Disonansi Kognitif Perasaan Ketidakseimbangan dan Perubahan

hafidzah janji tersebut tertera dalam hadits bahwa surga merindukan empat golongan salah satunya orang-orang yang hafal al- Qur’an. Disonansi yang dialami oleh santri tunanetra, membuat mereka melakukan usaha untuk memperoleh konsistensi. Usaha yang dilakukan santri tunanetra merupakan proses menuju apa yang santri tunanetra inginkan. Santri tunanetra yayasan Raudlatul Makfufin memilih untuk berubah dari kondisi awal mereka. Perubahan yang mereka pilih tentunya ada alasannya. Alasan tersebut berasal dari motivasi. Besarnya motivasi untuk berubah itu tergantung dari tingkat disonansi. Semakin kecil disonansi, maka tindakan usaha yang dilakukan santri tunanetra akan semakin banyak atau lebih intensif. Tingkat disonansi yang tinggi tanpa mempunyai motivasi, itu tidak akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut tergant ung dari motivasi, “motivasi bisa dari diri sendiri atau lingkungan sekitar yang mencakup teman, orang tua serta pengajar yang ada di yayasan Raudlatul Makfufin”. 7 Motivasi sangat berpengaruh dalam menumbuhkan semangat menghafal al- Qur’an bagi santri tunanetra. Motivasi dibangun oleh santri sendiri berdasarkan keinginannya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan bermanfaat bagi lingkungannya. Mengingat fundamentalnya motivasi dari diri sendiri, sehingga harus benar-benar dibangun untuk menjadi modal bagi keberlanjutan perubahan yang diinginkan. Timbulnya motivasi dari diri sendiri diawali dari ketertarikan santri tunanetra terhadap komunitas santri tunanetra yang hafal al-Quran. Selain itu mereka juga termotivasi untuk bisa membaca seperti orang normal, meski menggunakan alat bantu. Motivasi dari diri sendiri perlu terus dibangun, dipertahankan dan 7 Wawancara Pribadi dengan Mutaqin Santri Tunanetra Mukim. Tangerang, 12 Agustus 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin. ditambah agar semakin kuat. Motivasi dari diri sendiri ini akan didukung oleh motivasi yang didapat dari teman, orang tua serta pengajar agar semakin membuat kokoh fondasi motivasi dari dirisantri tunanetra tersebut. Motivasi dari teman, orang tua serta pengajar berupa dukungan, arahan, dan masukan dari pihak-pihak di sekitar lingkungan kehidupan santri tunanetra. Ketiga pihak tersebut merupakan pemberi sokongan bagi santri untuk lebih giat, semangat, dan konsisten dalam menjalani kegiatan menghafal al-Quran. Pengajar juga memiliki peran yang sangat krusial dalam program tahfidz di yayasan Raudlatul Makfufin. Pengajar menjadi salah satu faktor yang menentukan santri untuk lebih semangat menghafal. Peran pengajar dimata santri sangat luar biasa karena beliau bisa memotivasi santri yang berbeda latar belakang, sikap, usia dan lain sebagainya. Pengajar yang selalu memberikan semangat dan meyakinkan santri bahwa mereka memiliki kemampuan yang sama dengan manusia normal, mampu membaca dan mengingatnya. Tanpa motivasi dari beliau para santri tidak bisa sampai seperti sekarang ini. Sekarang muncul santri-santri yang telah memiliki kepercayaan diri dan sampai ada yang memiliki hafalan 15 juz. Kedekatan pengajar dengan para santri di yayasan Raudlatul Makfufin dalam meningkatkan motivasi menghafal al- Qur‟an merupakan salah satu kunci utama yang menjadikan komunikasi antara pengajar dan santri berjalan sangat efektif. Sehingga pesan yang ingin disampaikan pengajar dapat diterima dan diaplikasikan dengan baik oleh para santri. Pengajar memperlakukan santri seperti temannya sendiri meski usia mereka terpaut cukup jauh. Sama sekali tidak terlihat kecanggungan antara pengajar dan santrinya. Mereka terlihat sudah saling mengerti apa yang diinginkan pengajar dan sebaliknya pengajar pun mengerti apa yang dimau santri tunanetra tersebut. Meski kedekatan mereka layaknya seorang teman, tetap terlihat sikap tadzim hormat santri kepada sang guru. Keadaan seperti ini lah yang sangat ideal, di mana antara santri tunanetra dan pengajar sudah sama-sama saling memahami keinginan dan maksud masing-masing. Dengan demikian, pengajar akan lebih mudah mentransfer informasi baik yang berupa persuasi, arahan, dan masukan dalam kegiatan menghafal al-Quran. Pengajar juga selalu mencoba menata kembali fondasi motivasi dari diri santri tunanetra. Biasanya di sela-sela kegiatan tahfidz al-Quran, pengajar menyelipkan materi-materi tentang keagamaan kepada santri tunanetra. Materi-materi tersebut diberikan agar santri tunanetra dapat menjalani kegiatan menghafal al-Quran dengan ikhlas dan menyadari sepenuhnya bahwa hafal atau tidaknya adalah kuasa Allah. Tanpa kehendaknya, sekuat dan sehebat apapun usahanya tak kan mampu menandingi kuasa Tuhan. Itu lah fondasi yang coba dibangun oleh pengajar agar santri tunanetra selalu ikhlas dalam menghafal al-Quran dan menyerahkan semua hasil usahanya kepada sang pemilik jagad raya.

D. Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi Antarpribadi Pengajar

kepada Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al- Qur’an Upaya pengajar untuk memberikan tambahan motivasi kepada santri tunanetra dilakukan melalui komunikasi antarpribadi. Berbagai interaksi dalam lingkup komunikasi antarpribadi dilakukan oleh pengajar untuk membuat pesan yang disampaikan oleh pengajar dapat diterima oleh santri tunanetra dengan baik. Selain itu tentunya tujuan akhir komunikasi antarpribadi ini adalah dapat mempengaruhi santri tunanetra melalui pesan komunikasi tersebut agar santri tunanetra menjadi seperti yang diharapkan oleh pengajar, yaitu dapat menghafal al-Quran dengan penuh motivasi. Proses komunikasi antar pribadi tersebut tidak dapat terlepas dari faktor- faktor tertentu, baik yang mendukung maupun yang menghambat. Faktor pendukung adalah hal-hal yang membuat jalannya proses komunikasi sesuai dengan harapan. Faktor pendukung membuat komunikasi antarpribadi berjalan dengan lancar dan pesan komunikasi tersampaikan dengan baik. Sementara faktor penghambat adalah segala sesuatu yang membuat komunikasi antarpribadi tidak dapat mencapai tujuannya. Umumnya faktor penghambat menjadikan jalannya komunikasi antarpribadi tidak sesuai dengan yang direncanakan dan yang diharapkan oleh komunikator, dalam hal ini adalah pengajar. datangnya faktor pendukung dan faktor penghambat bukan hanya dari salah satu pihak. Melainkan dari berbagai pihak mulai dari santri tunanetra, pengajar, dan pihak di luar keduanya. Faktor-faktor yang mendukung jalannya komunikasi antar pribadi adalah sebagai berikut: 1. Motivasi pengajar Pengajar tentu akan memberikan dampak positif kepada santri tunanetra. Terutama dalam hal memotivasi para santri tunanetra, karena pengajar sebagai penggerak motivasi yang bertanggung jawab untuk membimbing santri tuanetra dalam menghafal al- Qur’an. Segala usaha harus dilaksanakan untuk membuat para santri tunanetra termotivasi dalam menghafal al- Qur’an. Pengajar juga secara tidak langsung sudah memberikan motivasi kepada santri tunanetra lewat keadaannya yang juga memiliki keterbatasan fisik yang sama dengan santrinya yakni pengarjar mebuktikan bahwa walaupun memiliki kekurangan fisik namun tidak mematikan semangatnya dalam berbagi ilmu kepada santri tunanetra. 2. Sharing antara pengajar dengan santri tunanetra Pada setiap kesempatan pertemuan dengan santri, pengajar selalu meluangkan waktu untuk berkomunikasi secara intim dengan santri melalui kegiatan sharing. Komunikasinya adalah berupa hal-hal yang terkait menjadi hambatan bagi meraka dalam menghafal. Pengajar akan menerima keluhan- keluhan santri dan memberikan masukan untuk mengatasi hambatan yang dialami oleh santri. Hal tersebut dilakukan agar santri tetap konsisten menghafal dan tidak mengalami kesulitan-kesulitan dalam menghafal. Kegiatan sharing ini secara tidak langsung menumbuhkan kedekatan antara pengajar dengan santri. Karena komunikasi yang dilakukan antara pengajar dan santir layaknya komunikasi yang dilakukan antara teman sebaya. Sehingga antara pengajar dan santri tidak menimbulkan perasaan canggung. Ketika sudah demikian, santri akan mudah menerima pesan-pesan dari pengajar yang berupa masukan untuk mengatasi hambatan-hambatan menghafal yang dihadapinya. Faktor penghambat yang dialami pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Q ur’an, sebagai berikut: 1. Kejenuhan santri tunanetra Tidak jarang santri tunanetra yang merasakan jenuh dalam proses menghafal al- Qur’an, terlebih jika santri tunanetra sudah menghafal ayat namun ayat tersebut gampang hilang. Jika santri tunanetra merasa sudah bosan dengan menghafal al- Qur’an “tentu akan timbul rasa malas”. 8 Dari rasa malas tersebut akan sulit untuk memulainya kembali ayat-ayat yang akan dihafal. Ketika santri tunanetra mulai merasa bosan dalam menghafal al- Qur’an, santri tunanetra akan mengalihkan perhatiannya kepada hal yang lain seperti “mendengarkan musik dangdut H. Rhoma Irama”. 9 Dengan demikian seharusnya pengajar mempunyai strategi khusus agar santri tunanetra tidak merasakan jenuh ketika menghafal al- Qur’an. 2. Kurang memprioritaskan setoran hafalan al-Qur’an Santri tunanetra yang mukim maupun yang nonmukim tidak diberikan target pencapaian hafalan oleh pengajar, dan target pencapaian hafalan tersebut tergantung dari setiap individu santri tunanetranya. Jadi ketika ada waktu setoran hafalan, tidak semua santri tunanetra menyetorkan hafalan ayat yang sudah dihafalkannya, tapi hanya sebagian santri saja. Dan ada pula yang hanya memu roja’ah saja, untuk menjaga hafalannya agar tidak hilang. 3. Sulit dalam menghafal al-Qur’an Setiap santri tunanetra memiliki kemampuan yang berbeda sehingga pengajar harus lebih telaten dan memiliki sikap sabar dalam menghadapi santri 8 Wawancara Pribadi dengan Diah Rahmawati Santri Tunanetra Nonmukim. Tangerang, 23 Agustus 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin. 9 Wawancara Pribadi dengan Senna Rusli Santri Tunanetra Mukim. Tangerang, 12 Agustus 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin. tunanetra. 10 Sehingga santri tunanetra merasa diperhatikan lebih oleh pengajar dan memicu semangatnya untuk terus berusaha sesuai kemampuannya. 4. Hambatan dari lingkungan Kondisi lingkungan sangat berpengaruh pada proses menghafal al- Qur’an. 11 Minimnya lokal yang ada di yayasan Raudlatul Makfufin membuat keadaan tidak kondusif saat menghafal al- Qur’an. Terlebih lagi komunikasi keseharian sesama penyandang tunanetra yang mukim ini mengandalkan suara yang keras, karena tidak akan terdengar jika berbicara dengan volume suara yang kecil. Dalam menghafal al- Qur’an membutuhkan konsentrasi yang cukup sehingga ada santri tunanetra yang memilih menghafal al- Qur’an di malam hari disaat yang lain tidur, maka santri tunanetra ini memanfaatkan waktu sebaik mungkin. 5. Belum bisa membaca al-Qur’an braille Masih banyak santri tunanetra yang belum bisa membaca al- Qur’an braille. Sehingga santri tunanetra harus terlebih dahulu mempelajari huruf latin braille, kemudian belajar huruf arab braille barulah belajar membaca al- Qur’an braille. 12 10 Wawancara Pribadi dengan Diah Rahmawati Santri Tunanetra Nonmukim. Tangerang, 23 Agustus 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin. 11 Wawancara Pribadi dengan Abdul Hayi Pengajar Tahfidz. Tangerang, 11 Agustus 2015 di Rumah Pribadi Bapak Abdul Hayi. 12 Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.