga. Pada bank syariah, kepentingan nasabah penyimpan dana, bank, dan debitur, dapat diharmonisasikan karena dengan metode bagi hasil, kepentingan pihak ketiga tersebut paralel, yaitu memperoleh imbalan bagi hasil sesuai dengan keadaan yang benar-benar terjadi. Untuk itu manajemen bank akan berusaha mengoptimalkan keuntungan pemakai dana. 2.3 Perbandingan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional 2.3.1 Persamaan Bank Syariah dan Konvensional Wibowo dan Widodo 2005 menyebutkan, persamaan antara bank syariah dengan bank konvensional terletak pada salah satu tujuannya dalam mencari keuntungan dan pelayanan masyarakat dalam lalulintas uang. Persamaan lainnya adalah dalam persaingan antarbank. Tanpa memandang bank syariah atau bank konvensional, masyarakat cenderung memilih bank dengan pelayanan yang paling baik. Pada akhirnya, bank yang terbaik dalam memberikan layanan yang akan memenangkan persaingan. Apalagi kalau melihat kondisi pasar perbankan di Indonesia, bahwa 80 persen nasabah penyimpan dana diperebutkan oleh 15 ribu bank-bank besar, sedangkan 20 persen pasar nasabah penyimpan dana diperebutkan oleh lebih banyak lagi bank-bank kecil. 20

2.3.2 Perbedaan Bank Syariah dan Konvensional

Perbedaan antara sistem pembiayaan syariah dan konvensional terletak pada landasan operasional, peran dan fungsi bank, distribusi risiko usaha dan sistem pengawasan seperti dinyatakan pada Tabel 3. Tabel 3 . Perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional No Uraian Bank Konvensional Bank Syariah 1 Landasan operasional • Prinsip materialisme • Komoditi yang diperdagangkan • Instrumen imbalan terhadap pemilik uang ditetapkan di muka menggunakan bunga • Prinsip syariah • Uang hanya sebagai alat tukar • Dilarang menggunakan sistem bunga • Memakai cara bagi hasil dari keuntungan jasa atau transaksi riil 2 Peran dan Fungsi Bank • Sebagai penghimpun dana masyarakat dan meminjamkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit dengan imbalan bunga • Sebagai penyedia jasa pembayaran • Menerapkan hubungan debitur kreditur antara bank dengan nasabah • Sebagai penerima dana titipan nasabah • Sebagai manajer investasi • Sebagai penyedia jasa pembayaran selama tidak bertentangan dengan syariah • Sebagai pengelola dana kebajikan • Menerapkan hubungan kemitraan 3 Resiko usaha • Resiko bank tidak ada kaitannya dengan resiko debitur atau sebaliknya. • Antara pendapatan bunga dengan beban bunga dimungkinkan terjadi selisih negatif • Dihadapi bersama antara bank dan nasabah • Tidak mengenal negatif spread selisih negatif 4 Sistem pengawasan • Tidak adanya nilai-nilai religius yang mendasari operasional sehingga aspek moralitas seringkali dilanggar Ada dewan Pengawas Syariah, sehingga operasional bank syariah tidak menyimpang dari syariah. Sumber: Hosen 2006 Perbedaan paling mendasar terletak pada distribusi resiko usaha. Pada sistem pembiayaan konvensional berbasis bunga, balas jasa modal ditentukan berdasarkan persentase tertentu dan risiko sepenuhnya ditanggung oleh salah satu pihak. Untuk hal nasabah sebagai deposan, risiko sepenuhnya berada pada pihak bank dan sebaliknya apabila nasabah sebagai peminjam, risiko sepenuhnya berada di tangan peminjam. Sementara pada sistem syariah ditetapkan sistem bagi hasil 21 dimana jasa dan modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan dan kerugian yang diperoleh yang didasarkan pada akad. Prinsip utama dari akad ini adalah keadilan antara pemberi modal dan pemakai modal. Prinsip ini berlaku baik bagi debitur maupun kreditur.

2.3.3 Sistem Bagi Hasil vs Sistem Bunga

Di dalam sistem perbankan konvensional banyak unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran Islam, unsur yang paling sering diperbincangkan adalah penerapan sistem bunga kepada para nasabahnya, baik yang menabung maupun yang meminjam uang. Bunga bank dari transaksi dalam hukum Islam adalah haram, karena termasuk dalam kategori riba, dalam sistem bunga terdapat pihak yang menderita kerugian, namun di pihak lain mendapat keuntungan atas kerugian tersebut. Sebagai alternatif sistem bunga dalam ekonomi konvensional, ekonomi Islam menawarkan sistem bagi hasil profit and loss sharing, ketika pemilik modal surplus spending unit bekerja sama dengan pengusaha deficit spending unit untuk melakukan kegiatan usaha. Apabila kegiatan usaha menguntungkan, keuntungan dibagi berdua, dan apabila kegiatan usaha menderita kerugian, kerugian ditanggung bersama. Sistem bagi hasil menjamin adanya keadilan dan tidak ada pihak yang tereksploitasi. Sistem bagi hasil dapat berbentuk musyarakah atau mudharabah dengan berbagai variasinya. Pada perekonomian konvensional, sistem riba, flat money, comodity money, fractional reserve system dalam perbankan, dan pembolehan spekulasi menyebabkan penciptaan uang kartal dan giral dan tersedotnya uang di sektor moneter untuk mencari keuntungan tanpa resiko. Akibatnya, uang atau investasi yang seharusnya tersalur ke sektor riil untuk tujuan produktif sebagian besar lari ke sektor moneter dan menghambat pertumbuhan bahkan menyusutkan sektor riil dan penciptaan uang tanpa nilai tambah akan menimbulkan inflasi. Pada akhirnya pertumbuhan ekonomi yang menjadi tujuan akan terhambat. Untuk melihat perbedaan antara sistem bunga dan bagi hasil dapat dilihat pada Tabel 4. 22 Tabel 4 . Perbedaan Antara Sistem Bunga dan Bagi Hasil Bunga Bagi hasil 1. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi usaha akan selalu menghasilkan keuntungan. 2. Besarnya persentase didasarkan pada jumlah danamodal yang dipinjamkan 3. Bunga dapat mengambangvariabel, dan besarnya naik turun sesuai dengan naik turunnya bunga patokan atau kondisi ekonomi 4. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah usaha yang dijalankan peminjam untung atau rugi. 5. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun keuntungan naik berlipat ganda. 6. Eksistensi bunga diragukan kalau tidak dikecam oleh semua agama 1. Penentuan besarnya rasionisbah bagi hasil disepakati pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi. 2. Besarnya rasio bagi hasil didasarkan pad jumlah keuntungan yang diperoleh. 3. Rasio bagi hasil tetap tidak berubah selama akad masih berlaku, kecuali diubah atas kesepakatan bersama. 4. Bagi hasil bergantung pada keuntungan usaha yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh pihak bank dan debitur. 5. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan 6. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil. Sumber: Ascarya 2007 Menurut Wibowo dan Widodo 2005, perbedaan bagi hasil dengan metode bunga dapat diuraikan sebagai berikut: 1 Upaya preventif menghadapi kredit bermasalah a. Pada metode bagi hasil, saat nasabah mengalami kerugian, hal ini merupakan indikasi bahwa nasabah mengalami inefesiensi usaha sehingga bank dapat menyarankan dengan segera upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi melalui restrukturisasi biaya. b. Pada metode bunga, Pada saat debitor mengalami kerugian, bank kurang transfaran untuk melihat indikasi inefisiensi usaha karena kenaikan biaya dapat bersumber dari naiknya biaya bunga atau biaya lainnya. Bank baru mengetahui masalah yang dihadapi oleh debitur saat debitur telah terlambat menunggak pembayaran. Bila debitur gagal panenusaha, maka akan timbul pembiayaan bermasalah yang dapat berakhir dengan penyitaan 2 Moral hazard a. Pada metode bagi hasil, Bank dapat langsung mengetahui masalah yang dihadapi oleh mudharib dalam pemasaran omset penjualan maupun gejolak harga penjualan. Bila nasabah mengalami kegagalan 23 usahapanen, maka akan dibayar pada masa panen berikutnya sampai lunas. b. Pada metode bunga, debitur tidak ada motivasi untuk berbohong karena beban bunganya tetap sama apakah ia berbohong atau tidak. Bank hanya memberikan sanksi bagi yang menunggak tanpa memberikan insentif setiap kali pembayaran angsuran 3 Resiko kerugian usaha a. Metode bagi hasil, sejak awal yaitu pada saat realisasi pendapatan lebih kecil dari proyeksinya, penanganan masalah nasabah yaitu tidak tercapainya proyeksi pendapatan cenderung sebagai tindakan mempertahankan imbalan bagi hasil bank, dan menyelamatkan aset bank serta sekaligus menjaga kelangsungan usaha nasabah b. Metode bunga, seluruh kerugaian adalah tanggungjawab debitur. Bank cenderung pasif mengantisipasi sejak awal kemungkinan terjadinya kerugian nasabah. Bank baru aktif melakukan remedial setelah timbul masalah. Resiko kerugian bank diperkecil dengan usaha remedial. Penanganan kredit bermasalah cenderung sebagai tindakan penyelamatan aset. Remedial bank cenderung sulit mendapatkan kerjasama dari debitur untuk menyelesaikan utangnya. 2.4 Kajian- Kajian Empirik 2.4.1 Sumber-Sumber Kredit di Tingkat Petani Hasil Penelitian Supriatna 2003 mengenai aksesibilitas petani kecil pada sumber kredit pertanian di tingkat desa: studi kasus petani padi di NTB, melihat fakta bahwa kredit sudah menjadi bagian hidup dan ekonomi usahatani petani kecil, bila kredit tidak tersedia tingkat produksi dan pendapatan usahatani akan turun drastis. Dalam memenuhi pembiayaan usahatani, di samping menggunakan modal sendiri petani juga melakukan pinjaman kredit. Lembaga pendanaan yang paling banyak diakses petani berturut-turut adalah pedagang saprotan, penggilingan padi, UPKD, KKP, pelepas uang dan pegadaian. Lembaga-Lembaga Kredit Formal seperti BRI Unit Desa dan BPR sebenarnya menyediakan kredit dengan suku bunga rendah, tetapi petani kecil masih kurang akses dikarenakan tidak memiliki agunan sertifikat tanah, cara pembayaran bulanan tidak sesuai dengan tipe usahatani padi yang memberikan 24 penerimaan musiman dan para petani pada umumnya belum paham dengan prosedur administrasi yang rumit. Sesuai dengan karakteristik petani dan usahatani padi, petani kecil mengharapkan kredit dengan agunan bukan sertifikat tanah tetapi bentuk barang bergerak, kredit diberikan dalam bentuk uang, periode kredit musiman, cara pengembalian kredit satu kali setelah panen dan tingkat suku bunga kredit 18 persen per tahun. Akibatnya lembaga kredit formal hanya diakses oleh kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas seperti petani kaya, pemilik penggilingn padi, pedagang hasil, pedagang saprotan dan lainnya. Sebaliknya petani kecil terpaksa hanya akses ke lembaga kredit informal yang menetapkan suku bunga kredit tinggi. Dari hasil kajian Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007, mengenai potensi pembiayaan syariah untuk sektor pertanian padi dan palawija di Jawa Barat diketahui bahwa pengetahuan petani terhadap perbankan syariah masih terbatas, dimana hanya 32 persen yang pernah mendengar tentang bank syariah. Dalam hal pengetahuan bahwa bank syariah sesungguhnya juga menyediakan pembiayaan untuk usaha pertanian, hanya 10 persen yang mengetahui. Namun ada hubungan yang positip antara skala usaha maupun keaktifan dalam berorganisasi terhadap aksesibilitas terhadap lembaga perbankan. Umumnya pelaku usaha yang telah menjadi nasabah perbankan adalah pengusaha maju ataupun mereka yang aktif dalam organisasi petani. Dalam hal sistem dan prosedur pembiayaan perbankan syariah yang lebih disukai, 90 persen responden menginginkan jika produk pembiayaan yang mereka terima didasarkan atas perhitungan bagi hasil, maka mereka lebih menyukai pembagian dihitung dari hasil bersih, bukan dari hasil kotor. Selain itu, responden juga lebih menyenangi jika menerima pembiayaan dalam bentuk uang tunai, bukan berupa fisik, diterima sekaligus, dan pembiayaan diperhitungkan hanya per musim tanam, tidak setahun sekaligus. Pelaku usaha pertanian yang telah dapat mengakses perbankan umumnya dicirikan dengan 1 skala usaha cukup besar baik dalam omset maupun luas lahan, 2 aktif dalam organisasi petani sehingga bisa membangun networking, 25 dan 3 telah memiliki sertifikatBPKB sebagai agunan; serta memiliki tingkat pendidikan dan keluasan wawasan.

2.4.2 Persepsi Terhadap Bank Syariah

Menurut Ratnawati dkk. 2000 dalam penelitiannya mengenai Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat di Wilayah Jawa Barat terhadap Bank Syariah menyatakan bahwa mayoritas responden setuju dengan keberadaan perbankan dalam perekonomian dengan alasan perbankan merupakan salah satu institusi yang sangat penting dalam mendorong kinerja perekonomian. Tanpa kehadiran bank, ekonomi tidak dapat berkembang. Kesan yang berkembang dalam masyarakat terhadap bank syariah adalah 1 bank syariah merupakan bank dengan sistem bagi hasil 2 bank syariah adalah bank islami, 3 bank syariah adalah bank khusus orang Islam, Sedangkan 4 Responden lain mengatakan tidak memiliki pengetahuan tentang operasional bank syariah. Kelompok responden yang dapat menerima sistem bunga diterapkan pada perbankan adalah 58 persen untuk responden selain nasabah bank syariah. Alasan yang dikemukakan adalah 1 bunga digunakan untuk merangsang masyarakat dalam menyimpan uang di bank, 2 dalam ukuran yang wajar bunga diperbolehkan, 3 bunga sebagai balas jasa atas modal, 4 terpaksa karena tidak ada alternatif lainnya. Adapun persentase masyarakat yang tidak setuju dengan sistem bunga dalam perbankan cukup signifikan 42 persen untuk kategori nasabah bank syariah dan 45 persen untuk total responden. Alasan yang dominan dari kelompok masyarakat yang menolak sistem bunga adalah 1 bunga bank merupakan riba, 2 bunga bank memberatkan nasabah, 3 ada keragu-raguan terhadap sistem bunga dalam hukum agama yaitu antara halal dan haram subhat. Adapun persepsi masyarakat terhadap penerapan sistem bagi hasil sebanyak 92 persen untuk kelompok nasabah bank syariah dan 94 persen dari total responden dapat menerima sistem bagi hasil dengan alasan: 1 karena sistem bagi hasil lebih sesuai dengan syariah agama yang dianut 2 sistem bagi hasil lebih adil dan menguntungkan. Untuk kelompok masyarakat yang tidak setuju dengan bagi hasil disebabkan karena kurang mengerti terhadap operasionalnya, dirasa kurang menguntungkan, belum ada bukti dan sulit dalam perhitungannya. 26 Karim business consulting dan Promp 2004 dalam Zaenudin 2006, dalam penelitiannya Menumbuh kembangkan Lembaga keuangan syariah LKS sebagai basis pembangunan ekonomi ummat. Dari hasil riset yang dilakukan menunjukan bahwa persepsi atau pemahaman sebagian masyarakat masih keliru tentang bank syariah, antara lain: 1 Pengetahuan masyarakat tentang bank syariah hanyalah bank tanpa bunga, disamping itu mereka tidak tahu tentang mekanisme bagi hasil. Sehingga responden beranggapan bila menabung di bank syariah tidak memperoleh apa-apa, sebab selama ini mereka memperoleh bunga bila menabung di bank konvensional. 2 Persepsi masyarakat bahwa bagi hasil nilainya lebih kecil dibanding bunga. Oleh karena itu mereka lebih memilih menabung di bank konvensional yang dapat memberikan return yang lebih besar dalam bentuk bunga. 3 Bank syariah baru akan digunakan oleh masyarakat hanya untuk hal-hal yang berhubungan dengan akhirat dan tanpa mencari profit duniawi. 4 Dalam persepsi responden, produk yang paling tepat atau paling cocok untuk bank syariah adalah produk tabungan haji. Hal ini didasari oleh pemahaman bahwa ibadah haji adalah ibadah suci. Dan agar terjaga kesuciannya dan diridhai serta menjadi haji mabrur, maka uang yang digunakan untuk ibadah pun harus halal dan hal tersebut dapat dilakukan dengan menabung di bank syariah 5 Ada beberapa faktor yang membuat bank syariah kurang menarik atau kurang diminati oleh responden, diantaranya adalah mereka beranggapan bahwa bank syariah menawarkan keuntungan yang lebih rendah dibanding bank konvensional, selain itu mereka merasa cukup puas dengan menabung di bank konvensional.

2.4.3 Persamaan dan Perbedaan dengan Kajian-Kajian Empirik Sebelumnya

Hasil Penelitian Supriatna 2003 mengenai aksesibilitas petani kecil pada sumber kredit pertanian di tingkat desa: studi kasus petani padi di NTB. Penelitian tersebut bersifat deskriptif diuraikan menurut hasil interprestasi data tabulasi. Adapun persamaan dari hasil-hasil kajian empirik tersebut dengan penelitian yang dilakukan ini yaitu menganalisis sumber-sumber kredit di tingkat petani, 27 menganalisis kemampuan petani dalam menjangkau LKS dan melihat persepsi masyarakat terhadap LKS. Perbedaan dengan kajian empirik sebelumnya pada umumnya terdapat pada lokasi, tujuan dan responden penelitian. Pada penelitian Supriatna 2003 penelitian dilakukan di Nusa Tenggara Barat dan responden yang diteliti adalah dikhususkan pada petani padi saja. Sedangkan dalam penelitian ini petani responden dibagi kedalam tiga subsektor subsektor tanaman pangan, perikanan, dan peternakan. Tujuan dari penelitian tersebut adalah a mengidentifikasi sumber-sumber kredit petanian yang ada di tingkat petani, b mengidentifikasi sumber kredit yang diakses oleh petani dan c mengidentifikasi karakteristik skim kredit yang diharapkan oleh petani. Disamping itu hasil penelitian Supriatna 2003 lebih melihat aksesibilitas terhadap lembaga kredit formal dalam hal ini lembaga keuangan konvensional dan lembaga keuangan informal. Perbedaan dengan hasil penelitian Tim Kajian Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007 terletak pada objek kajiannya, pada penelitian tersebut dilakukan pada petani padi dan palawija serta cakupan lokasi penelitian lebih luas yaitu di Jawa Barat. Perbedaan dari tujuan penelitian tersebut mengukur analisis kelayakan usahatani, pengetahuan dan persepsi tidak hanya diukur dari sisi petani saja tetapi juga diukur dari sisi perbankan syariah terhadap pelaku usahatani, pola pembiayaan, prospek dan kendala pembiayaan syariah di sektor pertanian, dan rumusan model pembiayaan syariah untuk sektor pertanian. Perbedaan dengan hasil penelitian Ratnawati dkk 2000, pada penelitian tersebut responden merupakan masyarakat umum baik yang pernah menjadi nasabah bank syariah maupun yang menjadi nasabah bank konvensional. Tujuan umum dari penelitian tersebut ingin menganalisis potensi pengembangan bank syariah pada wilayah penelitiannya dan preferensi dari pelaku ekonomi terhadap bank syariah. 28 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Aksesibilitas Kredit Pertanian Menurut Tampubolon 2002, selain modernisasi dibutuhkan untuk menciptakan keterkaitan yang sinergis dan menguntungkan petani kecil dari agribisnis hulu, agribisnis usahatani, dan agribisnis hilir, diperlukan pula upaya untuk memperlancar dan memperkuat keterkaitan melalui layanan subsistem pendukung dan kebijakan. Salah satu komponen yang sangat strategis dalam subsitem ini adalah pendanaan termasuk didalamnya pelayanan perbankan. Para Petani di negeri ini sebenarnya memiliki peluang yang amat luas untuk memanfaatkan dana dari luar untuk kemajuan usahanya di bidang pertanian untuk keperluan investasi dan modal kerja, baik dari sumber-sumber formal maupun informal , bahkan dari perorangan. Namun, amat memprihatinkan karena akses dari berbagai pelaku tersebut tidaklah sama atau bahkan akses pelaku agribisnis di usahatani yang sebagian besar adalah petani dan peternak kecil sangat terbatas. Rendahnya akses para pelaku usahatani terhadap kredit sebenarnya dapat dipahami. Hal itu antara lain disebabkan usaha yang kecil-kecil sehingga pinjaman mereka pun kecil-kecil. Lembaga Keuangan Formal sangat sulit melayani nasabah seperti ini ditinjau dari segi efisiensi. Selain itu usaha di sektor usahatani adalah usaha yang penuh dengan resiko, sehingga lembaga keuangan kurang tertarik pada sektor tersebut. Oleh sebab itu tanpa kredit program akses petani dan peternak dapat dikatakan sangat rendah. Untuk melindungi supaya tetap bertahan dalam bisnisnya, pihak lembaga keuangan, termasuk bank, menerapkan beberapa prinsip dan prosedur yang harus dipenuhi oleh peminjam. Diantara prinsip yang dikenal adalah 5-C. Dari hasil beberapa studi terungkap bahwa dari 5 faktor C + 1 dalam prinsip penyaluran kredit yang paling ditonjolkan adalah agunan collateral. Tanpa disadari dalam derajat tertentu prinsip dan prosedur tersebut telah mengurangi akses petani terhadap pasar kredit atau uang. Padahal aksesibilitas harus diartikan sebagai daya 29 jangkau petani dalam mendapatkan kreditpinjamanpembiayaan baik dilihat daya jangkau berdasarkan jarak tempat tinggal maupun daya jangkau dalam arti yang lebih luas, yaitu kemudahan dalam mendapatkan dana dari sumber kredit tersebut. Taryoto dkk. 1992, masalah yang seringkali dihadapi oleh petani adalah terdapatnya keterbatasan akses pada sumberdaya, baik sumberdaya lahan maupun permodalan dalam mengelola usahataninya. Dalam kaitannya dengan pelaksana penyalur kredit dan pemanfaatan kredit, masalah mendasar yang dihadapi adalah sejauhmana aksesibilitas pemanfaat kredit dengan pelaksana penyalur kredit yang ada. Hal ini erat hubungannya dengan prasyarat tepat waktu dan tepat jumlah dalam proses penyaluran kredit yang bersangkutan. Telah menjadi suatu hal yang umum diketahui bahwa kebanyakan masalah perkreditan pertanian diwarnai oleh tidak dipenuhinya prasyarat tepat waktu dan tepat jumlah tersebut dengan baik. Apabila tidak diikuti dengan perangkat kebijaksanaan penunjang yang tepat, deregulasi perbankan dapat berakibat pada makin berkurangnya kesempatan petani kecil untuk dapat mengakses fasilitas perkreditan pertanian. Golongan miskin merupakan pembayar kredit yang baik. Tetapi dengan prosedur bank yang ada, mereka tidak terjangkau oleh layanan lembaga perbankan dan mereka dilayani oleh rentenir dengan bunga yang tinggi. Dengan cara ini mereka akan tetap miskin karena pendapatan mereka sebagian digunakan untuk membayar bunga pada rentenir. Peningkatan produktivitas dapat dicapai melalui penggunaan benih unggul, pemupukan yang tepat, memperbaiki sistem pengolahan tanah dan cara bercocok tanam, serta memperbaiki pengolahan usahatani, termasuk pengelolaan dalam pengendalian hama dan pengelolaan penggunaan air. Dengan kata lain peningkatan produktivitas dapat dicapai melalui peningkatan penggunaan teknlogi dalam arti luas. Dalam rangka penerapan teknologi inilah, pada umumnya petani khususnya petani kecil, mengalami hambatan terutama dalam pengadaan dana untuk membeli berbagai input produksi, seperti misalnya pembelian pupuk, obat- obatan, sewa alat pengolah tanah dan untuk membayar tenaga kerja. Persepsi petani terhadap kredit didekati dengan pendapat petani mengenai pentingnya arti kredit bagi mereka. Dengan identifikasi persepsi ini, dapat digali sejauh mana pemikiran normatif petani terhadap kredit. Perilaku petani terhadap kredit diidentifikasikan dengan intensitas akses mereka terhadap kredit, baik dari 30 segi frekuensi pengembalian kredit, maupun dari jumlah atau besarnya kredit yang diambil. Kredit untuk Petani Kredit dapat diartikan sebagai pengalihan kontrol atas sejumlah dana dari satu pihak ke pihak lainnya yang disertai sejumlah persyaratan. Dengan demikian pengadaan kredit menyangkut dua pihak, yaitu pemberi pinjaman dan pihak yang meminjam. Kredit juga menyangkut harga, yaitu harga yang harus dibayar untuk transfer hak atas sejumlah dana. Harga ini biasanya berupa bunga yang dikenakan kepada pihak peminjam. Petani skala kecil merupakan target intervensi perkreditan yang penting. Ada beberapa alasan yang sering dikemukakan yang mendukung pentingnya kredit bagi petani kecil. Pertama, usahatani yang dimiliki petani kecil relatif efisien, dengan batasan dan kendala yang dihadapinya petani kecil ternyata mampu mengkombinasikan berbagai faktor produksi secara optimal. Kedua, usahatani yang diusahakan memiliki potensi produksi yang tinggi jika menerapkan teknologi secara lengkap. Sering akibat keterbatasan modal petani tidak mampu membeli sarana produksi dengan jumlah ataupun kualitas yang dibutuhkan, sehingga potensi produktivitas dari usahataninya tidak terwujud. Ketiga, petani sering mengalami kekurangan uang kas dalam periode-periode tertentu. Sifat produksi pertanian yang musiman, menyebabkan aliran uang petani memiliki pola spesifik, yang ditunjukkan oleh aliran masuk dan keluar uang kas yang penyebarannya tidak merata. Keempat, petani sering mengalami kesulitan untuk mengikuti prosedur kredit baku yang dipraktekkan lembaga keuangan formal. Salah satu kendala yang dihadapi petani untuk memperoleh kredit adalah ketidakmampuannya menyediakan jaminan sesuai dengan kriteria jaminan lembaga keuangan formal. Kelima, harga kredit di pedesaan dianggap cenderung monopolistik, sehingga harga kredit yang harus di bayar petani berada jauh diatas yang dianggap pantas. Pasar kredit di pedesaan terdiri dari kredit formal dan informal. Kredit yang disediakan lembaga keuangan formal biasanya memiliki bunga relatif rendah daripada bunga kredit yang dikenakan oleh pembunga uang. Dengan adanya subsidi yang diberikan pada kredit pedesaan, maka bunga kredit untuk petani ini 31 sering lebih rendah daripada bunga yang berlaku di pasar kredit. Namun demikian ternyata banyak petani yang mengalami kesulitan untuk memperoleh akses pada kredit tersebut. Meskipun sudah jauh lebih sederhana daripada prosedur kredit yang berlaku umum, ketidaktahuan petani secara rinci terhadap prosedur, hak dan kewajiban menjadikan posisi petani menjadi lemah dalam hal kredit formal ini. Banyak kasus menunjukan bagaimana petani sering dirugikan dalam urusan kredit ini. Pada saat pencairan kredit, dengan berbagai alasan ada petani tidak menerima jumlah uangnya secara penuh atau ada petani yang telah rajin mengangsur atau mengembalikan kreditnya, ternyata uang angsuran tersebut belum sampai ke pihak perbankan.

3.1.2 Ukuran Penampilan Usahatani

Soekartawi 1986, menyatakan bahwa banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan ukuran penampilan usahatani, yaitu diantaranya ukuran pendapatan dan keuntungan. Besaran pendapatan yang diperoleh dari usahatani tergantung pada: luas lahan usahatani, efisiensi kerja dan efisiensi produksi. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan biaya yang telah dikeluarkan. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan tunai dan pendapatan atas biaya total yang sering disebut yang sering disebut sebagai pendapatan total. Tingkat pendapatan usahatani dapat dinyatakan dalam persamaan matematika sebagai berikut: I tunai = NP – BT I total = NP – BT+BD Keterangan: I tunai = Tingkat pendapatan bersih tunai I total = Tingkat pendapatan bersih total NP = Nilai produk, merupakan hasil perkalian jumlah output dengan harga BT = Biaya tunai BD = Biaya diperhitungkan Analisis pendapatan usahatani selalu disertai dengan pengukuran efisiensi pendapatan usahatani. Untuk mengetahui efisiensi suatu usahatani terhadap penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio penerimaan dan 32 biaya yang merupakan perbandingan antara penerimaan kotor yang diterima usahatani dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi atau yang biasa dikenal dengan analisis RC rasio. Perhitungan RC rasio dapat dirumuskan sebagai berikut: RC rasio atas biaya tunai = Total Penerimaan Total Biaya Tunai RC rasio atas biaya total = Total Penerimaan Total Biaya

3.1.3 Persepsi Petani

Rangkuti 2003, mendefinisikan persepsi individu sebagai proses dimana individu memilih, mengorganisasikan dan mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi suatu makna. Meskipun demikian, makna dari proses suatu persepsi tersebut juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan. Proses persepsi terhadap suatu jasa tidak mengharuskan petani tersebut mengunakan jasa tersebut terlebih dahulu. Persepsi merupakan cara seseorang melihat realitas di luar dirinya atau di dunia sekelilingnya. Dalam hal ini, petani sering kali memutuskan pembelian suatu produk berdasarkan persepsinya terhadap produk atau jasa tersebut Sumarwan, 2004. Rakhmat 2002 mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman tentang objek, perisitiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dengan demikian, persepsi merupakan pemberian makna pada stimuli inderawi. Persepsi sebagai proses dimana tiap inidividu menyeleksi, mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus ke dalam bentuk yang berharga dan divisualiasasikan sebagai gambaran dunia Shiffman dan Kanuk, 2000. Rakhmat merumuskan dalil mengenai persepsi yaitu: 1 Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Dalil ini berarti bahwa objek- objek yang mendapat tekanan dalam persepsi orang, biasanya adalah objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. 2 Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. 33 3 Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Menurut dalil ini, jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, maka semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek berupa asimilasi atau kontras. Rakhmat 2002, mengemukakan ada dua faktor yang mempengaruhi persepsi individu, antara lain: 1 Faktor fungsional, berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal- hal lain yang disebut sebagai faktor-faktor personal. Dalam hal ini, yang membentuk persepsi bukan bentuk atau jenis stimuli, melainkan karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu. Faktor- faktor fungsional pembentuk persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan. Dalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberi makna pada pesan yang diterimanya. 2 Faktor struktural, berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf individu. Proses persepsi Menurut Setiadi 2003, persepsi merupakan proses yang terdiri dari seleksi, organisasi dan interpretasi terhadap stimulus. 1 Seleksi perseptual Seleksi perseptual terjadi, ketika konsumen menangkap dan memilih stimulus berdasarkan pada psychology set yang dimiliki, yaitu berbagai informasi yang ada dalam memori konsumen. Sebelum seleksi persepsi terjadi, maka terlebih dahulu stimulus harus mendapat perhatian dari konsumen. 2 Organisasi persepsi Organisasi persepsi berarti bahwa konsumen mengelompokan informasi dari berbagai sumber ke dalam pengertian yang menyeluruh untuk memahami lebih baik dan bertindak atas pemahaman. Prinsip dasar dari organisasi persepsi adalah penyatuan yang berarti bahwa berbagai stimulus akan dirasakan sebagai suatu yang dikelompokan secara menyeluruh. Pengorganisasian seperti ini memudahkan untuk memperoses informasi dan memberikan pengertian yang terintegrasi terhadap stimulus. 34 3 Interpretasi perseptual Proses terakhir dari persepsi adalah memberikan interpretasi atas stimuli yang diterima konsumen. Setiap stimuli yang menarik perhatian konsumen, baik disadari atau tidak akan diinterpretasikan oleh konsumen. Dalam proses interpretasi, konsumen membuka kembali berbagai informasi yang telah tersimpan dalam memorinya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi dan selain itu memungkinkan terjadinya perbedaan persepsi antar individu terhadap objek yang sama. Faktor-faktor tersebut: 1 Keadaan pribadi orang yang mempersepsi Hal ini merupakan faktor yang terdapat dalam diri individu yang mempersepsikan. Misalnya, kebutuhan, suasana hati, pengalaman masa lalu dan karakterisitik lain yang terdapat dalam diri individu. Adanya faktor fungsional yang dapat menyebabkan perbedaan persepsi pada setiap orang terhadap suatu objek yang sama. 2 Karakteristik target yang dipersepsi Dalam hal ini target tidak dilihat sebagai suatu yang terisolasi, maka hubungan antar target dan latar belakang, serta kedekatankemiripan dan hal-hal yang dipersepsi dapat mempengaruhi persepsi orang. 3 Konteks situasi terjadinya persepsi Waktu dipersepsinya suatu kejadian juga dapat mempengaruhi persepsi, demikian pula dengan lokasi, cahaya, panas atau faktor situasional lainnya.

3.2 Kerangka pemikiran Operasional

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor perekonomian yang memiliki peranan sangat strategis dalam pembangunan perekonomian nasional. Peran tersebut di antaranya adalah sebagai andalan mata pencaharian mayoritas penduduk, penyumbang Produk Domestik Bruto PDB nasional, sumber devisa, bahan baku industri, dan perannya dalam penyediaan bahan pangan dan gizi, serta sebagai pendorong bergeraknya sektor-sektor ekonomi riil lainnya. Sektor pertanian juga berperan sebagai penyangga perekonomian nasional pada masa krisis. 35 Pengelolaan sumberdaya pertanian diperlukan input dimana salah satunya adalah modal usahatani. Ketersediaan dan aksesibilitas terhadap sumber permodalan oleh para petani sifatnya sangat crucial baik sebagai modal kerja pembelian input produksi maupun untuk modal investasi pengadaan lahanpembelian alsintan. Beberapa hasil kajian menunjukkan bahwa tingkat sebaran aplikasi suatu teknologi ternyata berbanding lurus dengan ketersediaan permodalan. Demikian halnya dengan penampilan usahatani seringkali dijadikan sebagai kriteria kelayakan oleh pihak kreditur dalam menyalurkan kredit pembiayaan. Untuk menjaga kesinambungan peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi nasional tentunya tidak bisa terlepas dari praktek lembaga keuangan sebagai lembaga penunjang untuk pembiayaan sektor pertanian. Perbankan syariah merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan yang karakteristiknya cocok sebagai lembaga pembiayaan pada bidang pertanian. Aksesibilitas pelaku usahatani terhadap LKS dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain, aspek lokasi, performance usahatani dalam hal ini dapat dilihat dari aspek pendapatan atau skala usaha, dan perilaku petani. Perilaku individumasyarakatlembaga terhadap pihak lainnya sangat tergantung dari sejauhmana persepsi dan pengetahuan yang dimiliki. Dalam kaitan hubungan kerjasama pembiayaan antara perbankan syariah dengan para pelaku usahatani, maka pengetahuan dan persepsi masing-masing pihak terhadap pihak lainnya sangat menentukan intensitas hubungan kerjasama pembiayaan yang dilakukan. Penampilan usaha, pengetahuan dan persepsi pelaku usaha pertanian terhadap perbankan syariah akan menentukan perilaku para pelaku usaha pertanian apakah perbankan syariah sesuai sebagai sumber pendanaan bagi usahanya. Disisi lain, pengetahuan dan persepsi yang positif dari pihak perbankan syariah terhadap sektor pertanian akan mendorong perbankan untuk memberikan alokasi kredit yang memadai pada sektor pertanian atau sebaliknya. Adapun bagan kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 1. 36 Gambar 1 . Bagan Kerangka Pemikiran Operasional • Peranan Strategis Sektor Pertanian • Kesulitan modal dan Keterkaitan dengan Sumber Permodalan Daya Jangkau Petani terhadap Lembaga Keuangan Syariah Non performance usahatani Jarak Performance Usahatani Pendapatan Skala Usaha Persepsi terhadap LKS Rekomendasi untuk meningkatkan aksesibilitas petani terhadap pembiayaan syariah 37 IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu