Pulau Kalimantan Papua dan Maluku 1

dalam Perencanaan Pembangunan Nasional, Kawasan Timur Indonesia selalu mendapatkan perhatian dan prioritas. Namun demikian, hingga kini pertumbuhan ekonomi, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan kemampuan daerah di kawasan itu masih tertinggal dibandingkan dengan Kawasan Barat Indonesia pada umumnya.Dengan luas wilayah KTI, dan ditambah melimpahnya kekayaan sumberdaya alam, maka sangat ironis sekali apabila KTI harus menghadapi ketertinggalan pembangunan dan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat bila dibandingkan dengan Kawasan Barat Indonesia. Ketertinggalan KTI dikontribusi oleh banyak faktor, diantaranya, terbatasnya infrastruktur dasar yang kemudian menghambat arus investasi, rendahnya kualitas sumberdaya manusia akibat buruknya aksesbilitas terhadap layanan pendidikan dan kesehatan, buruknya konektivitas wilayah yang memicu melambungnya biaya logistik, dan kurangnya pelayanan dasar untuk pemenuhan hak-hak dasar yang berimbas terhadap rendahnya kualitas hidup. 7 Berkaitan dengan pengembangan UKM di Kawasan Timur Indonesia KTI, secara umum memang belum berkembang dengan baik dibandingkan dengan rekan- rekan mereka di Kawasan Barat Indonesia KBI.Namun tidak dapat dipungkiri, 6 Rosmeli dan Nurhayani, “Studi Komperatif Ketimpangan Wilayah Antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia ” Jurnal Manajemen Keuangan, Vol.3 No.1, 2014: h.457. 7 Junaidi Dahlan dan Sultan Suhab, PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA: Dalam Konteks Kekinian Indonesia Makassar: Puslitbang Kebijakan dan Manajemen Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Hasanuddin, 2014: h.14. geliat UMKM di KTI sudah terlihat mulai bangkit.Ini dapat dilihat dari mulai meningkatnya minat pembeli termasuk orang asing terhadap produk UMKM mereka. Pembiayaan yang dibutuhkan UMKM ternyata memiliki share terhadap total pembiayaan UMKM yang berbeda di masing-masing daerah. Data net ekspansi kredit BI Desember 2013 menyatakan bahwa UMKM di pulau Jawa memiliki kebutuhan pembiayaan yang paling besar yaitu 53 dari total pembiayaan yang dibutuhkan. Di pulau Sumatera memiliki share sebesar 20, selanjutnya Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua memiliki jumlah share 26 terhadap total pembiayaan yang dibutuhkan, dan share 1 telah dipenuhi oleh bank asing yang ada di Indonesia. Potensi yang berbeda menjadi penggambaran dari distribusi BPRS yang tidak merata di Indonesia dan banyak tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera. Perbedaan tersebut mengasumsikan adanya pengaruh daerah operasional terhadap kinerja BPRS dalam mengelola input dan menghasilkan output berupa pembiayaan bagi UMKM atau unit usaha lainnya. 8 Untuk menghadapi tantangan tersebut BPRS harus sudah mempersiapkan dan menerapkan program-program yang handal, diantaranya adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik dari segi kemampuan intelektual maupun dari sisi 8 Ahmad Fauzi ,”Efisiensi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS di Indonesia Periode Tahun 2011-2013 ” Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, 2014, h. 4. spiritual, meningkatakan pelayanan yang cepat dan akurat dengan sistem IT yang modern. BPRS sebagai lembaga keuangan harus betul-betul menjaga kepercayaan.Untuk menjaga kepercayaan tersebut BPRS harus menjaga kesehatan perusahaannya.Tingkat kesehatan BPRS adalah kinerja dan kualitas BPRS dilihat dari faktor-faktor penting yang sangat berpengaruh bagi kelancaraan, keberlangsungan, keberhasilan usaha BPRS, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu di dalam berbisnis, masalah efisiensi dan produktivitas sangatlah penting.Produktivitas berkaitan dengan masalah produksi manajemen produksi, fungsi produksi, dan hal lainnya yang berkaitan dengan produksi.Efisiensi berkaitan dengan masalah biaya.Biaya adalah pengeluaran yang timbul karena adanya eksploitasi faktor-faktor produksi.Dari sisi ini terlihat bahwa antara biaya dan produksi berhubungan secara fungsional, dan bersinergi dalam menghasilkan kinerja usaha. 9 Agar dapat bersaing dalam industri perbankan khususnya pada pasar UMKM. BPRS dituntut untuk beroperasi se-efisien dan se-efektif mungkin. BPRS tidak hanya bersaing dengan sesama LKM saja, akan tetapi juga harus bersaing dengan bank-bank umum yang mulai mengincar pasar UMKM yang selama ini menjadi target pasar BPRS. Selain itu, BPRS mendapat pesaing baru sejak 9 Henry Faizal Noor, Ekonomi Manajerial Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, h. 146. disahkannya UU Koperasi yang memperkenalkan koperasi untuk menertibkan Surat Modal Koperasi SMK yang membuat persaingan di ranah mikro semakin ketat. Persaingan di ranah mikro akan semakin ketat mengingat pada tahun 2013 Bank Indonesia telah mengeluarkan aturan tentang peningkatan akses layanan pemberian kredit atau pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM oleh bank umum sebesar 20 dari portofolio bank. Direktur Humas BI, Difi A. Johansyah menyatakan bahwa kompetisi untuk menyalurkan kredit akan meningkat dengan keluarnya aturan ini. Untuk itu diperlukan suatu BPRS yang sehat, kuat dan terpercaya dimana BPRS perlu meningkatkan kinerja perusahaannya agar dapat bersaing di segmentasi pasarnya. 10 Menurut Berger dan Humprey 1992 - dalam Rafika Rahmawati 11 bahwa dalam industry perbankan, untuk mengukur kinerja efisiensi, dikenal dua pendekatan yang secara umum sering digunakan, yaitu pendekatan tradisional traditional approach dan pendekatan frontier frontier approach. Dalam mengukur tingkat efisiensi terdapat 2 pendekatan.Pertama, melalui pendekatan parametrik diantaranya Stochastic Frontier Approach SFA, Thick Frontier Approach TFA, dan Distribution Free Approach DFA.Yang kedua, melalui pendekatan non parametrik diantarnya Data Envelopment Analysis DEA dan Free Disposable Hull. 10 Syafaat Muhari, “Tingkat Efisiensi BPRS Di Indonesia: Perbandingan Metode SFA Dengan DEA Dan Hubungannya Dengan CAMEL ” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013, h. 3. 11 Rafika Rahmawati, “Efisiensi Pengelolaan Dana Bank Syariah Di Indonesia Dengan Pendekatan Parametrik ” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h.6. Menurut hadad 2003 – dalam Ahmad Iqbal, analisis evaluasi efisiensi perbankan tepat bila menggunakan evaluasi parametrik atau non parametrik. Hal ini karena kemampuan kedua metode tersebut yaitu dapat memasukkan berbagai macam input dan output. Dengan demikian alat analisis efisiensi parametrik dan non parametrik lebih fleksibel dan dapat mencakup variabel yang lebih luas dibandingkan dengan alat analisis yang lain. 12 Dalam perkembangan selanjutnya, selain menganalisis efisiensi dan produktivitas perbankan, penelitian-penelitian selanjutnya mengarah pada analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi perbankan. Selama ini dari berbagai penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa BPRS belum maksimal mencapai tingkat efisiensi. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh 13 Ahmad Fauzi 2014 menunjukkan bahwa tingkat efisiensi pada BPRS di Indonesia pada periode 2011 sampai 2013 masih rendah. Hal tersebut ditunjukkan oleh rata-rata efisiensi yang belum mencapai 100. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh 14 Syafaat Muhari dan Muhammad Nadratuzzaman Hosen 2015 dalam jurnalnya yang berjudul Efficiency of the Islamic Rural Bank In 12 Ahmad Iqbal, “Perbandingan Efisiensi Bank Umum Syariah BUS Dengan Bank Umum Konvensional BUK Di Indonesia Dengan Stovhastic Frontier Approach SFA Periode 2006-2009 ” Skripsi S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang, 2011, h.10-11. 13 Ahmad Fauzi,”Efisiensi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS di Indonesia Periode Tahun 2011-2013 ” Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, 2014, h. 1-2. 14 Syafaat Muhari, “Tingkat Efisiensi BPRS Di Indonesia: Perbandingan Metode SFA Dengan DEA Dan Hubungannya Dengan CAMEL ” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013, h.3. Six Zones Of Indonesia Using Non Parametric and Parametric Method yang menunjukkan bahwa tingkat efisiensi BPRS di kawasan timur Indonesia memiliki tingkat efisiensi paling tinggi dibandingkan daerah yang lainnya dengan menggunakan metode SFA dan DEA. Kemudian pada penelitian 15 Januar Hafidz, Sagita Rachmanira dan Tika Octia 2013 dalam jurnalnya yang berjudul Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPR di Pasar Kredit Mikro di Indonesia yang menyatakan bahwa tingkat efisiensi bank umum relatif lebih baik daripada BPR. Hal ini semakin menunjukkan bahwa BPRS harus benar-benar bersikap rasional agar dapat terus bersaing di tengah ketatnya persaingan antar bank yang lain. Untuk itu permasalahan efisiensi sangatlah penting untuk diteliti agar bank syariah semakin optimal dalam mencapai tingkat efisiensinya. Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penelitian ini mengambil judul Perbandingan Efisiensi Dan Produktivitas Antara BPRS Kawasan Barat Dengan BPRS Kawasan Timur Di Indonesia.

B. Identifikasi Masalah

BPRS sebagai salah satu lembaga keuangan yang berkembang pesat di Indonesia dituntut untuk memiliki kinerja yang baik. Salah satu cara mengukur kinerja BPRS adalah efisiensi dan produktivitas yang dapat dilihat dari penggunaan 15 Januar Hafidz, Sagita Rachmanira dan Tika Octia, “Tingkat Persaingan dan Efisiensi Bank Umum dan BPRS di Pa sar Keredit Mikro di Indonesia” Working Paper, Peneliti Ekonomi, Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Desember 2013: h. 40-41 input dan output yang digunakan untuk operasional bank. Selanjutnya nilai-nilai efisiensi dari BPRS ini dianalisis untuk mengetahui kondisi kinerja BPRS di lokasi penelitian. Semakin efisien dan produktif suatu bank maka kinerjanya semakin baik, sebaliknya bank yang mempunyai tingkat efisiensi dan produktivitas yang rendah pada input dan outputnya, kinerjanya semakin menurun. Oleh karena itu, perlu penulis identifikasi permasalahan yang terkait dengan pembahasan pada penelitian ini. Permasalahan yang dapat penulis identifikasi masalah : 1. Persebaran BPRS yang tidak merata disetiap wilayah. 2. Terjadinya ketimpangan antara wilayah Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia yang berdampak pada ketimpangan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. 3. Tingkat Persaingan yang ketat antar bank khususnya untuk BPRS. 4. Kemampuan manajemen dan teknis perbankan yang belum memadai dan kurang keahlian mengelola bank sedangkan persaingan semakin ketat. 5. Kurangnya regulasi pemerintah terkait dengan BPRS di Indonesia. 6. Perlunya penilaian tingkat kesehatan bank dalam upaya mempertahankan loyalitas para nasabah dan untuk menjaga kelangsungan usahanya.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini bertujuan agar masalah dapat dijawab dan dikaji secara mendalam serta dapat terfokus pada masalah yang akan diteliti maka dari berbagai masalah yang ada perlu dibatasi. Penulis memberikan batasan-batasan penelitan, pertama, penulis membatasi penelitian ini pada Perbandingan Efisiensi Dan Produktivitas BPRS Kawasan Barat Dengan BPRS Kawasan Timur Di Indonesia. Penelitian ini akan mengukur tingkat efisiensi dengan pendekatan Data Envelopment Analysis DEA dan model Tobit, kemudian juga mengukur tingkat produktivitas dengan menggunakan Malmquist Index Productivity MPI. Kedua, penelitian ini hanya dilakukan pada BPRS kawasan Barat dengan BPRS kawasan Timur di Indonesia.Ketiga, penelitian hanya dilakukan pada kuartal II - Juni 2013 sampai dengan kuartal III - Sepetember 2015. Untuk mempermudah pembahasan, maka penulis membuat perumusan masalah, yakni : 1. Berapakah tingkat efisiensi dan produktivitas BPRS kawasan Barat dan BPRS kawasan Timur di Indonesia periode Juni 2013 – September 2015 ? 2. Apakah terdapat perbedaan pada nilai efisiensi dan produktivitas antara BPRS kawasan Barat dan BPRS kawasan Timur di Indonesia periode Juni 2013 – September 2015 ? 3. Komponen-komponen input dan output apa yang memiliki pengaruh terbesar terhadap tingkat efisiensi biaya BPRS kawasan Barat dan BPRS kawasan Timur di Indonesia periode Juni 2013 – September 2015 ?