34 nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang nasabah kepada
bank atau dalam bentuk piutang bank
.
24
4. Pembiayaan Salam
Pembiayaan Salam adalah pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang atau jasa dengan
pembayaran di muka sebelum barang atau jasa diantarkan atau terbentuk. Nasabah berkewajiban mengembalikan talangan dana
tersebut ditambah margin keuntungan bank secara mencicil sampai lunas dalam jangka waktu tertentu atau tunai sesuai dengan
kesepakatan. Bank memperoleh margin keuntungan berupa selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah. Bank
bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi salam dengan nasabah
.
25
Penyediaan dana oleh bank kepada nasabah harus dilakukan secara penuh di muka, yaitu pembayaran segera setelah pembiayaan atas dasar
akad Salam disepakati atau paling lambat 7 tujuh hari setelah pembiayaan atas dasar Akad Salam disepakati, dan pembayaran oleh
bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang nasabah kepada bank atau dalam bentuk piutang bank.
c. Prinsip Sewa Menyewa
1. Pembiayaan Ijarah
Pembiayaan Ijarah adalah pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk memiliki suatu barang atau jasa dengan
24
Wirdyaningsih, dkk., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia Jakarta: Kencana, 2005, h. 109.
25
Ibid., h. 112.
35 kewajiban menyewa barang tersebut sampai jangka waktu tertentu
sesuai dengan kesepakatan. Pada akhir jangka waktu tersebut pemilikan barang dihibahkan dari bank keapada nasabah. Bank memperoleh
mergin keuntungan berupa selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah.
Dalam pembiayaan ini bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan objek sewa yang dipesan nasabah.
Pengembalian atas penyediaan dana bank oleh nasabah dapat dilakukan baik dengan angsuran maupun sekaligus. Pengembalian atas
penyediaan dana bank tersebut tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk pembebasan utang.
Dalam pembiayaan ijarah barang yang disewa oleh nasabah bukan milik nasabah, karena itu secara yuridis nasabah tidak bisa menjadikan
objek sewa tersebut sebagai angunan
.
26
2. Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik
Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah transaksi sewa- menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan
imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa.
Undang-Undang Perbankan Syariah memberikan penjelasan bahwa penyediaan dana tersebut dalam rangka memindahkan hak guna atau
memanfat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. Selain bank sebagai
26
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012, h. 215.
36 penyedia dana dalam kegiatan transaksi ijarah dengan nasabah, bank
juga bertindak sebagai pemberi janji wa’ad antara lain untuk
memberikan opsi pengalihan hak penguasaan objek sewa kepada nasabah sesuai kesepakatan.
Sama halnya dengan pembiayaan ijarah, maka dalam pembiayaan IMBT, selama masa sewa barang yang disewa secara prinsip adalah
milik bank bukan milik nasabah, maka secara hukum nasabah tidak mungkin menjadikan objek sewa sebagai angunan
.
27
d. Prinsip Pinjam-Meminjam
Pembiayaan Qard adalah pembiayaan berupa pinjaman dana tanpa biayaimbalan apa pun bagi kaum dhuafa yang merupakan asnaf
zakatinfaksedekah dan ingin mulai berusaha kecil-kecilan. dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara
sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Transaksi pinjam- meminjam dalam bentuk piutang qard merupakan salah satu bentuk
pembiayaan atau penyaluran dana oleh bank syariah kepada nasabah
penerima fasilitas debitur.
Bank dilarang dengan alasan apa pun untuk meminta pengembalian pinjaman melebihi jumlah nominal yang sesuai akad. Bank juga dilarang
membebankan biaya apa pun atas penyaluran dana pembiayaan atas dasar qard, kecuali administrasi dalam batas kewajaran. Pengembalian jumlah
pembiayaan atas dasar qard harus dilakukan oleh nasabah pada waktu yang telah disepakati.
27
Ibid., h. 218.