Prestasi yayasan Raudlatul Makfufin

50

BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA

A. Pesan Komunikasi Antarpribadi yang Diberikan Pengajar kepada Santri

Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al- Qur’an Komunikasi antarpribadi dimana pesan terkirim dari pengirim dan penerima, keduanya sama-sama berperan ganda menjadi pembicara sekaligus pendengar. Komunikasi antarpribadi menjadi proses yang sangat lazim dilakukan oleh semua orang begitu juga dengan penyandang tunanetra. Komunikasi antarpribadi yang diberikan pengajar kepada santri tunanetra di yayasan Raudlatul Makfufin merupakan penunjang dalam memotivasi menghafal al- Qur’an. Pesan komunikasi dari komunikator kepada komunikan ataupun sebaliknya mempunyai beberapa bentuk yakni verbal dan nonverbal. Dalam penyampaian pesan ini bersifat memberi dan menerima pesan, seperti obrolan yang terjalin bersifat dua arah, masing-masing memiliki hak. Jadi tidak ada yang lebih menguasai pembicaraan. Hal tersebut memudahkan proses komunikasi antara pengajar dan santri tunanetra. Bentuk pesan yang digunakan pengajar kepada santri tunanetra ataupun sebaliknya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Bentuk Verbal Komunikasi verbal adalah pesan yang dikirim dalam bentuk lisan maupun tulisan. Komunikasi verbal melalui lisan bisa dilakukan dengan menggunakan media, seperti berbicara ditelepon. Pengajar menyampaikan pesan dalam bahasa lisan, seperti sapaan, teguran, nasehat, candaan, perintah, obrolan. Hal tersebut bermaksud agar santri tunanetra yang diajak komunikasi melakukan apa yang dikehendaki pengajar. Disela-sela waktu setoran hafalan pengajar memanfaatkan komunikasi verbal secara lisan untuk memberikan motivasi kepada santri. Komunikasi sehari-hari antar sesama santri tunanetra berjalan lancar tapi harus dengan volume agak keras. Sebagaimana sesuai dengan hasil wawancara dengan Ade Ismail mengatakan bahwa “kalau interaksi sehari-hari ya jangan takut ngomong. Karena jangan harap ditegur kalau tidak tegur duluan. Kami ya memanfaatkan indera pendengaran jadi kalau bicara suaranya jangan pelan, harus lebih keras”. 1 Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa dalam pengunaan komunikasi verbal yang dilakukan oleh penyandang tunanetra sama seperti layaknya orang normal akan tetapi mereka lebih mengandalkan pendengaran karena indera pendengaran ini satu-satunya yang mereka miliki untuk bisa menerima sebuah pesan atau informasi. Lalu dalam berkomunikasi antar sesama penyandang tunanetra, baik antara pengajar dengan santri ataupun sebaliknya atau bahkan berkomunikasi dengan orang normal sekalipun, yakni jangan malu untuk mengeluarkan suara, berbicaralah dengan volume yang agak keras. Inilah salah satu bentuk motivasi dari pengajar kepada santrinya agar mereka memiliki kepercayaan diri berkomunikasi dengan orang lain, selain itu bisa bermanfaat bagi santri agar mereka meiliki atau mengetahui potensi dirinya. 1 Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.