I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara agraris, sektor pertanian dan pedesaan memiliki peranan sangat strategis dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut, di antaranya
adalah sebagai andalan matapencaharian mayoritas penduduk Indonesia, penyumbang Produk Domestik Bruto PDB nasional, sumber devisa, bahan baku
industri, penyediaan bahan pangan dan gizi, serta sebagai pendorong sektor-sektor ekonomi riil lainnya. Berdasarkan data BPS 2008, peranan dan konstribusi
sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto PDB nasional dari tahun 2004 hingga triwulan I tahun 2008 rata-rata menyumbang sebesar 13,74 persen berada
pada urutan ketiga setelah sektor industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran. Perkembangan PDB tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1 . Struktur PDB Menurut Sektor Lapangan Usaha Tahun 2004-2008
Berdasarkan Harga yang Berlaku
Tahun No Lapangan
Usaha 2004 2005 2006 2007 2008
Laju Tahun
1 Pertanian 14,3 13,1 12,9 13,8 14,5
0,04
2 Pertambangan dan Penggalian 8,9
11,1 11,0
11,1 10,9
0,40 3 Industri
Pengolahan 28,0 27,4 27,5 27,0 27,0
-0,36 4 Listrik, gas dan air minum
1,0 0,9
0,9 0,9
0,8 -0,04
5 Bangunan
6,6 7,0 7,5 7,7 7,7 0,20
6 Perdagangan, hotel dan Restoran 16,0
15,6 15,0
14,9 15,0
-0,20 7 Pengangkutan dan Komunikasi
6,2 6,5
6,9 6,7
6,4 0,04
8 Keuangan, persewaan,dan jasa perusahaan
8,5 8,3 8,1 7,7 7,5 -0,20 9 Jasa-jasa
10,3 9,9
10,0 10,0
9,6 0,14
Keterangan: triwulan I tahun 2008 Sumber: Badan Pusat Statistik 2008 diolah
Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Nasional yang rendah dibandingkan sektor industri pengolahan dan perdagangan, hotel serta restoran
terkait erat dengan penyempitan lahan pertanian dan produktivitas tenaga kerja yang rendah pada sektor tersebut. Perluasan lahan pertanian, optimalisasi
produktivitas, dan peningkatan pendapatan petani bisa dijadikan alternatif untuk mendorong peningkatan kontribusi pertanian terhadap PDB nasional. Namun
seringkali upaya untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian tersebut dihadapkan pada persoalan aksesibilitas terhadap sumberdaya modal.
2
Keberadaan sumber pembiayaan dalam bentuk kredit sangat penting dalam pengembangan produktivitas pada sektor pertanian terutama untuk petani
skala kecil. Ketersediaan kreditpembiayaan yang memadai dapat menciptakan pembentukan modal bagi usahatani sehingga dapat meningkatkan produksi,
pendapatan, dan menciptakan surplus yang dapat digunakan untuk membayar kembali kredit yang diperoleh. Sumber pembiayaan kredit pertanian tersebut
dapat diperoleh dari Lembaga Keuangan Formal maupun Lembaga Keuangan Non-Formal. Lembaga Keuangan Non-Formal diantaranya terdiri atas bank
keliling, pedagang hasil pertanian, pelepas uang, pedagang sarana produksi dan lain sebagainya. Lembaga Keuangan Formal diantaranya terdiri atas Lembaga
Keuangan Konvensional LKK dan Lembaga Keuangan Syariah LKS. Pada Lembaga Keuangan Formal seperti LKK umumnya menyediakan
dana dengan suku bunga rendah. Namun demikian, petani kecil tidak bisa akses dikarenakan beberapa kendala: 1 petani tidak memiliki agunan sertifikat tanah,
2 pembayaran secara bulanan tidak sesuai dengan usahatani yang memberikan siklus produksi musiman dan 3 petani kecil umumnya belum familier dengan
prosedur administrasi yang harus dipenuhi, sehingga sekarang ini LKK lebih banyak diakses oleh kelompok petani kaya. Padahal aksesibilitas terhadap
sumberdaya modal harus diartikan sebagai keterjangkauan yang harus dimiliki dua sisi; ada pada saat diperlukan dan berada dalam jangkauan untuk
memanfaatkannya. Selain itu, salah satu alasan utama petani kurang akses ke Lembaga Keuangan Formal adalah keuntungan tingkat bunga rendah yang
diberikan dikalahkan oleh lebih banyaknya waktu dan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan kredit. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang berbeda
dengan cara perbankan konvensional. Saat ini di Indonesia telah berkembang Lembaga Keuangan Syariah, baik
Bank Umum Syariah BUS maupun Bank Perkreditan Rakyat Syariah BPRS. Kehadiran Lembaga Keuangan Syariah tersebut tepat untuk mengembangkan
sektor pertanian, karena karakteristik pembiayaan syariah sesuai dengan kondisi bisnis pertanian. Hal ini dikarenakan bank syariah menggunakan skema bagi hasil.
3
Ada beberapa alasan yang menguatkan agar sektor pertanian diberdayakan melalui bank syariah
1
: Pertama, sistem syariah lebih sesuai dengan karakter petani dan pertanian di Indonesia, sehingga lebih memungkinkan untuk
diterapkan, dibandingkan dengan sistem bunga. Pada sistem syariah, yang dituntut adalah kemampuan petani untuk memproduksi hasil pertanian. Misalnya pada
skema pembiayaan bai as salaam, dimana petani mendapatkan modal untuk berproduksi sesuai biaya aktual yang dibutuhkan dan mendapat keuntungan
dengan persentase tertentu. Kewajiban petani berdasarkan skema tersebut adalah menyerahkan produk pertanian dengan kriteria yang telah disepakati kepada
pemberi modal. Bank dapat menunjuk suatu lembaga untuk memasarkan produk pertanian tersebut. Berbeda dengan sistem konvensional, dimana yang menjadi
titik tekannya adalah pengembalian pinjaman plus bunga. Kedua, bank syariah lebih menitikberatkan pada investasi di sektor riil,
dan sektor pertanian merupakan bagian dari sektor riil. Sehingga mampu menjawab problematika aksesibilitas pembiayaan bagi petani. Bank ini pun dapat
menjadi jembatan untuk mengintegrasikan pasar keuangan syariah dengan sektor pertanian, antara lain melalui penerbitan sukuk untuk pertanian.
Ketiga, bank syariah dapat menjadi substitusi kebijakan subsidi pemerintah untuk sektor pertanian. Selama ini subsidi yang diberikan pemerintah
lebih menitikberatkan pada subsidi sarana produksi pertanian. Pada praktiknya seringkali subsidi tersebut salah sasaran akibat terjadinya moral hazard.
Di Indonesia perbankan syariah tumbuh dan berkembang dengan baik. Penyebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini mengalami pertumbuhan
pesat. Hingga Oktober 2008 jumlah jaringan kantor bank syariah mencapai 1440 unit. Jaringan kantor tersebut telah menjangkau masyarakat di 33 propinsi dan di
banyak kabupatenkota. Sementara itu jumlah Bank Umum Syariah BUS hingga Oktober 2008 berjumlah lima Bank Umum Syariah. Selama tahun 2008, Return
on Asset RoA perbankan syariah mencapai 2,5 persen dan Return on Equity
1
Sufie. 2008. httpwww.Menggagas bank pertanian syariah akhi sufie.htm. 20 Januari 2009
4
RoE mencapai 76,7 persen. Kontribusi utama dari piutang murabahah yang mencapai 45,3 persen dari seluruh total pendapatan perbankan syariah BI, 2008.
Pada tahun 2008, jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah mencapai Rp 37,7 triliun. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga DPK
perbankan syariah mencapai 36,7 persen. Pertumbuhan tabungan mudharabah mencapai 31,65 persen dan deposito mudharabah mencapai 38,79 persen yang
merupakan proporsi terbesar pada triwulan ketiga tahun 2008. Sementara itu pembiayaan yang diberikan kepada UMKM oleh industri perbankan syariah
sampai September 2008 mencapai Rp 27,18 triliun 72,13, pembiayaan kepada non-UMKM mencapai Rp10,5 triliun 27,87. Pertumbuhan pembiayaan kepada
sektor UMKM sampai dengan posisi September 2008 sebesar 38,91 persen. Pembiayaan untuk sektor pertanian yang disalurkan oleh bank syariah Maret
hingga November 2008 relatif masih kecil dan berfluktuasi namun kecenderungan mengalami peningkatan seperti ditunjukan pada Tabel 2.
Tabel 2 . Penyaluran Pembiayaan Oleh Bank Syariah Berdasarkan Sektor
Ekonomi Maret – November 2008 Juta Rupiah
Sektor Ekonomi Maret
2008 Juni
2008 September
2008 Oktober
2008 November
2008 Pertanian,
Kehutanan dan Sarana
Pertanian Nilai
Pangsa 850.236
2,87 999.775
2,93 1.225.275
3,25 1.227.441
3,22 1.257.064
3,26
Pertambangan Nilai Pangsa
816.666 2,76
545.990 1,60
584.518 1,55
611.744 1,61
608.655 1,58
Perindustrian Nilai Pangsa
1.511.641 5,10
1.670.380 4,90
1.420.171 3,77
1.408.079 3,70
1.414.524 3,67
Listrik, air dan gas
Nilai Pangsa
99.416 0,34
157.007 0,46
223.802 0,59
278.848 0,73
301.064 0,78
Konstruksi Nilai Pangsa
2.479.959 8,37
3.306.929 9,70
3.744.926 9,94
3.699.693 9,71
3.767.485 9,77
Perdagangan, restoranhotel
Nilai Pangsa
4.380.500 14,78
4.416.032 12,95
4.441.180 11,79
4.382.947 11,50
4.598.479 11,93
Pengangkutan, pergudangan
Komunikasi Nilai
Pangsa 1.231.316
4,16 1.951.502
5,72 2.289.517 2.077.840
5,45 2.172.122
5,63 Jasa dunia
usaha Nilai
Pangsa 8.907.076
30,06 10.236.447
30,02 11.383.489
30,21 12.388.928
32,52 11.931.068
30,94 Jasa sosial
Nilai Pangsa
1.965.151 6,63
2.361.650 6,93
2.735.069 7,26
2.707.825 7,11
2.742.305 7,11
Lain-lain Nilai Pangsa
7.387.495 24,93
8.453.955 24,79
9.632.640 25,56
9.313.996 24,45
9.764.757 25,33
Total Nilai Pangsa
29.629.456 100
34.099.667 100
37.680.587 100
38.097.341 100
38.557.523 100
Sumber: Bank Indonesia 2008
5
Pertumbuhan bank syariah yang pesat dan kecenderungan peningkatan pembiayaan di sektor pertanian belum diikuti oleh pemahaman dan pengetahuan
masyarakat terutama petani tentang sistem operasional perbankan syariah dan mekanisme dalam mengakses skim-skim pembiayaan untuk pertanian pada
Lembaga Keuangan Syariah sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat aksesibilitas petani dalam memperoleh pembiayaan untuk menjalankan kegiatan
usahataninya. Disamping hal tersebut, Mayoritas penduduk Indonesia merupakan
penganut Agama Islam dan sebagian besar memiliki mata pencaharian dalam bidang pertanian. Namun, masyarakat belum menunjukkan minat dan perhatian
yang besar terhadap perbankan syariah. Hal ini ditunjukkan oleh masyarakat yang lebih banyak memilih bank konvensional dibandingkan bank syariah.
1.2 Perumusan Masalah