produksi melalui pembuatan bagang, sero, dan pancang ternak dalam jarak lebih jauh dari sebelum terjadi pencemaran. Nelayan bagang misalnya, dahulu sebelum
pencemaran, dalam jarak kilometer dari bibir pantai mereka sudah bisa menancapkan bagangnya, sedangkan kini mereka harus berlayar lebih jauh hingga
hitungan mil untuk menancapkan bagang agar bisa mencapai tempat yang terdapat ikannya. Demikian halnya dengan nelayan sero dan nelayan
pembudidaya kerang hijau, nelayan dengan alat tangkap statis cenderung melakukan produksi penangkapan ikan dalam jarak yang lebih jauh sebagai
adaptasi dari pencemaran pesisir.
6.5.4. Strategi Berbasis Spasial dan Finansial
Strategi spasial merupakan suatu strategi yang dilakukan dengan cara keluar dari wilayah komunitas. Rumahtangga nelayan yang melakukan strategi spasial
maka akan keluar dari komunitas dan mencari pekerjaan di luar komunitas. Strategi spasial ini dapat dilakukan dengan melakukan migrasi sirkuler ataupun
migrasi permanen Masithoh, 2005. Strategi spasial dilaksanakan karena terbatasnya sumber nafkah yang terdapat pada wilayah setempat, sehingga
mendorong rumahtangga untuk mencari penghidupan di tempat lain. Sedangkan strategi berbasis finansial merupakan strategi pemanfaatan modal keuangan
berupa tabungan, investasi, asuransi dan lain sebagainya. Pada komunitas nelayan tradisional Kampung Bambu, tidak banyak terdapat
migrasi yang dilakukan oleh rumahtangga. Meskipun pekerjaan sebagai nelayan semakin sulit mendapatkan hasil akibat sumberdaya laut yang semakin
terdegradasi, tidak banyak nelayan yang melakukan perpindahan pekerjaan karena adanya anggapan nelayan adalah pekerjaan turun-temurun yang merdeka.
Meskipun demikian, terdapat pula beberapa anggota rumahtangga nelayan yang tidak meneruskan jejak orangtua mereka melaut, mereka memilih untuk bekerja di
Jakarta sebagai buruh pabrik. Terdapat pula istri-istri nelayan yang memilih menjadi buruh cuci ataupun pembantu rumahtangga untuk membantu keuangan
keuarga. Sedikitnya jumlah anggota keluarga yang melakukan migrasi sirkuler
ataupun permanen, kebanyakan dari mereka bekerja pada sektor domestik dengan alasan rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki.
Strategi spasial yang dijalankan oleh rumahtangga nelayan juga sampai keluar negeri. Strategi migrasi ke luar negeri ini lebih banyak dilakukan oleh
anggota rumahtangga wanita. Mereka menjadi TKW dengan bekerja sebagai pembantu rumahtangga di negara-negara seperti Malaysia, Brunei Darussalam
atau Arab Saudi. Mereka meninggalkan keluarga untuk menambah pendapatan. Sehingga terlihat bahwa strategi spasial cenderung dilakukan bukan oleh kepala
keluarga, melainkan oleh anggota keluarga yang lain. Meskipun demikian tidak banyak ditemukan kasus migrasi serupa, kebanyakan dari istri nelayan memilih
untuk mencari penghasilan tambahan di sekitar komunitas mereka saja. Sementara itu tidak ada rumahtangga nelayan yang menjalankan strategi
finansial dengan memanfaatkan modal keuangan berupa tabungan atau investasi. Hal ini disebabkan capaian status nafkah nelayan tradisional di Kampung Bambu
masih terbatas pada strategi keamanan dan stabilitas, artinya semua hasil yang diperoleh rumahtangga nelayan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimal kebutuhan subsisten pangan. Mereka belum mampu melakukan pengumpulan aset karena arus distribusi pendapatan mereka hanya berputar dari
musim ikan dan musim baratan, tanpa ada sisa untak menabung atau berinvestasi sebagai bentuk strategi akumulasi.
BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT NELAYAN
DENGAN STRATEGI SOSIAL DAN STRATEGI EKONOMI NELAYAN 7.1. Hubungan
Karakteristik Nelayan dengan Strategi Sosial
7.1.1. Hubungan Usia dengan Strategi Sosial
Pada karakteristik individu terdapat tiga variabel yang diuji hubungannya dengan strategi sosial dan strategi ekonomi. Hubungan karakteristik usia
responden dengan strategi sosial Crosstab chi-square. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah usia yang berbeda mempengaruhi hubungan dengan strategi
sosial. Strategi sosial dilihat dari frekuensi meminjam kepada patron pada saat tidak melaut, kepuasan pada patron, serta kualitas jaringan sosial. Untuk usia
dibagi menjadi tiga yaitu muda 18-30 tahun, dewasa 31-50 tahun dan tua 51 tahun keatas.
Tabel 44. Hubungan Usia dengan Pinjaman Kepada Patron Pada Saat Tidak Melaut
Umur Pinjaman Pada Saat Tidak Melaut
Total Rendah
Tinggi Muda 18-30 tahun
24 5
29 Dewasa 31-50 tahun
21 11
32 Tua 50 tahun
4 4
Total 49
16 65
Keterangan: nilai Approx. Sig. 0,374
Sumber: data primer diolah
Berdasarkan Tabel 44 diketahui sebanyak 24 orang responden usia muda memiliki intensitas meminjam yang rendah, sementara lima orang responden usia
dewasa muda memiliki intensitas meminjam yang tinggi. Dari Tabel juga terlihat sebanyak 21 orang responden usia dewasa memiliki intensitas meminjam yang
rendah, sementara 11 orang responden usia dewasa menengah memiliki intensitas meminjam yang tinggi. Pada responden usia tua, empat orang responden memiliki
intensitas meminjam yang rendah. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan SPSS.17 for windows dengan model uji Cross Tab didapatkan hasil
bahwa usia tidak berhubungan dengan intensitas pinjaman pada patron dengan nilai Approx.sig. 0,374 atau lebih besar dari
α 0,05 maka Ho diterima, yang