nilai input nilainya kurang atau sama dengan 0. Hal itu berarti semua bank akan berada atau dibawah tingkat efisiensi teknis.
Sedangkan model kedua yang dikembangkan dalam pengukuran tingkat efisiensi adalah model dengan asumsi variable return to scale
VRS atau biasa disebut dengan model BCC Bankers-Charnes-Cooper. Dalam model ini diasumsikan bahwa kondisi semua UKE tidak sama atau
dapat diakatakan bahwa tidak semua UKE beroperasi secara optimal. Persaingan tidak sempurna, kendala keuangan dan sebagainya mungkin
menyebabkan sebuah perusahaan tidak beroperasi pada skala yang optimal.
Model matematika dengan pendekatan VRS didapat melalui modifikasi dari model dengan pendekatan CRS pada persamaan 3.4 dan
tetap berpedoman pada model matematika pada persamaan 3.3 sebagai persamaan
dalam mengukur
tingkat efisiensi
teknis.Dengan menambahkan kendala konektivitas convexity constraint ke dalam
persamaan 3.4 sehingga rumus matematisnya menjadi :
Dimana U merupakan penggal yang dapat bernilai positif atau negatif.
Dalam penelitian ini akan digunakan model dengan asumsi constant return to scale CRS atau disebut dengan model CCR Charnes-Cooper-
Rhodes. Model tersebut dipilih berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Priyonggo Suseno tentang belum adanya hubungan tingkat efisiensi
Bank Syariah studi pada 10 Bank Syariah dengan skala produksinya.Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa skala ekonomi
dalam industry perbankan tidak terjadi menurut skala perusahaan dikarenakan fungsi suatu bank telah terintegrasi dengan bank
lainnya.Dengan demikian, skala ekonomi telah bergeser dari perusahaan menuju fungsional. Di Indonesia, hal ini dapat diamati dari fenomena
terdapatnya penggunaan mesin ATM bersama, layanan kartu kredit bersama ataupun pemasaran bersama, sehingga tingkat efisiensi tidak akan
tampak dalam skala perusahaan namun dimungkinkan dalam skala fungsional suatu industry perbankan nasional bukan hanya industry
perbankan syariah. Pada penelitian ini juga menggunakan efisiensi dengan pendekatan berorientasi output, hal tersebut dikarenakan pada
akhirnya tujuan sebuah UKE adalah mendapatkan keuntungan yang maksimal dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki.
2. Metode Model Tobit Second Stage
8
Pada tahap ini, akan dilakukan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi. Dengan terlebih dahulu mendapatkan
nilai efisiensi pada tahap pertama first stage menggunakan metode DEA, maka nilai tersebut akan dianalisis dengan beberapa variabel lingkungan
untuk mengetahui hubungan dan sifat hubungan antara variabel-variabel tersebut terhadap tingkat efisiensi second stage. Sehingga kedua tahap
ini dalam penelitian disebut denga Two-Stage Data Envelopment Analysis. Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
efisiensi digunakan model tobit. Model Tobit mengasumsikan bahwa variabel-variabel bebas tidak
terbatas nialinya non-censured; hanya variabel tidak bebas yang consured; semua variabel baik bebas maupun tidak bebas diukur dengan
benar; tidak ada autocorrelation; tidak ada heteroscedascity; tidak ada multikolinearitas yang sempurna; dan model matematis yang digunakan
menjadi tepat. Dalam menggunakan metode analisis regresi untuk penelitian bidang sosial dan ekonomi, banyak ditemui struktur data
dimana variabel responnya mempunyai nilai nol untuk sebagian observasi, sedangkan untuk sebagian observasi lainnya mempunyai nilai tertentu
yang bervariasi. Struktur data seperti ini dinamakan data tersensor censored data.
8
Ibid., h. 94-95
Model tobit mempunyai persamaan umum seperti dijelaskan pada persamaan 3.2. Melalui persamaan tersebut, dikembangkanlah model
pada penelitian ini sebagaimana dijelaskan pada persamaan 3.3. Dalam penelitian ini variabel-variabel lingkungan yang digunakan adalah ASET
X
1
yang mewakili ukuran dari suatu bank, ROE X
2
yang mewakili profitabilitas bank, FDR X
3
yang mewakili likuiditas bank, dan NPF X
3
yang mewakili kesehatan suatu bank.
3. Malmquist Index Productivity MPI
Malmquist Index merupakan metode DEA yang dapat dipergunakan untuk mengolah data panel non-parametrik. Malmquist index MI
seringkali digunakan
untuk mengukur
perubahan produktivitas
productivity change sebuah DMU.Nilai index tersebut dapat di dekomposisikan dari perubahan teknologi technology change dan
perubahan efisiensi. Perubahan dalam total produksi sebuah DMU dapat dikatakan baik
apabila DMU tersebut dapat menggunakan input secara efisien untuk menghasilkan memproduksi barang-jasa dan perusahaan menggunakan
proses teknologi dalam proses produksi tersebut. Nilai MI yang lebih besar dari satu mengindikasikan bahwa DMU tersebut mengalami
peningkatan dalam total produktivitas.Namun, jika nilai MI lebih kecil dari satu, maka nilai tersebut mengindikasikan bahwa DMU mengalami
penurunan dalam total produktivitas.Peningkatan atau penurunan dalam total factor productivity dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu sisi
perubahan efisiensi atau dari sisi perubahan teknologi.
9
Merujuk pada Fare 2005 rumus tersebut juga dapat dituliskan dengan
persamaan berikut :
G. Hipotesis
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap.Pertama, mengukur tingkat efisiensi BPRS kawasan Barat dengan BPRS kawasan Timur menggunakan
metode DEA.Kedua, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi menggunakan model Tobit. Ketiga, mengukur tingkat produktivitas BPRS
kawasan Barat dengan BPRS kawasan Timur menggunakan metode MPI. Adapun faktor-faktor tersebut didapat berdasarkan telaah pustaka dan studi
terhadap penelitian-penelitian sebelumnya sehingga dapat diajukan hipotesis untuk dijadikan Variabel Independent dan Variabel Dependent dalam
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi menggunakan model Tobit. Maka hipotesis dari penelitian ini adalah :
9
Erg un Dogan dan Dietrich K. Fausten, “Productivity and Technical Change in Malaysian
Banking: 1989-1998 ”, h. 212