Strategi Sosial nelayan Tembak

Jaringan sosial ini turut membantu strategi sosial nelayan antara lain dengan meminjam uang kepada tetangga dekat, mengurus surat keterangan tidak mampu kepada RT ataupun membeli beras raskin.

6.2.5. Strategi Sosial nelayan Tembak

Strategi sosial yang dilakukan oleh nelayan tembak dibagi menjadi intensitas meminjam pada patron, yang kemudian diukur pula tingkat kepuasan terhadap patron, serta jaringan sosial yang dimiliki nelayan tembak seperti terlihat dalam Tabel 31. Tabel 31. Sebaran Rumahtangga Nelayan Tembak dalam Ragam Intensitas Meminjam pada Patron, Kepuasan pada Patron dan Jaringan Sosial di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 Skor Frekuensi Persentase Pinjaman Pada Saat Tidak Melaut Rendah 5-12 2 100,0 Tinggi 13-20 0,0 Total 2 100,0 Interaksi dengan Patron Tidak Puas 5-12 2 100,0 Puas 13-20 0,0 Total 2 100,0 Jaringan Sosial Rendah 10-25 1 50,0 Tinggi 26-40 1 50,0 Total 2 100,0 Sumber: data primer diolah Dari Tabel 31 diperoleh keterangan bahwa pada ragam pertama nelayan tembak memiliki intensitas meminjam yang rendah. Diperoleh hasil bahwa nelayan tembak yang ditemui pada penelitian ini seluruhnya tidak memiliki pinjaman pada patron intensitas meminjam rendah. Pada ragam kedua diperlihatkan tingkat kepuasan nelayan tembak pada patron, yang hasilnya seluruh nelayan tembak merasa tidak puas dengan patron baik dari segi kepuasan nelayan pada sistem bagi hasil, berbagi informasi mengenai pekerjaan di luar melaut dan interaksi secara umum nelayan dengan patron. Terlihat pada Tabel 31 bahwa kedua nelayan tembak tidak mengandalkan pinjaman pada bos sebagai strategi sosial mereka akibat ketidakpuasan terhadap patron. Sementara berdasarkan ragam ketiga, diperoleh bahwa nelayan tembak memiliki kualitas jaringan sosial yang rendah dan tinggi dilihat dari segi hubungan dengan warga sekitar mulai dari tingkat RT hingga kelurahan. 6.2.6. Strategi Sosial Nelayan Bagang-Budidaya Strategi sosial yang dilakukan oleh nelayan bagang-budidaya dibagi menjadi intensitas meminjam pada patron, yang kemudian akan diukur pula tingkat kepuasan terhadap patron, serta jaringan sosial yang dimiliki nelayan bagang-budidaya seperti terlihat dalam Tabel 32. Tabel 32. Sebaran Rumahtangga Nelayan Bagang-Budidaya dalam Ragam Intensitas Meminjam pada Patron, Kepuasan pada Patron dan Jaringan Sosial di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 Skor Frekuensi Persentase Pinjaman Pada Saat Tidak Melaut Rendah 5-12 13 76,5 Tinggi 13-20 4 23,5 Total 17 100,0 Interaksi dengan Patron Tidak Puas 5-12 12 70,6 Puas 13-20 5 29,4 Total 17 100,0 Jaringan Sosial Rendah 10-25 7 41,2 Tinggi 26-40 10 58,8 Total 17 100,0 Sumber: data primer diolah Pada tabel 32 diperlihatkan bahwa nelayan bagang-budidaya memiliki intensitas meminjam yang rendah sampai tinggi pada patron. Intensitas ini diukur berdasarkan frekuensi meminjam pada saat baratan. Diperoleh hasil bahwa nelayan bagang-budidaya yang tidak memiliki pinjaman pada patron sebesar 76,5 persen intensitas meminjam rendah sementara sebanyak 23,5 persen masih memiliki pinjaman dan masih memiliki hutang yang belum dibayar pada patron intensitas meminjam tinggi disimpulkan bahwa nelayan bagang-budidaya yang memiliki dua jenis alat produksi masih mengandalkan pinjaman pada patron sebagai salah satu strategi sosial mereka. Sementara pada ragam kedua diperlihatkan tingkat kepuasan nelayan bagang -budidaya pada patron. Sebanyak 70,6 persen nelayan bagang-budidaya merasa tidak puas terhadap patron baik dari sistem bagi hasil, berbagi informasi mengenai pekerjaan di luar melaut dan interaksi secara umum dengan patron. Sementara hanya 29.4 persen lima orang merasa puas kepada patron. Berdasarkan ragam ketiga, diperoleh data bahwa nelayan bagang-budidaya memiliki kualitas jaringan sosial yang rendah hingga tinggi dari segi hubungan dengan warga sekitar mulai dari tingkat RT hingga kelurahan. Jaringan sosial ini turut membantu strategi sosial nelayan antara lain dengan meminjam uang kepada tetangga, mengurus surat keterangan tidak mampu kepada RT ataupun membeli beras raskin. 6.2.7. Strategi Sosial Kuli Nelayan Strategi sosial yang dilakukan oleh kuli nelayan dibagi menjadi intensitas meminjam pada patron, yang kemudian akan diukur pula tingkat kepuasan terhadap patron, serta jaringan sosial yang dimiliki kuli nelayan. Sebaran rumahtangga kuli nelayan yang melakukan strategi sosial terlihat dalam Tabel 33. Tabel 33. Sebaran Rumahtangga Kuli Nelayan dalam Ragam Intensitas Meminjam pada Patron, Kepuasan pada Patron dan Jaringan Sosial di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 Skor Frekuensi Persentase pinjaman pada saat tidak melaut Rendah 5-12 3 60,0 Tinggi 13-20 2 40,0 Total 5 100,0 Interaksi dengan Patron Tidak Puas 5-12 5 100,0 Puas 13-20 0,0 Total 5 100,0 Jaringan Sosial Rendah 10-25 2 40,0 Tinggi 26-40 3 60,0 Total 5 100,0 Sumber: data primer diolah Ragam pertama pada Tabel 33 menunjukkan intensitas meminjam yang rendah hingga tinggi oleh kuli nelayan. Intensitas ini diukur berdasarkan frekuensi meminjam pada saat baratan. Diperoleh informasi bahwa terdapat tiga orang kuli nelayan yang tidak mempunyai pinjaman kepada patron intensitas meminjam rendah sementara dua orang masih memiliki pinjaman pada nelayan intensitas meminjam tinggi, sehingga dapat dikatakan sebagian kuli nelayan masih mengandalkan pinjaman pada patron sebagai bentuk strategi sosial mereka. Sementara pada ragam kedua diperlihatkan tingkat kepuasan kuli nelayan pada patron. Seluruhnya memiliki tingkat kepuasan yang rendah baik pada kepuasan sistem bagi hasil, berbagi informasi mengenai pekerjaan di luar melaut dan interaksi secara umum dengan patron. Berdasarkan ragam ketiga, diperoleh bahwa kuli nelayan memiliki kualitas jaringan sosial yang menyebar dari rendah hingga tinggi. Ukuran jaringan sosial ini dilihat dari segi hubungan dengan warga sekitar mulai dari tingkat RT hingga kelurahan. Jaringan sosial ini turut membantu strategi sosial nelayan antara lain dengan meminjam uang kepada tetangga, mengurus surat keterangan tidak mampu kepada RT ataupun membeli beras raskin. 6.3. Strategi Ekonomi Widodo 2009 mendefinisikan strategi ekonomi sebagai strategi yang didasarkan pada penggunaan struktur alokasi tenaga kerja dalam rumahtangga. Sementara Hidayati 2000 menyebutkan setidaknya terdapat beberapa strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh nelayan, antara lain mobilitas dan diversifikasi kerja dalam rumahtangga. Strategi ekonomi yang dilakukan nelayan Kampung Bambu antara lain adalah diversifikasi kerja rumahtangga dan pola nafkah ganda. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa seluruh responden tidak melakukan mobilitas kerja atau perpindahan kerja saat musim baratan. Mereka lebih memilih menganggur di rumah daripada bekerja selain melaut. Diversifikasi kerja rumahtangga adalah pembagian kerja diantara anggota keluarga untuk membantu kebutuhan sehari-hari. Diversifikasi kerja yang dilakukan oleh rumahtangga nelayan di daerah Kampung Bambu biasanya adalah mengupas kijing atau slindet kerang hijau yang dilakukan oleh istri maupun anak-anak nelayan. Upah dari mengupas kijing adalah 1.500 rupiah untuk setiap kilonya, sehingga apabila dalam sehari istri nelayan mampu mengupas sebanyak sepuluh kilo kerang hijau, mereka akan mendapatkan sekitar 15.000 rupiah per hari sebagai tambahan hasil melaut suami mereka. Selain mengupas kijing, istri nelayan juga banyak yang bekerja sebagai buruh cuci ataupun penjual makanan, dalam sehari mereka bisa mendapatkan tambahan 20.000 rupiah. Kegiatan lain yang dilakukan istri nelayan sebagai diversifikasi kerja adalah menjahit bahan- bahan daur ulang untuk kemudian dijual melalui yayasan. Diversifikasi kerja juga dilakukan oleh anak-anak yang turut membantu ibunya mengupas kijing. Pola nafkah ganda yang dilakukan oleh nelayan sebagai kepala keluarga antara lain menjadi penjual bambu untuk keperluan bagang ataupun menjadi sekuriti di pualang. Meskipun demikian tidak banyak kepala keluarga nelayan yang memiliki pola nafkah ganda, sebab pekerjaan utama sebagai nelayan saja telah menguras waktu dan tenaga sehingga tidak banyak yang memiliki pekerjaan sampingan lain. Strategi ekonomi lainnya yaitu berhutang juga dilakukan oleh nelayan. Kebiasaan berhutang ini dilihat dari frekuensi meminjam baik pada rentenir maupun bank keliling. Hidayati 2000 menyebutkan bahwa berhutang merupakan jalan keluar yang biasa dilakukan penduduk pesisir untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga. Dalam penelitian ini, berhutang kepada patron dikelompokkan pada strategi sosial yaitu intensitas meminjam pada patron yang telah dibahas pada subbab sebelumnya, sehingga pengertian berhutang pada strategi ekonomi adalah meminjam uang kepada sumber dana selain ‘bos’. Terlihat bahwa nelayan masih memilih berhutang sebagai strategi ekonomi, meskipun demikian tidak banyak juga yang menolak memiliki hutang dengan alasan malu. Strategi ekonomi lainnya yang dilakukan nelayan antara lain adalah kegiatan ilegal strategi lainnya seperti menjual dan menggadaikan barang. Kegiatan ilegal seperti mencuri atau berjudi hampir tidak pernah dilakukan oleh nelayan, walaupun demikian terdapat beberapa responden yang pernah melakukan kegiatan ilegal seperti mencuri besi ataupun berjudi bahkan hingga dipenjara untuk menghidupi keluarga mereka. Menggadaikan atau menjual barang biasanya dilakukan nelayan saat musim baratan. Pola menggadaikan barang ini dilakukan ketika musim timur membeli peralatan elektronik ataupun perhiasan emas, dan ketika musim barat nelayan akan menggadaikan barang-barang tersebut. Hal ini dilakukan untuk memperpanjang distribusi pendapatan nelayan, dan karena nelayan belum memiliki pengelolaan keuangan dengan baik, nelayan juga belum familiar dengan tabungan pada perbankan formal yang terkesan tidak mudah.

6.3.1. Strategi Ekonomi Nelayan Bagang