Isu keamanan pangan saat ini diangkat dalam perdagangan dengan dua pendekatan, tergantung pada sudut pandang masing-masing Negara. Beberapa Negara
menjadikan masalah keamanan pangan sebagai isu yang perlu diatur secara wajib mandatory, tetapi beberapa negara lain tetap menggunakan mekanisme pasar yang
mengaturnya secara sukarela voluntary. Di Indonesia, Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia DKP-RI melihat masalah keamanan pangan ikan dan
produk ikan sebagai suatu isu yang diatur secara wajib mandatory, sehingga perlu diatur dalam suatu sistem yang harus ditaati oleh pelaku bisnis sektor perikanan
Thaheer 2005.
2.3.1 Mutu
Mutu merupakan sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan, bukan oleh insiyur, bukan pula oleh pemasaran atau manajemen umum. Mutu didasarkan pada
pengalaman actual pelanggan terhadap produk atau jasa, diukur berdasarkan persyaratan pelanggan tersebut, dinyatakan atau tidak dinyatakan, disadari atau hanya
dirasakan, dikerjakan secara teknis atau bersifat subjektif dan selalu mewakili sasaran yang bergerak dalam pasar yang penuh persaingan Feigenbaum 1992. Pemahaman
mengenai mutu secara umum disajikan pada Gambar 2 di bawah ini:
Gambar 2 Pemahaman mengenai mutu Mutu juga merupakan kesesuaian serangkaian karakteristik produk atau jasa
dengan standar yang ditetapkan perusahaan berdasarkan syarat, kebutuhan dan keinginan konsumen Muhandri dan Kadarisman 2008. Secara tidak langsung mutu
Perusahaan ProdukJasa
Konsumen
Karakteristik
Standard -Syarat
-Kebutuhan -Keinginan
Menetapkan Membuat
Sesuai Permintaan
harus berorientasi kepada kepuasan pelanggan. Hal ini membawa dampak pada persaingan yang semakin ketat antar industri.
Pasal 1 ayat 13 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan menjelaskan bahwa mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria
keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan dan minuman. Selain itu, Pasal 24-29 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 juga
mengatur mengenai mutu dan gizi pangan. Dijelaskan bahwa setiap orang dilarang memperdagangkan pangan tertentu, apabila tidak memenuhi standar mutu yang
ditetapkan sesuai dengan peruntukannya; pangan yang mutu berbeda atau tidak sama dengan mutu pangan yang dijanjikan; pangan yang tidak memenuhi persyaratan
sertifikasi mutu pangan.
2.3.2 Keamanan pangan
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang tak terelakkan karena berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidupnya. Memperoleh pangan dalam
jumlah cukup, bermutu, bergizi, dan aman untuk dikonsumsi adalah hak setiap orang. Karena itu, pangan yang tersedia baik pangan segar maupun pangan olahan, harus
selalu terjamin keamanannya agar masyarakat terhindar dari bahaya kesehatan karena pangan yang tidak aman dikonsumsi. Pangan yang aman juga akan meningkatkan
perdagangan yang adil dan jujur. Menghasilkan pangan yang aman dan bermutu tinggi akan terus meningkatkan citra Indonesia di lingkungan global
Erungan et al. 2008. Diberlakukannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan
merupakan sebuah langkah maju yang telah dicapai pemerintah Indonesia untuk memberi perlindungan kepada konsumen dan produsen akan pangan yang sehat,
aman, dan halal. Pasal 1 ayat 4 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan menjelaskan bahwa keamanan pangan adalah kondisi daya upaya yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat menggangu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang
dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia Peraturan Pemerintah RI No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
Keamanan pangan food safety sendiri akhir-akhir ini telah menjadi isu nasional dan internasional. Semakin tinggi pengetahuan dan kemampuan ekonomi masyarakat,
semakin tinggi pula kecendrungan menuntut pangan yang lebih aman untuk dimakan. Kemungkinan-kemungkinan bahaya bagi produk-produk pangan dapat terjadi karena
beberapa sebab antra lain Muhandri dan Kadarisman 2008.:
a. Adanya residu bahan kimia yang terbawa pada bahan pangan akibat teknologi pertanian misalnya insektisida, pestisida, fungisida, antibiotik dan hormon.
b. Adanya kesalahan dalam penggunaan bahan kimia tambahan baik jenis maupun dosisnya. Kasus biskuit beracun beberapa waktu yang lalu di
Indonesia merupakan suatu contoh yang ekstrim. Demikian pula penggunaan pewarna tekstil untuk makanan jajanan street food.
c. Penyerapan logam berbahaya oleh tanaman dan hewan akibat pencemaran lingkungan oleh industri.
d. Terjadinya kontaminasi mikroba dan bahan kimia terhadap bahan pangan dan produk pangan sejak dari pertama sampai pada tingkat pengelolahan akibat
kurang sanitasi. e. Kurang cukupnya kondisi proses pengolahan menyebabkan mikroba aktif
kembali pada saat penyimpanan dan pemasaran. f. Ekses dari penggunaan teknologi yang belum tuntas penelitiannya misalnya
senyawa-senyawa baru, teknik radiasi, dan sebagainya. g. Adanya komponen kimia tertentu pada bahan pangan dan produk pangan yang
dapat mendorong timbulnya penyakit-penyakit tertentu jika dikonsumsi berlebihan misalnya kolestrol, lemak, dan sebagainya.
Karakteristik keamanan pangan ini dirasakan telah banyak menghambat ekspor produk pangan ke negara maju misalnya Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang
karena persyaratan yang cukup berat yang diberlakukan secara ketat. Apabila ingin bersaing mendapatkan pasar di negara-negara tersebut, karakteristik ini harus
ditangani dengan secara intensif Muhandri dan Kadarisman 2008.
Uni Eropa telah banyak mengeluarkan peraturan pangan yang ditujukan untuk menjamin mutu dan keamanan pangan konsumen. Secara umum peraturan tersebut
dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu horizontal dan vertikal. Horizontal berarti peraturan dapat diterapkan pada semua bidang pangan, misalnya peraturan bahan
tambahan pangan, pelabelan, sanitasi, dan higiene. Sedangkan vertikal berarti peraturan dapat diterapkan hanya pada pangan yang spesifik, misalnya peraturan
pangan dari perikanan dan peternakan Derrick and Dillon 2004. Ketentuan umum dari Peraturan Pangan UE adalah pangan tidak dapat
dipasarkan bila dalam keadaan tidak aman. Pangan dikategorikan dalam keadaan tidak aman bila membahayakan kesehatan manusia dan tidak layak untuk konsumsi
manusia. Bila satu bagian batch dinyatakan tidak aman, maka keseluruhan batch tersebut juga akan dinyatakan tidak aman. Dokumen kunci pada Peraturan Pangan
UE yaitu Erungan et al. 2008 : a. Peraturan 1782002-aturan umum dan ketentuan peraturan pangan tentang
keamanan pangan. b. Peraturan 8822004-sistem pengendalian mutu.
c. Peraturan 8522004-kebersihan pangan. d. Peraturan 8532004-aturan kebersihan yang spesifik untuk produk pangan
manusia yang berasal dari produk hewani. e. Peraturan 8542004-aturan khusus untuk lembaga pengendalian mutu.
Jepang menggunakan tiga macam peraturan yang berkaitan dengan impor pangan mereka, yaitu 1 Food Safety Law, yang khusus mengatur maksimum
penggunaan bahan kimia misalnya zat aditifpemanis, maksimum pestisida, dan sebagainya; 2 Plant Protection Law, yang dititik beratkan pada bangunan dan
peralatan pengolahan pangan; dan 3 Food Control Law, yang khusus mengatur pelabelan dalam hal nilai gizi, alamat produsen dan importer lokal. Uni Eropa
memiliki Rapid Alert System for Food and Feed RASFF, yakni salah satu control sistem terhadap produk makanan dan perikanan yang masuk dan beredar di Uni
Eropa. Sedangkan Amerika Serikat mengeluarkan Interim Alert Final Rule IFR Bioterrorism Act
, pada tahun 2003 untuk mencegah teror melalui kuman-kuman
penyakit yang bisa membahayakan manusia atau hewan dari produk ekspor yang masuk Amerika Serikat Erungan et al. 2008.
2.4 Traceability