Komunikasi Antarpribadi Pengajar Dan Santri Tunanetra Dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur’an Di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan

(1)

RAUDLATUL MAKFUFIN SERPONG TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam

(S.Kom.I)

Oleh

Fathiyatur Rizkiyah NIM: 1111051000099

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2015 M/ 1436 H


(2)

YAYASAI\I RA{,]DLATUL MAKFUHN SERPONG TAI\TGERANG SELATAI\I

SkriPsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi unhrk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana KOmunikasi Islam

(S.Kom.I) Oleh:

Fathivatur Rizkivah

ItiIM: 1111051000099

JT]RUS$i KOMT]I\ilKASI DAI\I PENTYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU

DAKWAII

DAN ILMU KOMUMKASI

TJNWERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATTJLLAII

JAKARTA

201s IW 1436 H Pembimbing:


(3)

Skripsi berjudul

"KOMUNIKASI

AITTARPRIBADI PENGAJAR

DAII SAI\ITRI TT]NAI\ETRA DALAM MEMOTTVASI MENGHAFAL

AL-QT'R'AI\[ DI

YAYASAI\I RAUDLATUL

MAKFUFIN

SERPONG TAI\IGERANG SELATAI\'' telah diujikan dalam sidang munaqasyatr Fakultas

Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta pada tanggal 12 Oktober 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) padaprograrn studi

Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta" 12 Oktober 2015

Sidang Munaqasyah

198306102009122001

Anggota

Drs. Jumroni. M.Si

NIP. 19630515199203 1006

9601202199503100r

Penguji I Penguji II

NrP. 1971081


(4)

(5)

i 1111051000099

Komunikasi Antarpribadi Pengajar dan Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan

Yayasan Raudlatul Makfufin adalah yayasan yang mewadahi santri tunanetra untuk menghafal al-Qur’an. Ketertarikan santri tunanetra dalam menghafal al-Qur'an patut mendapatkan apresiasi dan bimbingan untuk lebih meningkatkan motivasi mereka dalam menghafal al-Qur’an. Dalam hal tersebut, komunikasi antarpribadi seorang pengajar kepada santri tunanetra merupakan faktor penting yang mendukung motivasi santri tunanetra dalam menghafal al-Qur'an.

Bagaimana bentuk komunikasi antarpribadi yang diberikan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an?, Bagaimana upaya yang dilakukan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal

al-Qur’an?, Apa faktor pendukung dan penghambat komunikasi antarpribadi pengajar kepada dalam memotivasi menghafal al-Qur’an?.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori disonansi kognitif Leon Festinger, yang merupakan perasaan yang dimiliki orang ketika mereka menemukan bahwa diri mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, yakni dengan melakukan observasi langsung, melakukan wawancara dan mencari sumber data pendukung seperti dokumentasi.

Penelitian ini menemukan bahwa bentuk komunikasi antarpribadi sebagai upaya memotivasi menghafal al-Qur’an dengan beberapa cara seperti memberikan nasehat, nasehat tersebut dimaksudkan agar para santri tunanetra lebih semangat dalam menghafal al-Qur’an. Kemudian memberikan soal ayat, upaya ini dimaksudkan agar santri tunanetra mempersiapkan hafalannya dan pengajar dapat mengetahui sejauh mana kemampuannya dalam menghafala-Qur’an dan yang terakhir memberikan bimbingan secara pribadi, hal ini bertujuan untuk memberikan perhatian lebih kepada santri tunanetra yang memiliki masalah dalam menghafal al-Qur’an. Santri tunanetra menemukan motivasi untuk menghafal melalui proses disonansi kognitif yang membuat santri memutuskan untuk menghafal al-Qur’an, karena dalam membangun motivasi, faktor internal diri santri juga ikut berpengaruh pada motivasi sama halnya dengan motivasi yang diberikan oleh pengajar. Faktor pendukungnya ialah motivasi pengajar serta sharing antara pengajar dengan santri. Dan faktor penghambatnya adalah kejenuhan santri tunanetra, kurang memprioritaskan setoran hafalan al-Qur’an, sulit dalam menghafal al-Qur’an, hambatan dari lingkungan dan belum bisa membaca al-Qur’an braille.


(6)

ii

Puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, taufiq, kemudahan serta kelancaran dalam proses pelaksanaan skripsi ini hingga selesai. Salawat teriring salam semoga tercurahkan kepada suritauladan kita yakni kekasih Allah baginda Nabi Muhammad saw, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta kita selaku umatnya hingga akhir zaman.

Skripsi dengan judul “Komunikasi Antarpribadi Pengajar dan Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan” ini disusun guna untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) di Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga skripsi ini menjadi bentuk pembelajaran.

Perasaan bahagia bercampur haru menyatu tatkala skripsi ini bisa terselesaikan. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari sempurna maupun dalam hal bentuk dan isinya. Namun berkat bantuan banyak pihak yang telah memberikan dukungan, baik berupa moril maupun materil. Alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya dan penghargaan setulusnya kepada:

1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta Suparto, M Ed. Ph.D selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang


(7)

iii

2. Drs. Masran, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, dan Fita Faturokhmah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Drs. S Hamdani, MA selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sangat berkonstribusi dalam memberikan ilmu serta pengetahuan kepada penulis selama menjalani studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

6. Orangtua penulis, yaitu ayahanda H. Agus Tomi dan ibunda Hj. Robiyah, S.Pd.I yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada adik tersayang Yenny Sania Rahmah, Aqilah Ramdhani, Akmal Abdul Rasyid yang banyak membantu serta menghibur penulis.

8. Yayasan Raudlatul Makfufin, dan ketua Ade Ismail, S.Pd, beserta pengurus, pengajar, dan santri yang bersedia melakukan wawancara bersama penulis serta yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis hingga sekarang ini.


(8)

iv

Jakarta yang memberikan banyak peluang kepada penulis untuk terus menambah pengalaman dan berprestasi.

10. Teman-teman seperjuangan, khususnya KPI C 2011 yang saling membantu dan memberi dukungan agar bisa suksesbersama. Teruntuk kepada Habibatul Humairoh, Anetty Herawati, Lolo Monica Safitri, Nidya Mustika Army, Nurlaela, terimakasih atas semangat serta do’a dan kenangan indah bersama kalian.

11. Teman-teman divisi Syarhil Qur’an HIQMA, ka Handieni Fajrianty yang selalu kasih semangat dan dukungan kepada penulis.

12. Wiwin Windiastuti dan Ade Julia Safitri yang selalu setia menemani serta memotivasi penulis agar cepat terselesaikan.

13. Ahmad Khizazi, yang telah memberikan motivasi, dukungan, do’a serta bantuan lainnya agar dapat terselesaikan tepat waktu.

14. Teman-teman KKN TSABIT 2014 semoga semakin kompak.

15. Terakhir, kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu namanya namun turut memotivasi, membantu, dan mendoakan penulis dalam penyusunan skripsi ini. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengucapkan terimakasih semoga Allah memberikan balasan yang terbaik.

Jakarta, 9 Oktober 2015


(9)

(10)

v

……….……… …..

KATA PENGANTAR ……….………...…. ii

DAFTAR ISI ……….………..……….….…... v

DAFTAR LAMPIRAN ……….... viii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ………..………...1

B.Batasan dan Rumusan Masalah ………..……... 8

C.Tujuan Penelitian ……….. 9

D.Manfaat Penelitian ………... 10

E. Metodologi Penelitian …..………... 10

1. Paradigma penelitian ………..……...…. 10

2. Pendekatan penelitian ………..………... 11

3. Metode penelitian ………..………... 12

4. Teknik pengumpulan data ………..…………...…. 12

5. Teknik analisis data ………..………... 14

6. Waktu dan tempat wawancara ……….……….….. 14

7. Subjek dan objek penelitian ……….………….……. 14

8. Teknik penulisan ………...……... 15

F. Tinjauan Pustaka ……….……….15

G.Sistematika Penulisan ………...…...…... 17

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP A.Teori Disonansi Kognitif Leon Festinger……..………. 19

B.Komunikasi ……….………….... 21

1. Pengertian Komunikasi ………..… 21

2. Karakteristik Komunikasi ………..………… 22

3. Unsur-unsur Komunikasi ………..…...…….. 23

4. Bentuk-bentuk Komunikasi ………..………… 24


(11)

vi

2. Jenis-jenis Komunikasi Antarpribadi ……….…….... 28

3. Fungsi Komunikasi Antarpribadi ……….…….. 29

4. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi ………….…….... 30

D. Motivasi ... 30

1. Pengertian Motivasi ... 30

2. Fungsi Motivasi ... 31

3. Jenis Motivasi ... 32

4. Sifat Motivasi ... 32

E. Menghafal Al-Qur’an…….……….….... 33

1. Pengertian Menghafal Al-Qur’an .……….……..33

2. Metode Menghafal Al-Qur’an………....…… 33

3. Faktor Hambatan Menghafal Al-Qur’an………...…….… 35

4. Faktor Pendukung Menghafal Al-Qur’an ………….……. 35

F. Pengertian Santri ..……….…..…....36

1. Pengertian Tunanetra ……….…. 37

2. Karakteristik Tunanetra ……….………. 38

3. Klasifikasi Tunanetra ………..……...… 38

4. Pengertian Santri Tunanetra ……….…..… 39

BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN RAUDLATUL MAKFUFIN A.Profil Umum Yayasan Raudlatul Makfufin ……….... 41

B.Sejarah Berdirinya Yayasan Raudlatul Makfufin…….…...… 42

1. Visi dan Misi Yayasan Raudlatul Makfufin …………...… 45

2. Program Kegiatan Yayasan Raudlatul Makfufin……….…46

3. Prestasi Yayasan Raudlatul Makfufin………. 47

4. Kegiatan Sosial Yayasan Raudlatul Makfufin ………...… 48

C.Susunan Pengurus Yayasan Raudlatul Makfufin …….…….. 48


(12)

vii

Qur’an………...50

B.Upaya yang Dilakukan Pengajar keada Santri Tunanetra dalam.

Memotivasi Menghafal Al-Qur’an………53

C.Disonansi Kognitif (Perasaan Ketidakseimbangan) dan Perubahan Prilaku pada Santri Tunanetra dalam Menghafal

Al-Qur’an…...58 D.Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi Antarpribadi

Pengajar kepada Santri Tunanetra dalam Memotivasi

Menghafal Al-Qur’an ………..64

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ……….………….... 69

B.Saran ……….……….. 70

DAFTAR PUSTAKA ……… 75


(13)

viii

2. Surat Bimbingan Skripsi 3. Surat Izin Penelitian

4. Surat Pernyataan Penelitian yayasan Raudlatul Makfufin 5. Wawancara dengan Ketua Dewan Pengurus

6. Wawancara dengan Pengajar Tunanetra 7. Wawancara dengan Santri Tunanetra Mukim 8. Wawancara dengan Santri Tunanetra Nonmukim 9. Biodata Narasumber

10.Biodata Guru yayasan Raudlatul Makfufin 11.Biodata Santri yayasan Raudatul Makfufin 12.Dokumentasi


(14)

1

PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk Tuhan yang sempurna, unik dan menarik. Sempurna karena manusia dikaruniai akal pikiran, berbeda dengan makhluk ciptaan lainnya. Sungguh menakjubkan ciptaan Allah bernama manusia. Selain itu manusia juga dikatakan sebagai makhluk sosial yang mengartikan bahwa manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhannya sendiri meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu membutuhkan bantuan orang lain.

Hakikat komunikasi adalah “proses pernyataan antar manusia, yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan mengunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.”1 Komunikasi yang efektif terjadi apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat dimengerti komunikan, sekalipun dengan bahasa isyarat yang digunakan oleh orang yang memiliki cacat fisik seperti penyandang tunanetra dan lain sebagainya. Kekurangan tersebut tidak menjadi masalah dalam berkomunikasi, sebab banyak media lainnya yang dapat dilakukan dalam komunikasi.

“Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Professor Wilbur Schramm menyebutnya bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab, tanpa

1

Onong Uchjana, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2003), h. 28.


(15)

komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi.”2

Salah satu jenis komunikasi yang sering terjadi adalah komunikasi antarpribadi.3 Jadi, tidak heran jika banyak orang yang menganggap komunikasi antrapribadi mudah dilakukan, dimanapun kapanpun baik secara langsung bertatap muka maupun tidak langsung melalui telepon dan lain sebagainya.

Komunikasi antarpribadi adalah “komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.”4 Secara umum komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi baik dilakukan secara diadik atau triadik.5 Komunikasi antarpribadi menjadi penting karena dalam prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialog.6

Pendengaran serta penglihatan sebagai indera primer, padahal sentuhan dan penciuman juga sama pentingnya dalam menyampaikan pesan-pesan bersifat intim, indera penciuman dan sentuhan juga sama pentingnya.7 Jadi, komunikasi antarpribadi sangat berpotensial untuk mempengaruhi orang lain, karena kelima alat indera dapat digunakan untuk mempertinggi pengaruh pesan sekalipun terhadap orang yang memiliki kekurangan. Salah satunya melalui para penyandang tunanetra, kita belajar bagaimana mereka menjalani hidup dengan penuh semangat, serta rasa syukur. Penyandang tunanetra yang memiliki

2

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.1-2.

3

Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 3.

4

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h.81.

5

Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h.106. 6

Onong Uchjana, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 60. 7


(16)

keterbatasan penglihatan adalah orang yang berbeda dengan orang-orang pada umumnya, keterbatasan penglihatan bisa dialami secara permanen maupun tidak.

Tunanetra adalah orang yang indera pengelihatannya memiliki gangguan serta tidak berfungsi sebagai saluran untuk menerima informasi.8 Istilah tunanetra juga bukan untuk mereka yang mengalami kebutaan saja, tetapi juga untuk mereka yang mampu melihat namun terbatas sekali. Akibat dari ketunanetraan, maka pengenalan teradap dunia luar tidak dapat diperoleh secara utuh, karena indera pengelihatan merupakan salah satu indera penting dalam menerima informasi. Melalui indera ini pula sebagian informasi yang diterima akan disambungkan ke otak, sehingga sehingga timbul persepsi dari informasi tersebut.

Indonesia memiliki banyak lembaga sosial khusus tunanetra namun tidak semua lembaga sosial khusus tunanetra bergerak dibidang keagamaan. Oleh karena itu berdirinya yayasan khusus tunanetra bertujuan agar penyandang tunanetra mendapatkan wadah yang bisa mereka andalkan dalam mempelajari ilmu keagamaan. Beberapa contoh lembaga yang ada di masyarakat, sebagai berikut:

1. Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (YAKETUNIS), Yogyakarta, yayasan ini beralamat di Jl. Parangtritis No.48, telpon 0274377430, dan memiliki visi untuk menciptakan warga tunanetra yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berkehidupan mandiri dan mampu berperan dalam kehidupanberbangsa dan bermasyarakat, dan memiliki misi:9

8

T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), h.65.

9

YAKETUNIS (Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam), “Visi dan Misi,” diakses pada 14 Oktober 2015 dari http://yaketunis64.blogspot.co.id/visi-misi.html


(17)

a. Pemberdayaan personalia yayasan dengan berpedoman pada visi b. Pembekalan ajaran yang Qur’ani menurut ajaran agama islam c. Pendidikan dan pelatihan kelayan

d. Memberikan bimbingan bermasyarakat

2. Yayasan Tunanetra Wiyata Guna, terletak di Jl. Padjajaran 52 Bandung Jawa Barat 40171, adapun visinya memberikan pedoman dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, yaitu mewujudkan kesetaraan dan kemandirian penyandang cacat netra, dan memiliki misi yaitu:10

a. Meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat netra b. Meningkatkan sumber daya penyandang cacat netra

c. Menjalin kerja sama dengan organisasi, perguruan tinggi dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat netra

d. Meningkatkan profesionalisme pekerja sosial dalam pelayanan dan rehabilitasi penyandang cacat netra

Saat ini banyak lembaga yang peduli dengan keberadaan para penyandang tunanetra. Salah satunya yayasan Raudlatul Makfufin yang peduli terhadap tunanetra, terletak di Serpong kota Tangerang Selatan. Yayasan ini bergerak dalam bidang pembinaan agama dan mental serta kesejahteraan yang didirikan atas dasar kepedulian sosial terhadap orang-orang penyandang tunanetra. Karena pada saat itu, belum ada satupun lembaga di Jakarta yang secara khusus menangani pembinaan agama. Pada umumnya lembaga ketunanetraan lebih banyak bergiat di bidang rehabilitasi dan pendidikan atau latihan serta upaya

10Yhoen Yulia Q, “Profil PSBN Wyata Guna Bandung”, diakses pada 14 Oktober 2015 dari http://yhoen-yulia.blogspot.co.id/2013/03/profil-psbn-wyata-guna-bandung.html


(18)

kesejahteraan sosial dalam arti umum dan yayasan Raudlatul Makfufin memproduksi al-Qur’an braille yang terbitannya menjadi rujukan penulisan dan penertiban al-Qur’an braille di Indonesia. Yayasan Raudlatul Makfufin memiliki banyak program-program, salah satunya dari berbagai program yang ada adalah tahfidz al-Qur’an.

Tahfidz al-Qur’an atau menghafal al-Qur’an adalah membaca berulang -ulang sehinga menjadi hafal dari ayat ke ayat berikutnya dan begitu seterusnya hingga mencapai 30 juz al-Qur’an.11 Jadi, segala sesuatu yang sering dulang maka akan dengan sendirinya akan menjadi hafal. Sedangkan al-Qur’an itu sendiri ialah kalam Allah swt, yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw melalui perantara malaikat Jibril, dan apabila membaca al-Qur’an dinilai ibadah.

Program tahfidz al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin dibentuk agar mereka para santri semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan harapan tunanetra bisa menyebarkan al-Qur’an kepada masyarakat, karena dengan menghafal menjadi alternatif mereka untuk bisa mengajarkan al-Qur’an. Program yang baru berjalan selama setahun ini tepatnya dimulai pada bulan September tahun 2014, tapi sudah berpengaruh terhadap daya tarik masing-masing santri. Karena pada awalnya mereka tidak meyakini kalau tunanetra bisa menghafal al-Quran.

Perbedaan usia santri dan kemampuan menghafal tiap santri berbeda-beda. Karena perbedaan usia antar santri beragam dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya dalam menghafalkan al-Qur’an. kemudian alasan mereka dalam

11

Zaki Zamani dan Syukron Maksum, Metode Cepat Menghafal al-Qur’an, (Yogyakarta: Al Barokah, 2014), h. 20.


(19)

menghafal bermacam-macam ada yang ingin peringkatnya tinggi dihadapan Allah serta membuang anggapan negatif orang kalau tunanetra hanya bisa pijat dan jualan kerupuk saja, ada juga yang ingin mengajarkan kepada sesamanya bahkan ada pula karena dijanjikan berangkat haji serta tertarik dari suara Syekh Musyari Rasyid Nafasi dan ingin menyerupai suaranya. Tingkat hafalan para santri pun beragam, paling tinggi sudah mencapai 15 juz hingga 30 juz, dan juga untuk yang pemula ada yang masih hafalan surat pendek atau juz amma serta 2 juz sampai 3 juz. Proses menghafal di yayasan Raudlatul Makfufin, para santri belajar huruf latin braille terlebih dahulu, lalu belajar arab braille, membaca al-Qur’an braille, tajwid al-Qur’an setelah semuanya sudah dianggap mampu maka barulah bisa menghafalkan al-Qur’an serta disarankan untuk sambil menakrir atau mengulang-ulang hafalan sebelumnya, ataupun bisa juga dengan saling simaan (menyimak bacaan satu sama lain secara bergantian) untuk menjaga hafalan agar tidak hilang.

Prestasi yang ditorehkan alumni yayasan Raudlatul Makfufin sangat membanggakan, secara tidak langsung memberikan motivasi kepada para santri tunanetra lainnya, prestasi tersebut yakni menjadi juara 3 ditahun 2014 pada MTQ golongan canet (cacat netra) di tingkat Provinsi Banten sesuai dengan surat keputusan dewan hakim Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an Provinsi Banten tahun 2014.12 Serta yayasan Raudlatul Makfufin juga menjadi wakil dari Indonesia dalam konferensi internasional al-Qur’an braille yang diadakan di

12LPTQ Banten, “Penetapan Peserta Terbaik Pada MTQ XI Tingkat Provinsi Banten,”


(20)

Istanbul Turki pada tahun 2013.13 Dan kementerian agama melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMA) membentuk tim penyusun Qur’an braille, yayasan Raudlatul Makfufin menjadi salah satu dari tim penyusun tersebut.14

Keterbatasan penglihatan yang dimiliki, mereka mampu menghafal ayat-ayat al-Qur’an yang mereka sendiri tidak bisa melihat hurufnya. Selain itu mereka juga mampu menorehkan berbagai prestasi membanggakan layaknya orang normal. Untuk mempermudah para tunanetra dalam menghafal, maka dibutuhkan pengajar yang bisa mendorong memotivasi para santri untuk semangat menghafal. Pengajar sebagai salah satu bagian yang sangat penting bagi keberadaan yayasan tersebut, kemampuannya sebagai orang yang lebih mampu untuk membimbing, memotivasi serta mengajarkan walaupun pengajar juga memiliki keterbatasan fisik yang sama seperti santrinya. Dari hal tersebut perlunya komunikasi antarpribadi antara pengajar kepada santri tunanetra merupakan faktor penting yang mendukung motivasi, karena komunikasi antarpribadi sebagai bentuk komunikasi yang tepat untuk mengubah sikap, kepercayaan, serta prilaku komunikan yang berlangsung secara tatap muka. Sehingga pengajar dapat mempengaruhi santri tunanetra untuk menghafal dengan mudah layaknya santri dengan penglihatan normal serta semakin termotivasi untuk menghafal.

Keterbatasan penglihatan yang dimiliki tidak mengurangi semangat untuk menghafal al-Qur’an. Sehingga tidak ada yang mustahil bagi orang yang ingin belajar dan terus belajar. Apalagi Allah Swt menjamin bahwa al-Qur’an telah

13

Kitaba, “Resolutions of The International Braille Quran Conference Istanbul,” artikel diakses pada 4 Maret 2015 dari http://www.kitaba.org/articles/resolutions-of-the-international-braille-quran-conference-istanbul/

14

Kementerian Agama, “Kemenag Terbitkan Al-Qur’an Braille,” artikel diakses pada 4 Maret 2015 dari http://kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=123044


(21)

dimudahkan untuk dihafalkan serta memberikan balasan bagi orang yang menghafal al-Qur’an, salah satunya yakni akan mendapat syafa’at serta jasadnya nanti akan terpelihara didalam kubur.

Allah telah berfirman dalam Surah al-Qamar/54: 17 berikut:

ركَدم م ل ف ركذلل ارقلا ا رَسي دقل

)

: ر قلا

٧١

)

Dan Sesungguhnya telah kami mudahkan al-qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?.”(QS Al-Qamar/54:17)

“Allah Swt sang pemberi kalam, menjamin bahwa al-Qur’an telah ia mudahkan untuk dihafalkan seraya menegur dan memerintahkan kita untuk menghafal kalamnya itu. Sebab, bagian akhir dari ayat tersebut merupakan pertanyaan yang bermakna perintah. Jadi, Allah menantang hambanya untuk membuktikan statement tersebut, bahwa al-Qur’an mudah untuk dihafalkan. Bahkan tidak tanggung-tanggung, Allah mengulangi ayat tersebut hingga empat kali masing-masing pada ayat 17,22,32 dan 40. Ini membutikan bahwa al-Qur’an memang benar-benar mudah untuk dihafalkan, dengan pertolongan Allah Swt.”15

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis mengambil tema skripsi yang berjudul “Komunikasi Antarpribadi Pengajar dan Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan”.

B.Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini hanya menganalisis bentuk komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra sebagai upaya memotivasi menghafal al-qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan. Dan dari 60 orang santri tunanetra, peneliti hanya fokus meneliti 7 orang santri tunanetra, 4 diantaranya yang mukim dan 3 diantaranya

15

Zaki Zamani dan Syukron Maksum, Metode Cepat Menghafal Al-qur’an Belajar Pada


(22)

yang tidak mukim. Dan dari 10 orang pengajar, peneliti hanya fokus pada satu orang pengajar yakni pengajar tahfidz al-Qur’an. Mengingat banyaknya program kegiatan yang dipelajari di yayasan Raudlatul Makfufin, maka dalam penelitian ini hanya dibatasi pada program tahfidz al-Qur’an dengan media al

-Qur’an braille.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya, sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk komunikasi antarpribadi yang diberikan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an?

2. Bagaimana upaya yang dilakukan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an?

3. Apa faktor pendukung dan penghambat komunikasi antarpribadi pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk komunikasi antarpribadi yang diberikan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an. 2. Untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan pengajar kepada santri

tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an.

3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat komunikasi antarpribadi pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an.


(23)

D.Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat akademis dan praktis, yaitu:

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi positif pada bidang ilmu komunikasi. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa mengenai komunikasi antarpribadi yang dilakukan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan bahan pegangan bagi orang yang ingin mendalami ilmu komunikasi, baik dilembaga maupun masyarakat.

E.Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh kebenaran dari proses berpikir ilmiah.16 Pada dasarnya metodologi penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan informasi dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

1. Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian adalah “kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu dan teori.”17 Paradigma berisi bagaimana

16

Juliansyah Noor, Metode Penelitian Skripsi Tesis Disertasi dan Karya Ilmiah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h.22.

17


(24)

mempelajari fenomena, realita serta cara yang digunakan dalam penelitian, dan menginterpretasikan temuan.18

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis untuk mengetahui dan mengamati scara mendalam pada objek penelitian. Penelitian yang dihasilkan bisa menemukan suatu kebenaran terhadap realitas. Dalam penelitian ini, pengajar ingin meyakinkan kepada penyandang tunanetra bahwa seorang tunanetra bisa belajar membaca

al-Qur’an layaknya seperti orang normal pada umumnya, bahkan lebih dari sekedar membaca, mereka juga bisa menghafal ayat-ayat al-Qur’an tersebut dengan baik dan benar.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah “keterkaitan spesifik pada studi hubungan sosial yang berhubungan dengan fakta dari pluralisasi dunia kehidupan. Metode yang diterapkan untuk melihat dan memahami subjek dan objek penelitian, yang meliputi orang, lembaga, berdasarkan fakta yang tampil secara apa adanya.”19 Pendekatan kualitatif juga menempatkan peneliti sebagai orang yang belajar dari masyarakat sehingga penelitian ini cenderung sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan.

Tujuan dari pendekatan kualitatif ini untuk mengetahui fenomena melalui

pengumpulan data sedalam-dalamnya. Dengan demikian penulis menjadi

instrumen riset yang harus terjun kelapangan untuk mendapatkan data yang

diinginkan. Kemudian penulis mewawancarai subjek penelitian untuk

18

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h.25.

19


(25)

mendapatkan data dari hasil dialog tersebut penulis mengakitannya dengan

teori yang relevan.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan “jenis metode penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti.”20 Metode deskriptif bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci.

Secara praktik menggambarkan segala sesuatu yang merupakan komunikasi antarpribadi pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin.

4. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, serta pencatatan yang dilakukan secara sistematis.21 Penelitian ini melakukan pengamatan langsung kelapangan, pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan oleh subjek, bukan apa yang dirasakan oleh peneliti. Peneliti akan meneliti komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin selama empat bulan. b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan oleh dua pihak, yaitu pewawancara sebagai pengaju atau pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai sebagai

20

Ronny Kountur, Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta: PPM, 2003), h.105.

21


(26)

pemberi jawaban atas pertanyaan itu.22 Wawancara dilakukan untuk memperoleh data atau informasi sebanyak mungkin dan sejelas mungkin kepada subjek penelitian.

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam. Dalam wawancara mendalam berlangsung suatu diskusi terarah diantara peneliti dan informan menyangkut masalah yang diteliti. Pertanyaan yang akan dikemukakan kepada informan tidak dapat dirumuskan secara pasti sebelumnya, melainkan pertanyaan tersebut akan bergantung dari kemampuan dan pengalaman peneliti untuk mengembangkan pertanyaan lanjutan sesuai dengan jawaban informan.23

Wawancara mendalam dilakukan dengan Ade Ismail S.Pd selaku dewan ketua pengurus, Abdul Hayi selaku pengajar tahfidz al-Qur’an yang juga penyandang tunanetra, juga wawancara kepada tujuh santri tunanetra yaitu A.Mutaqin, Ja’far Gumelar, Atoillah, Senna Rusli, Muhammad Hafidz, Diah Rahmawati, dan Juanda Saputra.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga akan memperoleh data yang lengkap.24

Penelitian ini juga menggunakan teknik pengumpulan data dengan dokumentasi. Data tersebut terkait dengan penelitian ini, baik didapat dari

22

Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.127.

23

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, h.165. 24


(27)

internet, dalam bentuk foto, surat-surat, dan catatan harian adalah sebagai bukti konkrit bahwa peneliti telah melakukan penelitian.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dilakukan sepanjang proses penelitian sejak peneliti memasuki lapangan untuk mengumpulkan data. Peneliti mendapatkan data-data dari wawancara dengan pengurus maupun santri yang mukim di yayasan tersebut serta santri yang tidak mukim dan berbagai referensi yang sangat membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini, baik diperoleh dari sumber buku maupun sumber internet. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan. Setelah data-data yang diperlukan telah terkumpul, lalu dianalisis dengan teori yang digunakan. Peniliti menganalisis data dengan memaparkan proses komunikasi antarpribadi yang terjadi antara pengajar dan santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an dikaitkan dengan teori disonansi kognitif Leon Festinger.

6. Waktu dan Tempat Wawancara

Wawancara dilakukan sejak bulan Mei atau saat dimulainya proposal dilakukan hingga Agustus 2015. Terletak di JL. Raya Puspitek, Gg.Rais, No. 10 A RT. 002/05, Kp. Jati, Kelurahan Buaran, Kecamatan Serpong, kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten 15316.


(28)

Subjek dalam penelitian ini ialah yayasan Raudlatul Makfufin, objeknya ialah komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an.

8. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan yang akan dilakukan dalam penyusunan skripsi

ini penulis berpedoman pada “Buku Pedoman Akademik yang diterbitkan CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011”.

F. Tinjauan Pustaka

Penulis sudah mengadakan tinjauan pustaka ke perpustakaan di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan berbagai sumber buku sebagai literatur penulis, antara lain:

1. “Komunikasi Interpersonal”, Penulis Suranto AW, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.

2. “Teori Komunikasi Antarpribadi”, Penulis Prof. Dr. Muhammad Budyatna, M.A dan Dr. Leila Mona Ganiem, M.Si, Jakarta: Prenada Media Group, 2011. 3. “Strategi Mengajar Siswa Tunanetra”, Penulis Lagita Manastas, Yogyakarta:

Imperium, 2014.

4. “Metode Cepat Menghafal Al-Qur’an”, Penulis Zaki Zamani dan M.Syukron Maksum, Jakarta: Al-Barokah, 2014.

5. “Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an”, Penulis Drs. Ahsin W Al-Hafidz, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.

Dalam penyusunan penelitian ini, telah dilakukan tinjauan pustaka terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang hampir sama dengan yang penulis teliti.


(29)

Komunikasi Antarpribadi Pengasuh Dan Santri Pondok Pesantren Al-Idrus Kalanganyar Lebak Banten, oleh Zaeni Rokhi, seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Persamaan yakni terletak pada objeknya yang meneliti tentang komunikasi antarpribadi pengasuh dan santri, serta pendekatan penelitian yang digunakan, yaitu pendekatan kualitatif. Perbedaan penelitian ini terletak pada subjeknya. Penelitian ini membahas tentang bagaimana komunikasi antarpribadi antara pengasuh dengan santri untuk menciptakan lingkungan yang efektif dalam kegiatan pondok serta masalah yang dialami santri di pondok pesantren al-Idrus.

Komunikasi Antrapribadi Tutor dan Siswa pada Lembaga Bimbingan Belajar Prestasi Cabang Kalimalang Jakarta Timur, oleh Anisa Turrohmah, seorang mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Persamaan yakni terletak pada objeknya yang meneliti tentang komunikasi antarpribadi tutor dan siswa, serta persamaan juga terletak pada pendekatan penelitian yang digunakan, yaitu pendekatan kualitatif. Perbedaan penelitian ini terletak pada subjeknya. Penelitian ini membahas tentang pendekatan tutor terhadap siswa dengan tingkat analisis kultural, sosiologis dan psikologis lewa wawancara mendalam terhadap siswa. Kemudian pendekatan juga menggunakan hadiah sebagai strategi untuk memotivasi siswa, ancaman serta nasihat.

Sedangkan judul penelitian yang penulis susun berjudul “Komunikasi Antarpribadi Pengajar dan Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan”. Penulis melihat adanya perbedaan dengan penelitian, penelitian ini menjelaskan


(30)

bagaimana bentuk komunikasi antarpribadi pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an, upaya yang dilakukan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an, serta faktor yang mendukung atau penghambat dalam memotivasi menghafal al-Qur’an.

G.Sistematika Penulisan

Peneliti membagi kedalam lima bab agar mempermudah dalam pembahasannya, disetiap bab terdapat sub bab, sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I :PENDAHULUAN

Meliputi latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP

Meliputi teori disonansi kognitif Leon Festinger, pengertian komunikasi, karakteristik komunikasi, unsur-unsur komunikasi, bentuk-bentuk komunikasi dan faktor penghambat komunikasi, pengertian komunikasi antarpribadi, jenis-jenis komunikasi antarpribadi, fungsi komunikasi antarpribadi, karakteristik komunikasi antarpribadi, pengertian motivasi, fungsi motivasi, jenis motivasi, sifat motivasi, pengertian menghafal al-Qur’an, metode menghafal al-Qur’an, faktor hambatan menghafal al-Qur’an, faktor pendukung menghafal al-Qur’an, pengertian meningkatkan minat menghafal al-Qur’an, pengertian santri, pengertian tunanetra, karakteristik tunanetra, klasifikasi tunanetra dan pengertian santri tunanetra.


(31)

BAB III : GAMBARAN UMUM YAYASAN RAUDLATUL MAKFUFIN

Meliputi profil umum yayasan Raudlatul Makfufin, sejarah berdirinya yayasan Raudlatul Makfufin, visi dan misi, program kegiatan, prestasi, kegiatan sosial, dan susunan pengurus yayasan Raudlatul Makfufin.

BAB IV : TEMUAN DAN ANALISIS

Dalam bab ini menguraikan teori disonansi kognitif sebagai proses pencapaian proses komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an. Upaya yang dilakukan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an. Serta faktor pendukung dan faktor penghambat serta solusi dari komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan.

BAB V : PENUTUP


(32)

19 BAB II

Landasan Teoritis dan Kerangka Konsep A.Teori Disonansi Kognitif Leon Festinger

Leon Festinger menamakan perasaan tidak seimbang sebagai disonansi

kognitif. “Perasaan tidak seimbang merupakan perasaan yang dimiliki orang ketika mereka menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui, atau mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang”.1 Konsep ini membentuk inti dari Teori Disonansi Kognitif Festinger, teori yang berpendapat bahwa disonansi adalah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah ketidaknyamanan itu. Disonansi adalah sebutan untuk ketidakseimbangan dan konsistensi adalah sebutan untuk keseimbangan dan inkonsistensi adalah awal sesuatu hal yang dipikirkan dengan kenyataan berbeda.

Teori sibernetika menekankan hubungan timbal balik di antara semua bagian dari sebuah sistem. Ada dua genre teori sibernetika, pertama teori penggabungan informasi dan yang kedua teori konsistensi. Teori konsistensi ini memecah kepada dua bagian, pertama teori disonansi kognitif karya Leon Festinger dan yang kedua teori penggabungan problematis oleh Austin Babrow.2

Dalam penulisan ini penulis menggunakan teori disonansi kognitif. fokus dari teori ini ialah pada efek inkonsistensi yang ada di antara kognisi-kognisi. Teori disonansi kognitif dibingkai oleh empat asusmsi dasar, yaitu:

1

Richard West dan Lynn H Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h. 137.

2

Stephen W. LittleJohn, Teori Komunikasi Theories Of The Human Communication, (Jakarta: Salemba, 2009), h. 111-115.


(33)

a. Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap, dan perilakunya.

b. Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologis.

c. Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan tindakan dengan dampak yang dapat diukur.

d. Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk mengurangi disonansi.3

Tingkat disonansi dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama, tingkat kepentingan, atau seberapa signifikan suatu masalah berpengaruh terhadap tingkat disonansi yang dirasakan. Signifikan atau tidaknya masalah tersebut dapat diindikasi dengan jumlah aktivitas yang dilakukan oleh seorang diluar masalahnya. Semakin banyak jumlah aktivitas diluar masalah tersebut maka disonansi akan lebih sedikit dan sebaliknya. Kedua, rasio disonansi yaitu jumlah kognisi disonan berbanding dengan jumlah kognisi konsonan. Kognisi konsonan merujuk pada perilaku yang relevan sementara kognisi disonan merujuk pada perilaku yang merujuk pada ketidakseimbangan. Jika rasio kognisi disonan lebih banyak dibandingkan konsonan maka rasionya negatif. Sehingga akan terjadi inkonsistensi yang akan berdampak pada disonansi. Ketiga, rasionalitas yang digunakan individu untuk menjustifikasi inkonsistensi. Rasionalitas merujuk pada alasan yang dikemukakan untuk menjelaskan mengapa sebuah ikonsistensi

3

Richard West dan Lynn H Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, h. 139.


(34)

muncul. Makin banyak alasan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi masalah yang ada, maka semakin sedikit disonansi yang dirasakan.4

B.Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu communicatus yang berarti berbagi atau menjadi milik bersama. Kata sifatnya communis yang bermakna umum atau bersama-sama. Dengan demikian komunikasi menurut Lexicographer (ahli kamus bahasa), menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam.5

Dalam bahasa komunikasi pernyataan dinamakan pesan, orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator sedangkan orang yang menerima pernyataan disebut komunikan. Untuk tegasnya, komunikasi berarti proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Jika dianalisis pesan komunikasi terdiri dari dua aspek, pertama isi pesan, yang kedua lambang. Konkretnya isi pesan itu adalah pikiran atau perasaan, lambang adalah bahasa.6

“Definisi secara istilah banyak sekali yang dikemukakan oleh para

ahli, salah satunya yaitu Harold Lasswell menjelaskan bahwa komunikasi

pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa”

4

Richard West dan Lynn H Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, h. 140.

5

Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h.31-32.

6

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h. 28.


(35)

mengatakan “apa” dengan saluran “apa”, “kepada siapa”, dan “dengan

akibat apa” atau “hasil apa”. (who says what in which channel to whom and with what effect).”7

2. Karakteristik Komunikasi

Komunikasi mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Komunikasi adalah suatu proses

Komunikasi sebagai suatu proses artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu.

b. Komunikasi adalah upaya yang disengaja dan mempunyai tujuan

Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari perilakunya.

c. Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku terlibat

Kegiatan komunikasi akan berlangsung dengan baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik yang dikomunikasikan.

d. Komunikasi bersifat simbolis

Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang, misalnya bahasa.

e. Komunikasi bersifat transaksional

Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan, memberi dan menerima. Kedua tindakan tersebut harus dilakukan secara seimbang oleh pelaku yang terlibat dalam komunikasi.

7


(36)

f. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu

Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu maksudnya bahwa para pelaku yang teribat dalam komunikasi tidak selalu hadir pada waktu dan tempat yang sama.8

3. Unsur-Unsur Komunikasi

Dalam komunikasi terdapat unsur komunikasi, dalam proses komunikasi unsur-unsur tersebut saling berkaitan dan memiliki peranannya masing-masing, diantaranya yaitu:

a. Pengirim pesan yaitu komunikator, Pengirim pesan adalah manusia yang memulai proses komunikasi, disebut komunikator.

b. Penerima pesan yaitu komunikan, penerima pesan adalah orang yang menerima pesan dari komunikator.

c. Pesan, adalah suatu hal yang sifatnya abstrak (konseptual, ideologis dan idealistik). Akan tetapi, ketika ia disampaikan dari komunikator kepada komunikan, ia menjadi konkret karena disampaikan dalam bentuk simbol atau lambang berupa bahasa (baik lisan maupun tulisan), suara (audio), gambar (visual), mimik, gerak-gerik dan sebagainya.

d. Saluran dan media komunikasi, saluran komunikasi lebih identik dengan proses berjalannya pesan, sedangkan media komunikasi lebih identik dengan alat untuk menyampaikan pesan agar sampai kepada komunikan. e. Efek komunikasi, efek komunikasi adalah situasi yang diakibatkan oleh

pesan komunikator dalam diri komunikannya. Efek komunikasi ini berupa efek psikologis yang terdiri dari tiga hal, yaitu:

8


(37)

1) Pengaruh kognitif, yaitu bahwa dengan komunikasi seseorang menjadi tahu tentang sesuatu. Berarti komunikasi berfungsi untuk memberikan informasi.

2) Pengaruh afektif, yaitu bahwa dengan pesan yang disampaikan terjadi perubahan perasaan dan sikap.

3) Pengaruh konatif, yaitu pengaruh yang berupa tingkah laku dan tindakan. Karena menerima pesan dari komunikator, komunikan bisa bertindak untuk melakukan sesuatu.9

4. Bentuk-Bentuk Komunikasi

Ada beberapa bentuk komunikasi diantaranya:

a. Komunikasi Intrapersonal

Komunikasi intrapersonal sering disebut juga komunikasi intrapribadi, secara harfiah dapat diartikan sebagai komunikasi dengan diri sendiri. Komunikasi yang terjadi dalam diri individu ini juga berfungsi untuk mengembangkan kreatifitas imajinasi, memahami dan mengendalikan diri serta meningkatkan kematangan berfikir sebelum mengambil suatu keputusan. Komunikasi ini akan menjadikan seseorang agar tetap sadar akan kejadian disekitarnya.

b. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi Interpersonal ialah komunikasi antara dua orang dan terjadi kontak langsung dalam percakapan. Komunikasi ini juga dapat

9

Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jogjakarta: Ar-Ruuz Media, 2010), h. 65.


(38)

berlangsung dengan berhadapan muka atau melalui media komunikasi antara lain dengan melalui: pesawat telfon, atau radio. Komunikasi ini bisa disebut efektif apabila komunikasi dapat menghasilkan perubahan sikap pada orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut.

c. Komunikasi Kelompok

komunikasi kelompok ialah interaksi tatap muka antara tiga orang atau lebih dengan tujuan berbagi informasi, pemecahan maasalah yang mana anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota lain secara tepat.

Sedangkan menurut Goldberg komunikasi kelompok ialah suatu bidang studi, penelitian dan penerapan yang menitikberatkan tidak hanya pada proses kelompok secara umum, tetapi juga pada perilaku komunikasi individu untuk memiliki susunan rencana tertentu untuk mencapai tujuan kelompok. Media komunikasi kelompok ini ialah seperti Seminar dengan tujuan membicarakan suatu masalah dengan menampilkan pembicara kemudian meminta pendapat.

d. Komunikasi Massa

Komunikasi massa ialah suatu proses dimana suatu organisasi memproduksi dan menyebarkan pesan kepada public secara luas, atau suatu proses komunikasi dimana pesan dari media dicari digunakan dan dikonsumsi oleh audiens. Oleh karena itu, komunikasi massa mempunyai


(39)

karekteristik utama yaitu media massa sebagai alat penyebaran pesannya.10

5. Faktor Hambatan Komunikasi

Dalam proses komunikasi tidak selamanya berjalan efektif, terkadang sering terjadi hambatan dalam berkomunikasi, diantara hambatan yang terjadi ialah:

a. Gangguan, ada dua jenis gangguan terhadap proses komunikasi menurut sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai gangguan mekanik dan gangguan semantik.

1) Gangguan mekanik adalah gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik.

2) Gangguan semantik adalah gangguan pada pesan komunikasi yag pengetiannya rusak.

b. Kepentingan, interest atau kepentingan akan membuat seseorang selektif dalm menaggapi atau menghayati suatu pesan.

c. Motivasi, motivation atau motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya.

d. Prasangka, prejudice atau prasangka adalah salah satu rintangan atau hambatan berat bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi.11

10

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi,h. 57-79. 11


(40)

C.Komunikasi Antarpribadi

1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Joseph A Devito mendefinisikan komunikasi antarpribadi sebagai

“proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa

umpan balik seketika”.12

Komunikasi antarpribadi dibedakan melalui analisis untuk membedakan antara komunikasi antarpribadi dan komunikasi non antarpribadi. Menurut Miller dan Steinberg yang dikutip oleh Muhammad Budyatna dalam bukunya Teori Komunikasi Antarpribadi, dibagi menjadi tiga analisis tingkatan diantaranya:

a. Analisis pada tingkat kultural

Kultur merupakan keseluruhan kerangka kerja komunikasi seperti kata-kata, tindakan-tindakan, postur, gerak-isyarat, nada suara, ekspresi wajah, penggunaan waktu, ruang dan materi dan cara ia bekerja, bermain, bercinta dan mempertahankan diri. Semuanya merupakan sistem komunikasi yang lengkap dengan makna-makna yang hanya dapat dibaca secara tepat apabila seseorang akrab dengan perilaku konteks sejarah, sosial, dan kultural. Terdapat dua macam kultur, diantaranya yaitu: 1) Homogeneous, apabila orang-orang disuatu kultur berprilaku kurang

lebih sama dan menilai sesuatu juga sama.

2) Heterogenous, adanya perbedaan-perbedaan didalam pola perilaku dan nilai-nilai yang dianutnya. Jadi, apabila komunikator melakukan

12


(41)

prediksi terhadap reaksi penerima atau receiver sebagai akibat menerima pesan dengan menggunakan dasar kultural.13

b. Analisis pada tingkat sosiologis

Apabila komunikator tentang reaksi penerima atau receiver terhadap pesan-pesan yang ia sampaikan didasarkan kepada keanggotaan penerima didalam kelompok sosial tertentu, maka komunikator melakukan prediksi pada tingkat sosiologis.

c. Analisis pada tingkat psikologis

Apabila prediksi mengenai reaksi pihak lain atau penerima terhadap perilaku komunikasi kita didasarkan pada analisis dari pengalaman-pengalaman belajar individual yang unik, maka prediksi itu didasarkan pada analisis tingkat psikologis.14

2. Jenis-Jenis Komunikasi Antrapribadi

Secara teoristis komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya yaitu komunikasi diadik dan komunikasi triadik, yaitu:

a. Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara dua orang yakni yang seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima pesan. Oleh karena perilaku kounikasinya dua orang, maka dialog yang terjadi berlangsung secara intens. Komunikator memusatkan perhatiannya hanya kepada diri komunikasn seorang itu.

13

Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h.2.

14


(42)

b. Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seorang komunikasi, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikasi sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung. 15

Walaupun demikian dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, seperti komunikasi kelompok dan komunikasi massa, komunikasi triadik merupakan komunikasi antarpribadi lebih efektif dalam kegiatan mengubah sikap, opini, atau perilaku komunikan. Demikianlah kelebihan, keuntungan dan kekuatan komunikasi antarpribadi dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya. Dalam komunikasi kelompok dan komunikasi massa juga mempunyai kelebihan, keuntungan dan kekuatan tetapi sifatnya lain.

3. Fungsi Komunikasi Antarpribadi

Menurut definisinya, fungsi adalah sebagai tujuan dimana komunikasi digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi utama komunikasi ialah mengendalikan lingkungan guna memperoleh imbalan-imbalan tertentu berupa fisik, ekonomi dan sosial. Keberhasilan yang reletif dalam melakukan pengendalian lingkungan melalui komunikasi menambah kemungkinan menjadi bahagia, kehidupan pribadi produktif. Kegagalan relatif mengarah kepada ketidakbahagiaan akhirnya bisa terjadi krisis

15


(43)

identitas diri. Sedangkan yang dimaksud dengan imbalan ialah setiap akibat berupa perolehan fisik, ekonomi, dan sosial yang dinilai positif.16

4. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi

Diantara bentuk komunikasi memiliki masing-masing karakteristik, maka karakteristik komunikasi antarpribadi bisa dilihat dari segi berikut: a. Sifatnya yang dua arah atau timbal balik karena dilakukan secara

langsung sehingga masalah dapat cepat diatasi dan dipecahkan bersama. b. Feedbacknya langsung, dan tidak tertunda. Karena berlangsungnya

komunikasi tersebut secara langsung, mka umpan baliknya dapat seketika itu diketahui.

c. Komunikator dan komunikan dapat bergantian fungsi, sekali waktu menjadi komuikator dan sekali waktu pula menjadi komunikan.

d. Bisa dilakukan secara spontanitas, maksudnya tapa direncanakan terlebih dahulu.

e. Tidak terstruktur, maksudnya masalah yang dibahas tidak mesti berfokus, melainkan mungkin hal-hal yang tidakdalam rencana juga masuk dalam pembicaraan.

f. Komunikasi ini lebih banyak terjadi antara dua orang, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada sekelompok kecil orang.17

D.Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai “daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu”. Motif

16

Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi, h. 27. 17


(44)

merupakan daya penggerak dari dalam untuk melakukan kegiatan mencapai tujuan.18

Definisi motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.19 Motivasi adalah “perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya felling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan”.20

2. Fungsi Motivasi

Dalam proses menghafal, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam menghafal, tidak akan mungkin melaksanakan aktivitas menghafal. Motivasi diperlukan dalam menentukan intensitas usaha mengahafal bagi para santri tunanetra. Menurut Hamalik fungsi motivasiadalah:

a. Mendorong timbulnya suatu kelakuan atau perbuatan.Tanpa adanya motivasi maka tidak akan timbul perbuatan seperti belajar

b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan ke pencapaian tujuan yang diinginkan.

c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Motivasi berfungsi sebagai mesindalam mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat lambatnya suatu pekerjaan.21

18

Sadirman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo, 2006), h. 73.

19

Hamalik Oemar, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h.173. 20

Sadirman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, h. 73. 21


(45)

3. Jenis Motivasi

Menurut Dimyati dan Mudjiono motivasi sebagai kekuatan mental individu memiliki 2 jenis tingkat kekuatan, yaitu:

a. Motivasi primer

Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif dasar, motif dasar tersebut berasal dari segi biologis atau jasmani manusia. Dimyati mengutip pendapat Mc. Dougal bahwa tingkah laku terdiri dari pemikiran tentang tujuan dan perasaan subjektif dan dorongan mencapai kepuasan, contoh mencari makan, rasa ingin tahu dan sebagainya.

b. Motivasi sekunder

Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari, motif ini dikaitkan dengan motif sosial, seikap dan emosi dalam belajar terkait komponen penting seperti afektif, kognitif, dan kurasif, sehingga motivasi sekunder dan primer sangat penting dikaitkan oleh siswa dalam usaha pencapaian prestasi belajar.22

4. Sifat Motivasi

Dalam menumbuhkan motivasi menghafal tidak hanya timbul dari dalam diri santri tunanetra tetapi juga berasal dari luar, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, sebagai berikut:

a. Motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam pribadi individu itu sendiri tanpa adanya pengaruh dari luar individu.

b. Motivasi ekstrinsik

22


(46)

Motivasi ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya. Ia mendapat pengaruh atau rangsangan dari luar, contoh ia belajar karena terdorong oleh orang lain, karena takut mendapatkan hukuman.

Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik sangat penting bagi santri tunanetra dalam proses menghafal, dengan timbulnya motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik dapat menimbulkan semangat menghafal yang tinggi.23

E.Menghafal Al-Qur’an

1. Pengertian Menghafal Al-Qur’an

Kata dasar dari menghafal ialah hafal yang berarti bisa mengucapkan diluar kepala tanpa melihat. Sedangkan arti dari menghafal ialah berusaha mengingat.24 Sedangkan al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad melalui malaikat Jibril, yang apabila membacanya dinilai ibadah. Membaca atau mendengarkan al-Qur’an saja bernilai ibadah, apalagi sampai bisa hafal al-Qur’an karena Allah memuliakan serta menjamin jasad para hafidz a-Qur’an akan terjaga dari binatang tanah.

Jadi, menghafal al-Qur’an adalah berusaha mengingat ayat-ayat

al-Qur’an yang sudah dihafal diluar kepala. Menghafal al-Qur’an bisa disebut juga dengan tahfidz al-Qur’an, kata tahfidz merupakan bentuk masdar ghoir mim dari kata اًظيفحت- ظفحي– ظَفح berarti menghafalkan.25

2. Metode Menghafal Al-Qur’an

23

Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, h. 90. 24

Qonita Alya, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Indah Jaya Adipratama, 2011), h.252.

25

Zaini Maki, “Keutamaan-Keutamaan Menghafal Al-Qur’an,” artikel diakses pada 28 Januari 2015 dari http://keutamaan-keutamaanmenghafalalquran.blogspot.com/


(47)

Dalam menghafal al-Qur’an terdapat beberapa metode yang menjadi alternatif untuk menghafal al-Qur’an, diantaranya yaitu:

a. Metode Wahdah

Maksud dari metode ini yaitu menghafal satu persatu ayat yang akan dihafal. Setiap ayat bisa dibaca berulang kali hingga mampu membentuk bayangan ayat hingga benar-benar membentuk gerak refleks pada lisan. b. Metode Kitabah

Metode ini diharuskan menulis ayat-ayat yang akan dihafalkannya terlebih dahulu kemudian dibaca hingga lancar lalu dihafalkan. Metode ini cukup praktis karena bukan hanya melibatkan lisan tapi aspek visual menulis juga sangat membantu mempercepat terbentuknya pola hafalan. c. Metode Sima’i

Metode ini gabungan dari metode wahdah dan metode kitabah, tapi kitabah di metode ini lebih fungsional sebagai uji coba untuk menuliskan ayat yang sudah dihafal. Kelebihan metode ini ialah untuk menghafal sekaligus untuk pemantapan hafalan.

d. Metode Jama

Cara menghafal pada metode ini ialah dilakukan secara bersama-sama yang dipimpin oleh instruktur. Satu persatu ayat dibacakan berulang-ulang oleh instruktur kemudian diikuti oleh para penghafal hingga mendapat pola hafalan ayat. Metode menarik karena dapat menghilangkan kejenuhan dan membantu menghidupkan daya ingat.26

26

Ahsin W Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 63-66.


(48)

3. Faktor Hambatan Menghafal Al-Qur’an

Dalam menghafal al-Qur’an tentunya memiliki kendala atau hambatan dalam proses menghafal tersebut, diantaranya yaitu:

a. Ayat-ayat yang sudah dihafal lupa lagi

Masalah ini biasanya ayat yang sudah dihafal sebelumnya hilang ketika ditingal mengerjakann persoalan lainnya. Hal ini bukan saja dialami oleh individu saja tapi juga hampir seluruh para penghafal al-Qur’an lainnya ikut mengalaminya.

b. Banyaknya ayat-ayat yang serupa tapi tidak sama

Al-Qur’an memang miliki banyak ayat-ayat yang serupa. Maksudnya, pada awalnya sama dan mengenai peristiwa yang sama pula. Namun, pada pertengahan atau akhir ayatnya berbeda atau sebaliknya.

c. Gangguan-gangguan kejiwaan

Gangguan ini termasuk kedalam keadaan yang tidak normal, baik berhubungan dengan fisik maupun mental keabnormalan yang disebabkan karena sakit.

d. Gangguan lingkungan

Keberhasilan seseorang dalam menghafal al-Qur’an tergantung dari keadaan lingkungan terutama pada pemilihan tempat untuk menghafal.27

4. Faktor Pendukung Menghafal Al-Qur’an

Terdapat beberapa hal yang dianggap penting sebagai pendukung tercapainya tujuan menghafal al-Qur’an, diantaranya yaitu:

a. Usia yang ideal

27

Muhaimin Zen, Problematika Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1985), h. 39-234.


(49)

Dalam menghafal al-Qur’an sebenarnya tidak ada batasan usia tertentu, tapi tingkat usia seseorang memang berpengaruh terhadap keberhasilan dalam menghafal al-Qur’an. Usia dini yang masih relatif muda akan lebih potensial serap materi-materi yang dibaca atau dihafal ataupun didengarkan dibanding dengan mereka yang sudah berusia lanjut. Namun demikian, hal ini bukan berarti bahwa usia lanjut tidak bisa menghafal

al-Qur’an, asalkan dengan kemauan yang kuat.

b. Manajemen waktu

Para penghafal harus bisa mengantisipasi dan memilih waktu yang dianggap sesuai dan tepat untuknya menghafal. Karena manajemen waktu yang baik akan berpegaruh terhadap pelekatan materi, terutama bagi mereka yang mempunyai kesibukan lain diluar menghafal

al-Qur’an.

c. Tempat menghafal

Situasi tempat ikut mendukung proses menghafal al-Qur’an. Karena suasana dengan penuh kebisingan, penerangan tidak sempurna dan gangguan lainnya bisa mengurangi konsentrasi. Menghafal bisa dimana saja, para penghafal ada yang cenderung memilih tempat di alam terbuka atau tempa-tempat sunyi lainnya.28

F. Pengertian Santri

Santri adalah istilah lain dari murid atau siswa yang mencari ilmu pada lembaga pendidikan formal, bedanya santri ini mencari ilmu pada pondok pesantren. Hampir seluruh masyarakat pun mengetahui tak asing lagi mendengar

28


(50)

kata santri dalam benak mereka. Umumnya santri diidentikkan bagi seseorang yang tinggal di pondok pesantren yang kesehariannya mengkaji kitab-kitab salafi atau kitab kuning, dengan tubuh mengenakan sarung, peci, serta pakaian koko atau gamis yang menjadi pelengkap atau menambah ciri khas tersendiri bagi mereka. Dalam bahasa jawa, santri berarti cantrik yaitu seseorang yang selalu mengikuti gurunya kemanapun gurunya pergi atau menetap.29

Kata santri “mengimplementasikan fungsi manusia dengan 4 huruf yang dikandungnya yaitu sin, satrul al aura (menutup aurat), nun, na’ibul ulama, (wakil dari ulama), ta, tarkul al ma’ashi (meninggalkan kemaksiatan), ra, ra’isul ummah (pemimpin umat)”.30

1. Pengertian Tunanetra

Tunanetra dilihat dari segi etimologi bahasa, tuna berarti rugi dan netra berarti mata atau cacat mata, istilah tunetra yang mulai populer dalam dunia pendidikan dirasa cukup tepat untuk menggambarkan keadaan penderita yang mengalami kelainan indera pengelihatan, baik kelainan itu bersifat berat maupun ringan. Sedangkan istilah buta pada umumnya melukiskan keadaan mata yang rusak, baik sebagian (setengah) maupun seluruhnya (kedua-duanya), sehingga mata itu tidak lagi dapat berfungsi sebagaimana mestinya.31 Gangguan penglihatan bisa terjadi karena suatu penyakit, mengalami kecelakaan atau cedera yang bersinggungan dengan sistem penglihatan.

29

Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina Mastuhu, 1999), h. 19-20.

30

Mas Dewa, Kiai Juga Manusia, Mengurai Plus Minus Pesantren, Kiai, Gus, Neng,

Pengurus dan Santri, (Probolinggo: Pustaka El-Qudsi, 2009), h. 23-25.

31

Soekini Pradopo, Suharto dan L Tobing, Pendidikan Anak-Anak Tunanetra, (Bandung: Masa Baru,t.t.), h.12.


(51)

2. Karakteristik Tunanetra

Secara spesifik anak yang mengalami gangguan penglihatan (tunanetra) dapat diidentifikasi dengan ciri fisik sebagai berikut:

a. Tidak mampu melihat,

b. Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter, c. Kerusakan nyata pada kedua bola mata,

d. Sering meraba-raba atau tersandung waktu berjalan, e. Mengalami kesulitan mengambil benda kecil didekatnya,

f. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh, bersisik dan kering, g. Mata bergoyang terus.32

3. Klasifikasi tunanetra

Klasifikasikan tunanetra berdasarkan pada waktu terjadinya ketunanetraan sebagai berikut:

a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir, yaitu mereka yang sama sekali tidak memilki pengalaman melihat.

b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil, yaitu mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.

c. Tunanetra pada usia sekoah atau pada usia remaja. Mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proes perkembangan pribadi.

d. Tunanetra pada usia dewasa, pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakuan latihan-latihan penyesuaian diri.

32

Lagita Manastas, Strategi Mengajar Siswa Tunanetra, (Yogyakarta: Imperium, 2014), h. 4.


(52)

e. Tunanetra pada usia lanjut, sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.

f. Tunanetra akibat bawaan.33

Sementara klasifikasi tunanetra lainnya dijelaskan oleh Howard dan Orlansky. Klasifikasi tunanetra berdasarkan pada kelainan-kelainan yang terjadi pada mata. Kelainan ini disebabkan karena adanya kesalahan pembiasan pada mata. Hal ini terjadi bila cahaya tidak terfokus sehingga tidak jatuh pada retina. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan memberikan kacamata atau kontak lensa.

Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Myopia adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh dibelakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan.

b. Hyperopia adalah penlihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh didepan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. c. Astigmatisme adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak fokus jatuh pada retina.34

4. Pengertian Santri Tunanetra

33

Soekini Pradopo, Suharto dan L Tobing, Pendidikan Anak-Anak Tunanetra, h. 12-13. 34


(53)

Santri adalah “orang yang mendalami ilmu agama islam dengan tekun”.35 Sedangkan tunanetra adalah orang yang indera pengelihatannya terganggu sehingga tidak bisa melihat atau buta. Jadi santri tunanetra adalah orang yang mendalami ilmu agama islam secara tekun namun memiliki gangguan pada indera penglihatan atau bisa disebut juga dengan buta. Secara keseluruhan santri tunanetra sama halnya dengan santri pada umumnya yakni sama-sama menekuni agama islam. Namun yang menjadi pembeda adalah terlihat dari fisik terutama pada indera penglihatan.

Seorang santri tunanetra sebenarnya tidak berbeda jauh dengan santri normal dalam menghafal al-Qur'an. Namun, santri tunanetra memiliki kekhususan, yaitu menggunakan al-Qur'an braille sebagai media bantu dalam proses menghafal Qur'an. Qur'an braille ini digunakan sebagai pengganti al-Qur'an biasa yang tidak dapat dibaca oleh santri tunanetra.

35


(54)

41 BAB III

Gambaran Umum Yayasan Raudlatul Makfufin A.Profil Umum Yayasan Raudlatul Makfufin

Sesuai namanya Raudlatul Makfufin yang berarti taman tunanetra. Itu artinya, sejumlah santri yang mukim maupun yang tidak mukim di yayasan Raudlatul Makfufin adalah para penyandang tunanetra. Mereka berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Tiada mata tak hilang cahaya adalah ungkapan yang pantas untuk mereka karena di yayasan Raudlatul Makfufin inilah, mereka yang ditakdirkan Allah SWT memiliki keterbatasan dalam penglihatan, justru memiliki keluasan dan kelapangan mata hati untuk menimba ilmu dan menebarkannyaterkhusus ilmu agama.

Yayasan Raudlatul Makfufin bergerak dalam bidang pembinaan agama dan mental serta kesejahteraan yang didirikan atas dasar kepedulian sosial terhadap orang-orang penyandang tunanetra. Karena pada saat itu, belum ada satupun lembaga di Jakarta yang secara khusus menangani pembinaan agama. Pada umumnya lembaga ketunanetraan lebih banyak bergiat di bidang rehabilitasi dan pendidikan atau latihan serta upaya kesejahteraan sosial dalam arti umum dan yayasan ini juga memproduksi al-Qur’an braille yang terbitannya menjadi rujukan penulisan dan penerbitan al-Qur’an braille di Indonesia.

Yayasan ini terletak di JL. Raya Puspitek, Gg.Rais, No. 10 A RT. 002/05, Kp. Jati, Kelurahan Buaran, Kecamatan Serpong, kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten 15316. Lokasinya yang cukup jauh dari jalan utama, dan tidak ada angkutan umum yang melalui jalan tersebut. Tempat yang masih telihat asri


(55)

dan sepi dari keramaian membuat kenyamanan tersendiri bagi santri Raudlatul Makfufin.

Namun, tempatnya yang tidak strategis itulah yang membuat santri mukim di yayasan Raudlatul Makfufin lebih sedikit sekitar 6 orang dibanding sebelumnya ketika yayasan Raudlatul Makfufin bertempat di Ciputat mencapai 10 sampai 15 orang. Karena Ciputat cukup stategis dekat dengan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, SLB yang berada di Lebak Bulus, UHAMKA serta UMJ.

Kegiatan di yayasan Raudlatul Makfufin antara lain yakni menghafal

al-Qur’an, muhadatsah, pendidikan terjemah al-Qur’an, kajian kitab-kitab seperi fiqih, hadits arba’in, dan ilmu agama lainnya. Keterampilan seni musik islami seperti marawis, kemudian pelatihan mengetik 10 jari, pelatihan komputer dengan screen reader, dan pendidikan kejar paket A, B, dan C. Ada satu lagi kegiatan di yayasan Raudlatul Makfufin yang sangat bermanfaat, inspiratif sekaligus serta memotivasi. Kegiatan itu adalah penyusunan dan pencetakan

al-Qur’an menggunakan huruf braille. Untuk penyusunannya, sebenarnya sudah berlangsung sejak 1996 lalu, sementara pencetakannya baru dimulai pada tahun 2000, dan masih dilakukan hingga kini.1

B.Sejarah Berdirinya Yayasan Raudlatul Makfufin

Yayasan Raudlatul Makfufin didirikan pada tanggal 26 November 1983 di Jakarta Timur oleh R.M. Halim (Alm) bersama beberapa rekan tunanetra dan non tunanetra, karena pada saat itu belum ada satupun lembaga di Jakarta yang secara khusus menangani pembinaan agama bagi tunanetra. Saat itu yayasan belum memiliki kantor sekretariat sendiri, jadi masih berpindah. Pada tahun 1991, Bapak

1

Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.


(56)

Munawir Sjadzali, yang waktu itu menjabat Menteri Agama, memiliki perhatian khusus, dengan memberikan pinjaman sebidang tanah milik Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di kawasan Kertamukti, Ciputat, atau seberang gedung kampus Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berada. Tak hanya itu, Bapak Munawir juga ikut andil dalam mensukseskan pembangunan gedung untuk pusat kegiatan yayasan Raudlatul Makfufin. Pada 1992, pak Munawir juga yang meresmikan kantor sekretariat yayasan Raudlatul Makfufin. Sejak saat itu, seluruh kegiatan yayasan Raudlatul Makfufin dapat terpusat di satu lokasi,” tutur Ade Ismail, S. Pd, selaku ketua pengurus yayasan Raudlatul Makfufin.2

Seiring waktu berjalan, pada 2009, muncul kebijakan dari Pemerintah yang mengharuskan yayasan Raudlatul Makfufin berpindah lokasi. Kebijakan ini memang mengharuskan seluruh aset-aset negara, termasuk lahan yang ditempati sebagai kantor sekretariat yayasan Raudlatul Makfufin, dikembalikan lagi kepada negara, dalam hal ini Departemen Agama untuk kepentingan pembangunan Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kami sepenuhnya menyadari, tanah yang selama ini dimanfaatkan yayasan Raudlatul Makfufin hanya sebatas pinjaman dengan status hak guna pakai, sehingga ketika lahan tanah ini diminta kembali, sudah tentu kami kembalikan kepada yang memang berhak

memilikinya,” urai Ade Ismail, S. Pd.3

Kebijakan pengembalian lahan tanah pinjaman tadi memang mengharuskan yayasan Raudlatul Makfufin berpikir keras untuk mencari lokasi baru dan

2

Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.

3

Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.


(57)

membangun kembali gedung sekretariat baru. Masalahnya, untuk membangun kembali gedung sekretariat baru, tentu butuh dana yang tidak sedikit. Melalui jalur perundingan dengan pimpinan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, akhirnya disepakati bahwa UIN Syarif Hidayatullah akan membantu pembangunan gedung sekretariat baru saja. Artinya, tanpa disertai upaya pengadaan lahan tanahnya.

Alhamdulillah, kami mendapatkan tanah wakaf dari seorang hamba Allah, seluas 1.000 meter persegi, yang kami tempati sekarang ini. Itu berarti, lahan tanahnya sudah ada, tinggal membangun gedungnya. Bersyukur, pihak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta aktif mengumpulkan dana sosial dengan tujuan pembangunan gedung sekretariat yayasan Raudlatul Makfufin, salah satu caranya dengan melaksanakan fund raising ke banyak pihak. Sekaligus ini membuktikan tanggung jawab pihak kampus UIN Syarif Hidayatullah untuk mengganti bangunan gedung yayasan Raudlatul Makfufin sebelumnya. Pembangunan gedung baru sekretariat yayasan Raudlatul Makfufin akhirnya terlaksana secara baik. Hingga akhirnya, pada 2010, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Komaruddin Hidayat membubuhkan tanda tangannya dengan tinta emas di atas batu prasasti berwarna hitam, sebagai pertanda peresmian gedung. Meski diresmikan oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah, tapi yayasan kami ini tidak ada sangkut pautnya secara formal kelembagaan dengan Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kehadiran Bapak Komaruddin waktu itu, hanya sekadar meresmikan gedung baru, sebagai tindak lanjut dari kebijakan perapihan aset milik Negara dan membuat gedung lama sekretariat yayasan Raudlatul Makfufin


(58)

dibongkar. Hingga kini, hubungan secara nonformal dengan Kampus UIN Syarif Hidayatullah tetap terjalin baik, ungkap Ade Ismail, S. Pd.4

Kemudian alasan dasar pendirian yayasan Raudlatul Makfufin karena: 1. Kemiskinan dan kebodohan dekat dengan kekufuran

2. Ketunanetraan tidak menanggalkan kewajiban beribadah

3. Perlu strategi, metodologi dan sarana khusus untuk tunanetra belajar agama 4. Pendekatan agama cara efektif memahami makna penderitaan atau musibah 5. Tunanetra berbakat berpeluang untuk mengabdikan diri dibidang agama jika

diberi kesempatan dan didukung sarana yang memadai

6. Perlu lembaga pengelola dana masyarakat untuk kesejahteraan sosial tunanetra.5

1. Visi dan Misi Yayasan Raudlatul Makfufin

Visi Yayasan Raudlatul Makfufin adalah wahana jasa untuk pembinaan agama islam dan kesejahteraan sosial tunanetra muslim agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Misi Yayasan Raudlatul Makfufin yaitu:

a. Menyelenggarakan pendidikan dan kursus-kursus keagamaan dan dakwah. b. Menyediakan buku-buku sumber agama dalam huruf braille atau rekaman

dan penyiapan tenaga pelaksana yang profesional. c. Menyelenggarakan kursus keterampilan usaha.

d. Mengupayakan bantuan sosial bagi tunanetra yang membutuhkan.

Pentingnya pemberdayaan penyandang tunanetra bagi yayasan Raudlatul Makfufin.6

4

Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.

5


(59)

2. Program Kegiatan Yayasan Raudlatul Makfufin

Program kegiatan di yayasan Raudlatul Makfufin diadakan guna untuk menunjang kemampuan, meningkatkan pengetahuan, kretifitas serta pemahaman keagamaan sebagai wadah mereka untuk menggali potensi diri, diantarnya yaitu:

a. Kursus keagamaan

1) Kursus pemberantasan buta huruf al-qur’an braille dan dasar-dasar agama

2) Kursus seni baca al-Qur’an 3) Kursus tahfidz al-Qur’an

b. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) berupa program kejar paket A, B dan program paket C

c. Pesantren tunanetra d. Majelis ta’lim

e. Kursus Komputer bicara

f. Pengadaan al-qur’an braille dan pembraillean buku-buku sumber agama islam

g. Peringatan hari-hari besar islam

h. Pengkaderan jama’ah melalui IKJAR (Ikatan Jama’ah Raudlatul Makfufin).7 Sedangkan program kedepannya yayasan Raudlatul Makfufin akan mencanangkan perpustakaan buku-buku agama islam, hal ini berkaitan dengan program pengadaan al-Qur’an braille dan buku agama yang diproduksi oleh yayasan Raudlatul Makfufin. Hal tersebut untuk memfasilitasi para

6

Dokumentasi yayasan Raudlatul Makfufin. 7


(60)

penyandang tunanetra untuk lebih memperkaya ilmu pengetahuan mereka dalam hal keagamaan.

3. Prestasi yayasan Raudlatul Makfufin

1. Yayasan Raudlatul Makfufin menjadi wakil dari Indonesia dalam Konferensi Internasional Al-Qur’an braille yang diadakan di Istanbul Turki pada tahun 2013.

2. Juara 2 ditahun 2010 dan juara 3 ditahun 2014 pada MTQ golongan canet (cacat netra) di tingkat Provinsi Banten sesuai dengan Surat Keputusan Dewan Hakim Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Provinsi Banten tahun 2010 dan 2014.

3. Kementerian Agama melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an ( LPMA) membentuk tim penyusun qur’an braille, yayasan Raudlatul Makfufin menjadi salah satu dari tim penyusun tersebut.

4. Yayasan Raudlatul Makfufin diundang oleh Badan Agama dan Pembelajaran Agama (BAPA) Radin Mas untuk mengikuti Islamic Singapore Expo, pada bulan September 2014

5. Kementerian Agama melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMA) membuat standar al-Qur’an braille di Indonesia, dengan merujuk pada hasil pencetakan al-Qur’an braille yang diproduksi yayasan Raudlatul Makfufin.

6. Juara 2 pada MTQ tingkat DKI.


(1)

Gambar 6. Al-Qur’an braille terbitan yayasan Raudlatul Makfufin, siap dikirim keseluruh tunanetra yang membutuhkan di Indonesia

Gambar 7. Foto bersama pengajar tahfidz qur’an, Bapak Abdul Hayi


(2)

Gambar 8. Kebersamaan santri, penulis dengan ketua dewan pengurus bapak Ade Ismail

Gambar 9. Tanda tangan lampiran wawancara oleh salah satu narasumber, dibantu oleh penulis.


(3)

Gambar 11. Yayasan Raudlatul Makfufin menjadi wakil dari Indonesia pada acara Konferensi Internasional Al-Qur’an Braille di Istanbul, Turki tahun 2013.


(4)

(5)

CURICULUM VITAE

Nama : Fathiyatur Rizkiyah

Tempat,tanggal lahir : Tangerang, 30 Agustus 1993

Pendidikan : SMA IT Al-Qur’aniyyah Pondok Aren Tangerang Selatan, 2011

Alamat : JL. H.Sarmili Rt.03 Rw.02 No.03 Kelurahan Jurang Mangu Timur Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan Banten 15222

Judul Skripsi : Komunikasi Antarpribadi Pengajar dan Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan

No.HP : 085693595075

Email : fathi_yatur@yahoo.com

Hobi : Ukir HennaArt

Pengalaman Organisasi : Anggota Devisi Syarhil Qur'an di HIQMA ( Himpunan Qori- Qori'ah Mahasiswa ) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prestasi Non Akademik :

Delegasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1. Juara 1 MSQ pada Olimpiade Al-Qur’an Se-Indonesia di LTTQ Fathullah (2014)

2. Juara harapan 2 MSQ pada MTQ Mahasiswa Nasional ke 13 di UNP dan Universitas Andalas, Padang Sumatra Barat (2013)

3. Juara 1 MSQ pada Festival Seni Islam Nasional di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2012)

4. Peserta MSQ pada Festival Seni Qur’an Nasional di UIN Sunan Kalijaga Jogyakarta (2013)

5. Pemberian Penghargaan dalam Acara Penganugrahan Student Achievement Award UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012 hingga 2014 atas prestasi tersebut.


(6)