Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

a. Pemberdayaan personalia yayasan dengan berpedoman pada visi b. Pembekalan ajaran yang Qur’ani menurut ajaran agama islam c. Pendidikan dan pelatihan kelayan d. Memberikan bimbingan bermasyarakat 2. Yayasan Tunanetra Wiyata Guna, terletak di Jl. Padjajaran 52 Bandung Jawa Barat 40171, adapun visinya memberikan pedoman dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, yaitu mewujudkan kesetaraan dan kemandirian penyandang cacat netra, dan memiliki misi yaitu: 10 a. Meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat netra b. Meningkatkan sumber daya penyandang cacat netra c. Menjalin kerja sama dengan organisasi, perguruan tinggi dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat netra d. Meningkatkan profesionalisme pekerja sosial dalam pelayanan dan rehabilitasi penyandang cacat netra Saat ini banyak lembaga yang peduli dengan keberadaan para penyandang tunanetra. Salah satunya yayasan Raudlatul Makfufin yang peduli terhadap tunanetra, terletak di Serpong kota Tangerang Selatan. Yayasan ini bergerak dalam bidang pembinaan agama dan mental serta kesejahteraan yang didirikan atas dasar kepedulian sosial terhadap orang-orang penyandang tunanetra. Karena pada saat itu, belum ada satupun lembaga di Jakarta yang secara khusus menangani pembinaan agama. Pada umumnya lembaga ketunanetraan lebih banyak bergiat di bidang rehabilitasi dan pendidikan atau latihan serta upaya 10 Yhoen Yulia Q, “Profil PSBN Wyata Guna Bandung”, diakses pada 14 Oktober 2015 dari http:yhoen-yulia.blogspot.co.id201303profil-psbn-wyata-guna-bandung.html kesejahteraan sosial dalam arti umum dan yayasan Raudlatul Makfufin memproduksi al- Qur’an braille yang terbitannya menjadi rujukan penulisan dan penertiban al- Qur’an braille di Indonesia. Yayasan Raudlatul Makfufin memiliki banyak program-program, salah satunya dari berbagai program yang ada adalah tahfidz al-Q ur’an. Tahfidz al- Qur’an atau menghafal al-Qur’an adalah membaca berulang- ulang sehinga menjadi hafal dari ayat ke ayat berikutnya dan begitu seterusnya hingga mencapai 30 juz al- Qur’an. 11 Jadi, segala sesuatu yang sering dulang maka akan dengan sendirinya akan menjadi hafal. Sedangkan al- Qur’an itu sendiri ialah kalam Allah swt, yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw melalui perantara malaikat Jibril, dan apabila membaca al- Qur’an dinilai ibadah. Program tahfidz al- Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin dibentuk agar mereka para santri semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan harapan tunanetra bisa menyebarkan al-Qur ’an kepada masyarakat, karena dengan menghafal menjadi alternatif mereka untuk bisa mengajarkan al-Qur ’an. Program yang baru berjalan selama setahun ini tepatnya dimulai pada bulan September tahun 2014, tapi sudah berpengaruh terhadap daya tarik masing-masing santri. Karena pada awalnya mereka tidak meyakini kalau tunanetra bisa menghafal al- Quran. Perbedaan usia santri dan kemampuan menghafal tiap santri berbeda-beda. Karena perbedaan usia antar santri beragam dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya dalam menghafalkan al- Qur’an. kemudian alasan mereka dalam 11 Zaki Zamani dan Syukron Maksum, Metode Cepat Menghafal al- Qur’an, Yogyakarta: Al Barokah, 2014, h. 20. menghafal bermacam-macam ada yang ingin peringkatnya tinggi dihadapan Allah serta membuang anggapan negatif orang kalau tunanetra hanya bisa pijat dan jualan kerupuk saja, ada juga yang ingin mengajarkan kepada sesamanya bahkan ada pula karena dijanjikan berangkat haji serta tertarik dari suara Syekh Musyari Rasyid Nafasi dan ingin menyerupai suaranya. Tingkat hafalan para santri pun beragam, paling tinggi sudah mencapai 15 juz hingga 30 juz, dan juga untuk yang pemula ada yang masih hafalan surat pendek atau juz amma serta 2 juz sampai 3 juz. Proses menghafal di yayasan Raudlatul Makfufin, para santri belajar huruf latin braille terlebih dahulu, lalu belajar arab braille, membaca al- Qur’an braille, tajwid al- Qur’an setelah semuanya sudah dianggap mampu maka barulah bisa menghafalkan al- Qur’an serta disarankan untuk sambil menakrir atau mengulang- ulang hafalan sebelumnya, ataupun bisa juga dengan saling simaan menyimak bacaan satu sama lain secara bergantian untuk menjaga hafalan agar tidak hilang. Prestasi yang ditorehkan alumni yayasan Raudlatul Makfufin sangat membanggakan, secara tidak langsung memberikan motivasi kepada para santri tunanetra lainnya, prestasi tersebut yakni menjadi juara 3 ditahun 2014 pada MTQ golongan canet cacat netra di tingkat Provinsi Banten sesuai dengan surat keputusan dewan hakim Lembaga Pengembangan Tilawatil Q ur’an Provinsi Banten tahun 2014. 12 Serta yayasan Raudlatul Makfufin juga menjadi wakil dari Indonesia dalam konferensi internasional al- Qur’an braille yang diadakan di 12 LPTQ Banten, “Penetapan Peserta Terbaik Pada MTQ XI Tingkat Provinsi Banten,” diakses pada 19 Januari 2015 dari http:lptqbanten.or.idhasilmtqbanten2014.pdf Istanbul Turki pada tahun 2013. 13 Dan kementerian agama melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur’an LPMA membentuk tim penyusun Qur’an braille, yayasan Raudlatul Makfufin menjadi salah satu dari tim penyusun tersebut. 14 Keterbatasan penglihatan yang dimiliki, mereka mampu menghafal ayat- ayat al- Qur’an yang mereka sendiri tidak bisa melihat hurufnya. Selain itu mereka juga mampu menorehkan berbagai prestasi membanggakan layaknya orang normal. Untuk mempermudah para tunanetra dalam menghafal, maka dibutuhkan pengajar yang bisa mendorong memotivasi para santri untuk semangat menghafal. Pengajar sebagai salah satu bagian yang sangat penting bagi keberadaan yayasan tersebut, kemampuannya sebagai orang yang lebih mampu untuk membimbing, memotivasi serta mengajarkan walaupun pengajar juga memiliki keterbatasan fisik yang sama seperti santrinya. Dari hal tersebut perlunya komunikasi antarpribadi antara pengajar kepada santri tunanetra merupakan faktor penting yang mendukung motivasi, karena komunikasi antarpribadi sebagai bentuk komunikasi yang tepat untuk mengubah sikap, kepercayaan, serta prilaku komunikan yang berlangsung secara tatap muka. Sehingga pengajar dapat mempengaruhi santri tunanetra untuk menghafal dengan mudah layaknya santri dengan penglihatan normal serta semakin termotivasi untuk menghafal. Keterbatasan penglihatan yang dimiliki tidak mengurangi semangat untuk menghafal al- Qur’an. Sehingga tidak ada yang mustahil bagi orang yang ingin belajar dan terus belajar. Apalagi Allah Swt menjamin bahwa al-Q ur’an telah 13 Kitaba, “Resolutions of The International Braille Quran Conference Istanbul,” artikel diakses pada 4 Maret 2015 dari http:www.kitaba.orgarticlesresolutions-of-the-international- braille-quran-conference-istanbul 14 Kementerian Agama, “Kemenag Terbitkan Al-Qur’an Braille,” artikel diakses pada 4 Maret 2015 dari http:kemenag.go.idindex.php?a=beritaid=123044 dimudahkan untuk dihafalkan serta memberikan balasan bagi orang yang menghafal al- Qur’an, salah satunya yakni akan mendapat syafa’at serta jasadnya nanti akan terpelihara didalam kubur. Allah telah berfirman dalam Surah al-Qamar54: 17 berikut: ركَدم م ل ف ركذلل ارقلا ا رَسي دقل : ر قلا ٧١ “ Dan Sesungguhnya telah kami mudahkan al-qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran ?.” QS Al-Qamar54:17 “Allah Swt sang pemberi kalam, menjamin bahwa al-Qur’an telah ia mudahkan untuk dihafalkan seraya menegur dan memerintahkan kita untuk menghafal kalamnya itu. Sebab, bagian akhir dari ayat tersebut merupakan pertanyaan yang bermakna perintah. Jadi, Allah menantang hambanya untuk membuktikan statement tersebut, bahwa al- Qur’an mudah untuk dihafalkan. Bahkan tidak tanggung-tanggung, Allah mengulangi ayat tersebut hingga empat kali masing-masing pada ayat 17,22,32 dan 40. Ini membutikan bahwa al- Qur’an memang benar-benar mudah untuk dihafalkan, dengan pertolongan Allah Swt. ” 15 Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis mengambil tema skripsi yang berjudul “Komunikasi Antarpribadi Pengajar dan Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al- Qur’an di yayasan Raud latul Makfufin Serpong Tangerang Selatan”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini hanya menganalisis bentuk komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra sebagai upaya memotivasi menghafal al- qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan. Dan dari 60 orang santri tunanetra, peneliti hanya fokus meneliti 7 orang santri tunanetra, 4 diantaranya yang mukim dan 3 diantaranya 15 Zaki Zamani dan Syukron Maksum, Metode Cepat Menghafal Al- qur’an Belajar Pada Maestro Al- qur’an Nusantara, Yogyakarta: Al Barokah, 2014, h.9. yang tidak mukim. Dan dari 10 orang pengajar, peneliti hanya fokus pada satu orang pengajar yakni pengajar tahfidz al- Qur’an. Mengingat banyaknya program kegiatan yang dipelajari di yayasan Raudlatul Makfufin, maka dalam penelitian ini hanya dibatasi pada program tahfidz al-Q ur’an dengan media al- Qur’an braille. 2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalahnya, sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk komunikasi antarpribadi yang diberikan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al- Qur’an? 2. Bagaimana upaya yang dilakukan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al- Qur’an? 3. Apa faktor pendukung dan penghambat komunikasi antarpribadi pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al- Qur’an?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk komunikasi antarpribadi yang diberikan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al- Qur’an. 2. Untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al- Qur’an. 3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat komunikasi antarpribadi pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al- Qur’an.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat akademis dan praktis, yaitu: 1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi positif pada bidang ilmu komunikasi. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa mengenai komunikasi antarpribadi yang dilakukan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al- Qur’an. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan bahan pegangan bagi orang yang ingin mendalami ilmu komunikasi, baik dilembaga maupun masyarakat.

E. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh kebenaran dari proses berpikir ilmiah. 16 Pada dasarnya metodologi penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan informasi dengan tujuan dan kegunaan tertentu. 1. Paradigma Penelitian Paradigma penelitian adalah “kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu dan teori. ” 17 Paradigma berisi bagaimana 16 Juliansyah Noor, Metode Penelitian Skripsi Tesis Disertasi dan Karya Ilmiah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012, h.22. 17 Juliansyah Noor, Metode Penelitian Skripsi Tesis Disertasi dan Karya Ilmiah, h.33. mempelajari fenomena, realita serta cara yang digunakan dalam penelitian, dan menginterpretasikan temuan. 18 Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis untuk mengetahui dan mengamati scara mendalam pada objek penelitian. Penelitian yang dihasilkan bisa menemukan suatu kebenaran terhadap realitas. Dalam penelitian ini, pengajar ingin meyakinkan kepada penyandang tunanetra bahwa seorang tunanetra bisa belajar membaca al- Qur’an layaknya seperti orang normal pada umumnya, bahkan lebih dari sekedar membaca, mereka juga bisa menghafal ayat-ayat al- Qur’an tersebut dengan baik dan benar. 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah “keterkaitan spesifik pada studi hubungan sosial yang berhubungan dengan fakta dari pluralisasi dunia kehidupan. Metode yang diterapkan untuk melihat dan memahami subjek dan objek penelitian, yang meliputi orang, lembaga, berdasarkan fakta yang tampil secara apa adanya. ” 19 Pendekatan kualitatif juga menempatkan peneliti sebagai orang yang belajar dari masyarakat sehingga penelitian ini cenderung sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Tujuan dari pendekatan kualitatif ini untuk mengetahui fenomena melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Dengan demikian penulis menjadi instrumen riset yang harus terjun kelapangan untuk mendapatkan data yang diinginkan. Kemudian penulis mewawancarai subjek penelitian untuk 18 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, Jakarta: Bumi Aksara, 2013, h.25. 19 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, h.81.