Begitupun dengan statment Informan WN, adalah, “dalam hal prosesnya ini lebih menekankan kepada
penggalian kebutuhan, dan kebutuhan saya adalah masalah pendapatan, kadang saya narik ojeg fisik saya gak kuat kalau
terlalu lama.hal ini menjadi masalah buat saya, karena saya menghidupi 3 anak.”
22
Sama halnya dengan statement Informan WD, “sekarang gw sih jadi konselor adiksi di Puskesmas,
tapi untukmenghidupi dua anak itu berat banget buat gw, jadi gw ikut terapi ini sebagai alternatif jika nanti hasilnya bisa
dipasarkan itu kan lumayan banget.”
23
Proses assesmen ini sendiri pada dasarnya adalah penggalian
kebutuhan yang
dilakukan Ohida
dalam memberikan pelayanan kepada ODHA di Yayasan Pelita Ilmu
YPI. Prosesnya sendiri berdasarkan hasil wawancara di atas dengan mengadakan konseling dukungan yang berkelanjutan
pada tiap minggunya, tepatnya setiap 2 minggu disaaat ada pertemuan Obrass, kumpul bocah dan terapi menyulam
24
. Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Informan WD
dan WN masuk kedalam peserta terapi menyulam karena latar belakang masalah yang sama yakni pendapatan sehari-hari.
c. Tahap Intervensi
Dalam pengamatan yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa jenis terapi ini pada dasarnya dikembangkan
berdasarkan kebutuhan dari ODHA sebagai seorang klien.
22
Wawancara dengan Informan WN pada tanggal 13 Juli 2011
23
Wawancara dengan informan WD pada tanggal 11 Juli 2011
24
Obsevasi pada tanggal 11 juli
Dalam prosesnya terapi yang dikembangkan melakukan proses diskusi untuk melakukan pemilihan alternatif pemecahan
masalah, seperti hasil wawancara yang disampaikan oleh Ibu Sundari berikut ini,
“setelah melakukan assesmen untuk mengetahui kebutuhan klien, ohida mengelompokkan dan memberikan
terapi yang sesuai dengan kebutuhan ODHA, jenisnya itu, ada menyulam dan membuat aksesoris dan yang membantu untuk
menjadi tutor disini ada mahasiswa yang sedang magang, relawan, pengurus ataupun kami undang dari LSM lain.”
25
Hal sama seperti yang telah diungkapkan informan WD, bahwa:
“pada terapi ini setelah gw berempat diberikan konseling dukungan dan materi untuk lebih memotivasi gw,
selanjutnya gw diajarkan untuk membuat sulaman dari benang wool yang pertama itu membentuk pita HIV, disini prosesnya
sendiri menurut gw bener-bener membantu kemandirian.”
26
Sama halnya yang diungkapkan oleh informan WN “iya, terapi ini jatohnya itu kita dilatih untuk membuat
aksesoris sulaman, latihan nari juga ada. Jadi yang ditanamkan yang paling utama itu bahwa kita ini ODHA, bisa
kok menghasilkan sesuatu, dan kita juga bukan individu yang istilahnya tinggal nunggu meninggalnya aja gitu mas. Tapi ya
gitu karena kebanyakan yang ikut terapi dan yang bergabung disini adalah ODHA perempuan, saya suka canggung mas,
kadang datangnya itu jarang pas ada terapi. Jadi saya gak optimal untuk ikut nih terapi.”
27
Jadi, dari gambaran hasil temuan diatas dapat dikatakan bahwa jenis program terapi kreatif yang dilaksanakan oleh YPI
adalah berupa pemberian keterampilan kepada para ODHA,
25
Wawancara dengan Ibu Sundari pada tanggal 5 Juli 2011
26
Wawancara dengan informan YL pada tanggal 13 Juli 2011
27
Wawancara dengan informan WN pada tanggal 13 Juli 2011
untuk lebih mandiri dan kuat secara mental bahwa ODHA layaknya orang normal dan tidak ada pebedaan sedikit pun.
Namun, disini terjadi perbedaan hasil dimana informan WN menjadi agak tidak nyaman karena umumnya ODHA yang
bergabung di YPI adalah ODHA perempuan, dan Informan WN tergabung dalam kelompok terapi yang mayoritas
perempuan. Selain itu, dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti
bahwa ODHA diikut sertakan dalam kegiatan yang bersifat terbuka, contohnya saat ada penyuluhan di Kecamatan se-Kota
Depok yang bekerja sama dengan Dinkes Depok, YPI menurunkan beberapa ODHA sebagai narasumber dalam
kegiatan tersebut. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu Sundari,
bahwa: “nanti penyuluhan di Depok para ODHA jadi
narasumber, ataupun mendampingi staff YPI, hal ini tujuannya untuk memberikan kesempatan kepada ODHA juga, bahwa
mereka juga dilibatkan dalam acara-acara yang sifatnya umum seperti ini, kan banyak sebagian masyarakat yang
beranggapan kalau ODHA itu fisiknya lemah.”
28
Hal ini dibenarkan oleh Informan WN, dalam pengakuannya sebagai berikut,
“iya waktu ada penyuluhan HIVAIDS di Depok bulan lalu, saya dan beberapa temen-temen ODHA diminta oleh YPI
menjadi narasumber untuk penyuluhan kepada remaja tentang
28
Wawancara dengan Ibu Sundari pada tanggal 5 Juli 2011
HIVAIDS dan juga testimoni sebagai ODHA, saya berceritera saat saya pakai narkoba sampai pada akhirnya saya terinfeksi
HIVAIDS ini.”
29
Jadi, dalam menguatkan diri dan mental ODHA tidak hanya melakukan konseling dukungan dan terapi menyulam
sebagai proses intervensi, di sini ODHA juga dilibatkan dalam kegiatan yang bersifat umum yang bertujuan untuk
memperbaiki kepercayaan diri ODHA dalam hal sosialisasi diri di masyarakat.
Jika diambil kesimpulan setelah pada tahap awal YPI memberikan konseling dukungan, advokasi, bantuan nutrisi dan
layanan kesehatan untuk memulihkan kondisi psikologis ODHA.
d. Tahap Terminasi