10 mengingat susu merupakan produk yang mudah rusak. Permasalahan seperti ini
membutuhkan penanganan agar pemasaran produk susu peternak dapat berjalan dengan baik. Untuk itu dibuatlah koperasi yang mewadahi para peternak sapi
perah Daryanto, 2007.
2.2. Koperasi Susu Indonesia
Koperasi sapi perah susu merupakan perusahaan yang bergerak di dalam produksi susu segar dan kemudian dipasarkan ke industri susu sebagai bahan baku
susu olahan dan produk asal susu lainnya. Koperasi dalam memproduksi susu segar bermitra dengan peternak rakyat yang menjadi anggota koperasi. Sebagai
anggota koperasi, peternak adalah juga pemegang saham melalui simpanan wajib dan simpanan pokok dan sebagainya. Dengan demikian keberhasilan koperasi
dalam bisnis susu segar secara langsung merupakan keberhasilan para peternak anggota itu sendiri. Sebaliknya jika terjadi kekeliruan dalam pengurusan koperasi
akan merugikan perkembangan peternak anggota koperasi Trantono 2008. Koperasi susu yang pertama kali muncul di Indonesia adalah Gabungan
Peternak Sapi Perah Indonesia Pangalengan GPSPIP. Koperasi ini berdiri tahun 1949 di Pangalengan Jawa Barat. Kemudian pada tahun 1962 disusul oleh
koperasi Sinar Andani Ekonomi SAE di Pujon, Jawa Timur. Setelah itu disusul dibeberapa daerah seperti Boyolali, Ungaran, Grati, Nongkojajar dan di daerah
lainnya. GPSPIP sebagai koperasi susu pertama, terpaksa ditutup pada pertengahan
tahun 1960-an akibat kondisi politik dan ekonomi Indonesia yang bergejolak pada waktu itu. Kemudian didirikan kembali sebagai Koperasi Peternak Bandung
Selatan KPBS di Pangalengan pada tahun 1969. Bertahan sampai saat ini. Saat ini sebagian besar peternak sapi perah di Indonesia merupakan
anggota koperasi susu. Dalam hal ini koperasi bertindak sebagai mediator antara peternak dengan Industri Pengolahan Susu IPS. Sehingga saat ini keberadaan
koperasi susu sangat menentukan posisi tawar peternak dalam menentukan jumlah penjualan susu, waktu penjualan dan harga yang akan diterima oleh peternak
Daryanto 2007.
11 Kondisi seperti saat ini jauh lebih baik dari yang pernah terjadi pada awal
tahun 1980-an dimana pada waktu itu terjadi penurunan harga susu yang sangat dalam, sehingga peternak mengalami kerugian yang besar. Menanggapi
permasalahan ini, kemudian pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama SKB Tiga Menteri Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian dan Menteri
Perdagangan dan Koperasi. SKB tersebut mewajibkan IPS di Indonesia untuk menyerap produksi susu segar nasional sebagai pendamping susu impor sebagai
bahan baku. Dengan adanya peraturan ini telah memberikan peluang penjualan susu segar hasil peternak pada tingkat kualitas dan harga yang lebih menarik dan
pola pemasaran yang lebih terjamin. Penelitian Erwin 2008 tentang analisis pengembangan usaha koperasi
susu di Kota Bogor, dapat dilihat kondisi koperasi susu saat ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang dihadapi koperasi berasal dari Internal dan
eksternal koperasi. Internal koperasi menghadapi berbagai permasalahan yang menjadi
kelemahan koperasi, seperti, motivasi kerja karyawan yang rendah, penelitian dan pengembangan belum mendapatkan perhatian yang khusus, kondisi keuangan
yang buruk, piutang pada peternak sangat besar, proporsi modal luar masih sangat besar sekitar 95 persen, tidak ada promosi untuk KPS Feed, penurunan
pemotongan dana operasionalliter susu, ketergantungan yang tinggi kepada Industri Pengolahan Susu IPS, jumlah karyawan yang tidak efisien dan
penurunan jumlah produksi susu peternak. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan koperasi diantaranya Job description
koperasi sudah jelas, program kerja koperasi telah disetujui oleh anggota, mekanisasi proses produksi pakan ternak, penerapan harga susu yang progresif,
bonus dan penalti, kualitas susu telah memenuhi standar IPS, pengelola bebas KKN, transaparan dan efisien, program pengendalian mutu susu, KPS memiliki
kawasan usaha peternakan, KPS menyediakan pakan dan administrasi yang terkomputerisasi.
Faktor-faktor dari eksternal koperasi yang menjadi peluang seperti, lokasi yang strategis dekat dengan IPS, peningkatan konsumsi susu masyarakat,
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kebutuhan gizi, iklim yang
12 mendukung, produksi susu belum memenuhi kebutuhan, kerjasama dengan dinas
peternakan dan lembaga lainnya dan perkembangan teknologi dibidang peternakan.
Faktor-faktor eksternal yang menjadi ancaman yaitu, suku bunga kredit yang tinggi, pemberlakuan Asean Free Trade Area AFTA, lahan hijauan
berkurang, daya tawar koperasi kepada IPS masih lemah, harga susu impor lebih murah dan tuntutan hukum pihak yang berwajib.
2.3. Koperasi Indonesia 2.3.1. Legalitas Koperasi