2.5. Sistem Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung
Menurut Mahmudah 2012, salah satu standar penting yang ditetapkan Badan Standarisasi Nasional dalam Standar Nasional Indonesia mengenai
perlindungan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan bertingkat. Sistem kebakaran harus direncanakan dari awal pembangunan konstruksi gedung,
khususnya untuk sistem proteksi kebakaran pasif yang meliputi jenis bahan bangunan yang digunakan, kompartemenisasi ruangan dan unsur lainnya
seperti tata letak penempatan gedung, jalan lingkungan, konstruksi jalan keluar, penempatan hidran.
Dalam Pedoman Teknis Pemeriksaaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung Pd-T-11-2005-C, yang termasuk sistem keselamatan kebakaran
bangunan adalah sebagai berikut :
2.5.1. Perencanaan Tapak Bangunan
Perencanaan tapak adalah perencanaan yang mengatur tapak site bangunan, meliputi tata letak dan orientasi bangunan, jarak antar bangunan,
penempatan hidran halaman, penyediaan ruang-ruang terbuka dan sebagainya dalam rangka mencegah dan meminimalisir bahaya kebakaran Saptaria,
2005. Adapun ketentuan dari tata letak tapak bangunan sebagai berikut Hesna, 2009 :
1. Tinggi rendah pekarangan harus dibuat dengan tetap menjaga keserasian lingkungan serta tidak merugikan pihak lain.
2. Penambahan lantai atau tingkat suatu bangunan gedung diperkenankan apabila masih memenuhi batas ketinggian yang ditetapkan dalam
rencana tata ruang kota, harus memenuhi persyaratan teknis yang berlaku dan keserasian lingkungan.
3. Penambahan lantai tingkat harus memenuhi persyaratan keamanan struktur.
Dalam perencanaan tapak bangunan teradapat beberapa komponen penyusun yang harus dalam keadaan baik untuk dapat menjalankan
fungsinya untuk melindungi gedung dari bahaya kebakaran Saptaria, 2005, yaitu
a. Sumber Air
Sumber air yang tersedia di sebuah bangunan harus dapat mencukupi kebutuhan bangunan tersebut sesuai dengan fungsinya.
b. Jalan Lingkungan
Jalan lingkungan di sebuah gedung harus tersedia dan diberi pengerasan agar dapat memberikan kemudahan akses bagi mobil
pemadam kebakaran.
c. Jarak Antar Bangunan
Jarak antar bangunan sebuah bangunan harus dibuat untuk menghindari penyebaran api kebakaran dengan cepat menuju
bangunan lain yang dapat menyulitkan proses pemadaman.
d. Hidran Halaman
Hidran halaman diperlukan dengan tujuan dapat membantu proses pemadaman bila terjadi kebakaran sehingga alat pemadam
kebakaran menjadi lebih banyak dan dapat membantu pemadaman.
2.5.2. Sistem Proteksi Pasif Kebakaran
Proteksi kebakaran pasif adalah suatu teknik desain tempat kerja untuk membatasi atau menghambat penyebaran api, panas dan gas baik secara
vertikal maupun horizontal dengan mengatur jarak antara bangunan, memasang dinding pembatas yang tahan api, menutup setiap bukaan dengan
media yang tahan api atau dengan mekanisme tertentu. Adapun yang termasuk proteksi kebakaran pasif yang dimaksud dalam Undang-Undang No.
28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, antara lain : 1 Kompartemenisasi
Pencegahan kebakaran dimulai sejak perencanaan perusahaan dan pengaturan proses produksi. Suatu prinsip penting pada semua perencanaan
adalah tidak melusanya kebakaran yang terjadi dan dimungkinkan
penanggulangan kebakaran yang efektif Suma’mur,1997. Dalam Undang- Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, kompartemenisasi
adalah penyekatan ruang dalam luasan maksimum danatau volume maksimum ruang sesuai dengan klasifikasi bangunan dan tipe konstruksi
tahan api yang diperhitungkan. Dinding penyekat pembentuk kompartemen dimaksudkan untuk melokalisir api dan asap kebakaran, atau mencegah
penjalaran panas ke ruang bersebelahan. 2 Sarana Evakuasi
Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa sarana evakuasi adalah penyediaan tanda peringatan
bahaya, jalur evakuasi, pintu darurat, dan tempat berkumpul sementara assembly point yang dapat menjamin kemudahan pengguna bangunan
gedung untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan gedung secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat.
Dalam NFPA 101 life safety code, juga disebutkan bagaimana persyaratan dalam menyiapkan sarana evakuasi yang baik, diantaranya:
Terdapat sarana jalan keluar Lebar minimum dari setiap sarana jalan keluar minimum 2 meter
Jumlah jalan keluar terdapat lebih dari satu dengan letak berjauhan Terdapat tanda petunjuk jalan keluar
Tanda petunjuk keluar berupa papan bertuliskan tanda menuju jalan keluar “EXIT” atau panah petunjuk arah jalan
Petunjuk jalan keluar diberi penerangan dari sumber daya listrik darurat
Terdapat pintu darurat keluar Pintu dapat dibuka tanpa anak kunci
Pintu darurat berhubungan langsung dengan jalan keluar Terdapat penerangan darurat dari sumber aliran listrik darurat
Lampu penerangan darurat berwarna kuning dengan kekuatan minimal 10 lux
Penempatan lampu darurat baik, sehingga bila salah satu lampu mati tidak gelap
Tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi Tersedia petunjuk tempat berhimpun
Kondisi tempat berhimpun aman dan cukup luas
2.5.3. Sistem Proteksi Aktif Kebakaran