Susunan Pengurus Yayasan Raudlatul Makfufin
pesan dalam bahasa lisan, seperti sapaan, teguran, nasehat, candaan, perintah, obrolan. Hal tersebut bermaksud agar santri tunanetra yang diajak komunikasi
melakukan apa yang dikehendaki pengajar. Disela-sela waktu setoran hafalan pengajar memanfaatkan komunikasi verbal secara lisan untuk memberikan
motivasi kepada santri. Komunikasi sehari-hari antar sesama santri tunanetra berjalan lancar tapi
harus dengan volume agak keras. Sebagaimana sesuai dengan hasil wawancara dengan Ade Ismail
mengatakan bahwa “kalau interaksi sehari-hari ya jangan takut ngomong. Karena jangan harap ditegur kalau tidak tegur duluan. Kami
ya memanfaatkan indera pendengaran jadi kalau bicara suaranya jangan pelan, harus lebih keras”.
1
Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa dalam pengunaan komunikasi verbal yang dilakukan oleh penyandang tunanetra sama seperti layaknya orang
normal akan tetapi mereka lebih mengandalkan pendengaran karena indera pendengaran ini satu-satunya yang mereka miliki untuk bisa menerima sebuah
pesan atau informasi. Lalu dalam berkomunikasi antar sesama penyandang tunanetra, baik antara pengajar dengan santri ataupun sebaliknya atau bahkan
berkomunikasi dengan orang normal sekalipun, yakni jangan malu untuk mengeluarkan suara, berbicaralah dengan volume yang agak keras. Inilah salah
satu bentuk motivasi dari pengajar kepada santrinya agar mereka memiliki kepercayaan diri berkomunikasi dengan orang lain, selain itu bisa bermanfaat
bagi santri agar mereka meiliki atau mengetahui potensi dirinya.
1
Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.
Kemudian komunikasi verbal dalam memotivasi menghafal al- Qur’an
pengajar memberikan teguran berupa perbaikan lafadz ataupun kesalahan disaat proses menghafal atau pada saat setoran hafalan. Sebab dalam proses
menghafal, dengan mendengarkan saja tidak cukup, bisa terjadi kesalahan sebagaimana wawancara dengan Ade Ismail selaku ketua dewan pengurus
mengatakan “…kalau belajar menghafal hanya dengar dari suara bisa saja
salah. Seperti perbedaan illa, ila atau dengan ala, dimana penempatan tasydid atau panjang pendek. Terlebih lagi bagi santri yang sama sekali tidak bisa atau
awam akan huruf arab…”.
2
Ungkapan tersebut menjelaskan bahwa dalam menghafal al- Qur’an santri
tunanetra dianjurkan bisa membaca al- Qur’an braille. Karena jika bisa
membaca sendiri akan tau letak perbedaan lafadz yang sama namun berbeda seperti illa dengan ila, bertasydid atau tidak bertasydid. Mengetahui perbedaan
pelafadzan seperti ini merupakan hal mendasar dalam bahasa arab. Dua kata atau lebih bisa saja memiliki pelafalan hampir sama, namun secara tulis
berbeda dan maknanya akan berbeda pula. Oleh karena itu, untuk mengatasi terjadinya kesalahan, pengajar akan mengkomunikasikannya dengan santri
lewat teguran apabila terjadi kesalahan-kesalahan. 2.
Bentuk Non verbal Pesan non verbal adalah pesan yang dikirim dalam bentuk gerak bahasa
tubuh, ataupun tanda-tanda. Komunikasi non verbal melalui gerak bahasa
2
Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.
tubuh bisa meliputi mimik, kedipan mata, ekspresi muka, serta perubahan volume suara dan lain sebagainya.
Penggunaan komunikasi non verbal sangat berperan penting dalam melengkapi efektifitas komunikasi verbal. Misalnya ketika santri tunanetra ada
yang lama tidak menyetorkan hafalannya maka pengajar akan memberikan teguran dengan perubahan volume dengan penegasan agar santri mau
menghafal dan menyetorkan hafalannya.