dilakukan setelah produk dikemas dalam master carton, kemudian disusun sesuai tempatnya dengan rapi. Suhu cold storage ini lebih kurang 17ºC, yang bertujuan
untuk menjaga kesegaran produk akhir maupun bahan-bahan tambahan yang digunakan saat proses produksi. Selain itu, pada saat pemasukkan produk akhir ke
dalam cold storage, sebelumnya telah didata dan dicatat berapa banyak produk tersebut yang masuk. Sedangkan setiap pengambilan bahan-bahan tambahan selalu
didata dan dicatat banyaknya jumlah yang diambil dari cold storage sebelum digunakan.
4.2.25 Stuffing
Stuffing dilakukan pada saat ada permintaan dari buyer. Jika akan mengekspor
ke luar negeri, biasanya digunakan truk yang berukuran lebih besar dari pada pemasaran ke lokal. Pada saat proses stuffing, dilakukan pengecekan jumlah produk
jadi dan juga memperhatikan kualitas produk.
4.3 Optimasi Traceability
Optimasi sistem traceability pada proses produksi, dapat dilakukan dengan memperhatikan pembagian jumlah batch pada proses produksi, yang meliputi batch
bahan baku, batch komponen, dan batch produk akhir.
4.3.1 Pembagian batch
Menurut Cimino et al. 2005, batch merupakan suatu unit pada proses produksi makanan dengan kondisi yang sama atau karakteristik yang sama seperti
tipe, kategori, size, pengemasan, dan asal tempat bahan baku. Pembagian batch pada penelitian ini meliputi batch bahan baku, batch komponen, dan batch produk akhir.
Batch bahan baku udang black tiger perharinya berasal dari satu supplier. Supplier ini
tidak tetapi setiap harinya, bisa berbeda-beda tergantung ketersediaan udang pada supplier
. Adapun batch bahan baku perharinya dan persuppliernya yang telah dikode, antara lain 12 AI, 14 AI, 14 BU, dan 16 BU.
Batch komponen berasal dari batch bahan baku, dimana telah dibagi-bagi
sesuai ukurannya dan jenis produk akhir yang akan dihasilkan. Pembagiannya batch komponen ini sebelumnya telah dijelaskan pada Tabel 5 sebelumnya, yaitu pada
proses sortasi. Batch bahan baku tidak harus dibagi menjadi kesemua batch komponen tersebut. Hal ini tergantung size awal yang telah dipesan perusahaan
kepada supplier. Batch
produk akhir merupakan batch yang berasal dari batch komponen, dimana terdapat batch-batch komponen yang digabungkan menjadi batch produk
akhir. Penggabungan batch produk akhir ini sebelumnya telah dijelaskan pada Tabel 6 sebelumnya, yaitu pada proses penggoresan perut. Secara keseluruhan, ada 4 jenis
produk udang breaded black tiger yang dimiliki PT X ini, yaitu SF Shin fresh, DY D speck, SMT Summit, dan SKN Shin kaisen. Tetapi beberapa produk seperti
SF dan SKN memiliki pembagian beberapa ukuran lainnya. SF memiliki 4 jenis produk, yaitu 4L SF, 3L SF, 2L SF, dan L SF . 4L SF merupakan jenis produk SF
yang paling besar. Sedangkan SKN memiliki 3 jenis produk, yaitu 3L SKN, 2L SKN, dan L SKN. L SKN merupakan jenis SKN yang paling kecil.
4.3.2 Analisis batch dispersion
Batch dispersion merupakan penyebaran batch pada proses produksi.
Penyebaran batch akan berhunbungan dengan traceability, karena penyabaran batch yang baik akan mempermudah dilaksankan traceability. Menurut International
Standards Organisation 22005:2007 ISO 22005:2007, traceability merupakan
kemampuan untuk menelusuri pergerakan pakan atau makanan pada tahap produksi, proses, dan distribusi. Dengan adanya traceability, maka akan mempermudah suatu
perusahaan untuk menelusuri suatu permasalahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasikan sistem traceability pada
proses produksinya internal traceability. Menurut Moe 1998 Internal traceability merupakan penelusuran dengan melacak internal batch produk pada satu langkah
dalam rantainya, misalnya pada proses produksi. Penelusuran ini pun memiliki batas- batas tertentu Food Standards Agency 2002.
Optimasi sistem traceability ini akan dilakukan dengan pendekatan konsep batch dispersion
. Menurut Dupuy et al 2005, konsep batch dispersion digunakan untuk melaksanakan internal traceability pada tahapan produksi.
Dalam pelaksanaanya, konsep ini menelusuri pembagian batch yang meliputi batch bahan
baku, batch komponen, dan batch produk akhir. Selain itu, juga diamati dan diperhatikan data dari setiap batchnya. Penelusuran produk dan data penting
dilakukan untuk memajukan hubungan sistem traceability pada produk dan prosesnya serta memperhatikan lebih detail laporan rantai makanannya Food Standards Agency
2002. PT X mendatangkan udang black tiger dari satu atau beberapa supplier yang
telah memiliki hubungan kerja sama dengan perusahaan ini. Bahan baku jenis udang ini tidak selalu didatangkan setiap harinya, tetapi dihari-hari tertentu dimana bahan
baku tersebut tersedia. Hal ini tergantung ketersediaan dan keadaan supplier. Biasanya, perusahaan ini pada saat bahan baku, hanya berasal dari satu supplier
perharinya. Tetapi, terkadang bahan baku didatangkan dari dua supplier yang berbeda. Hal ini tergantung kebutuhan perusahaan dan permintaan buyer. Sehingga
pada pemasukkan data menggunakan LINGO 8.0, data QRM Quantity Raw Material
merupakan jumlah awal bahan baku masuk dalam satuan kg dan satu batch
nya merupakan satu supplier perharinya. Batch produk akhir yang dihasilkan dari setiap batch bahan baku pun berbeda-beda. Hal ini tergantung jenis produk akhir
yang ingin dihasilkan. Selain QRM, data lainnya yang dimasukkan ke dalam software LINGO 8.0 ini adalah QFP Quantity Finish Product yang merupakan jumlah
produk akhir yang dihasilkan dalam satuan kg. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode branch and
bound . Prinsip dasar metode branch and bound adalah memecahkan daerah fisibel
dari masalah LP-relaksasi dengan membuat subproblem-subproblem. Pada metode branch
, daerah solusi dipartisi ke dalam beberapa subproblem. Tujuannya untuk menghapus daerah solusi yang tidak fisibel. Hal ini dicapai dengan menentukan
kendala yang penting untuk menghasilkan solusi IP sehingga secara tidak langsung titik integer yang tidak fisibel terhapus. Dengan kata lain, hasil pengumpulan dari
subproblem-subproblem yang lengkap menunjukan setiap titik integer yang fisibel
dari masalah asli. Karena sifat alami partisi itu, maka proses tersebut dinamakan branching
Taha 1975.
Pada metode bound, permasalahan yang diasumsikan merupakan tipe maksimisasi. Nilai objektif yang optimal untuk setiap subproblem dibuat dengan
membatasi percabangan dengan batas dari nilai objektif yang dihubungkan dengan sembarang nilai integer yang fisibel. Hal ini sangat penting untuk mengatur dan
menempatkan solusi optimum. Operasi ini yang menjadikan alasan dinamakannya bounding
Taha 1975. Metode branch and bound ini penggunaanya dapat dilakukan dengan
menggunakan software LINGO 8.0 Linear Interactive and Global Optimizer 8.0, yang merupakan sebuah program yang didesain untuk menentukan solusi linear,
nonlinear, dan optimasi integer menjadi lebih cepat, mudah, dan lebih efisien Wahyuni et al. 2009.
Pada penelitian ini, digunakan 11 model matematika dimana setiap modelnya memiliki maksud dan tujuan tertentu. Model yang pertama merupakan fungsi
objektif. Fungsi ini bertujuan untuk memaksimalkan atau pun meminimumkan suatu fungsi linear dari sebuah variabel keputusan Winston 1995. Pada penelitian ini,
diharapkan fungsi objektif dari model matematika ini dapat meminimumkan batch dispersion
. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan dispersi batch yang secara tidak langsung dapat meminimalkan biaya produksi. Tetapi pada penelitian ini tidak akan
dibahas tentang masalah biaya. Batch
bahan baku akan lebih difokuskan pada kode bahan baku 12 AI, 14 AI, 14 BU, dan 16 BU. Hal ini disebabkan, secara keseluruhan keempat batch bahan
baku ini dapat mewakili kondisi pembagian batch. Dimana terdapat beberapa perbedaan jumlah batch bahan baku dalam satuan kg dan beragamnya jenis
pembagian batch komponen, serta batch produk akhir. Secara tidak langsung, dengan mengolah data batch tersebut menggunakan LINGO 8.0 akan dapat terlihat
pengurangan batchnya.
4.3.2.1 Batch 12 AI
Pembagian batch bahan baku 14 AI ke batch komponen dan akhirnya ke batch
produk akhir, dapat dilihat pada Tabel 9. Pada jenis bahan baku 12 AI, terdapat 1 batch bahan baku, 10 batch komponen, dan 4 batch produk akhir. Dengan
menggunakan software LINGO 8.0, dari Tabel 9 telah menghasilkan 219 variabel 70 integer dan 261 konstrain. Perhitungan ini berhenti setelah 33 menit 46 detik
sebelum menemukan global optimum, dimana terjadi iterasi pengulangan sebanyak 16.503.171. Tipe penyelesaian software LINGO 8.0 menggunakan metode branch
and bound . Beberapa kali running program LINGO 8.0, nilai fungsi objektif yang
diperoleh adalah 4, artinya nilai minimum batch dispersion yang diperoleh adalah 4. Tabel 9 Pembagian jumlah batch 12 AI
Jenis bahan baku
Jumlah kg
Jenis Komponen
Jumlah kg
Jenis produk akhir
Jumlah kg
12 AI 268,1
3L SKN B 15,4
3L SKN 90,4
3L SKN K 75
2L SKN 134,2
2L SKN 134,2
L SKN B 31,5
L SKN 37
L SKN K 4,7
L SKN 0,8
HLTB 16-20 0,6
BLOK 6,5
HLTB M 31-40 0,9
HLTB M 41-50 0,3
AVAL 4,7
Hasil pembagian batch 12 AI dapat dilihat pada Gambar 17 di bawah ini :
Gambar 17 Pembagian batch 12 AI Supplier
12 AI BTHL
12 AI 3L
SKN B 12 AI
3L SKN K
12 AI 2L
SKN 12 AI
L SKN B
12 AI L
SKN K 12 AI
L SKN
12 AI HLTB
16-20 12 AI
HLTB M
31-40 12 AI
HLTB M 41-
50 12 AI
AVAL
12 AI L SKN
12 AI 3L SKN
BLOK 12 AI
2L SKN
Gambar 17 menunjukkan pembagian batch di PT X, dimana dari batch bahan baku, dikelompokkan kembali menjadi 10 batch komponen yang kemudian digabung
menjadi 4 batch produk akhir. Pembagian ini dapat lebih efektif dengan meminimumkan batch dispersion, sehingga dapat mengoptimalkan traceability. Nilai
fungsi ojektif pada model ini merupakan nilai minimum batch dispersion dimana nilai yang diperoleh adalah 4. Hal ini menunjukkan bahwa batch komponen dapat
dikurangi, dengan batas minimum batch dispersion sebanyak 4.
4.3.2.2 Batch 14 AI
Pembagian batch bahan baku 14 AI ke batch komponen dan akhirnya ke batch
produk akhir di PT X, dapat dilihat pada Tabel 10. Pada jenis bahan baku 14 AI, terdapat 1 batch bahan baku, 8 batch komponen, dan 6 batch produk akhir.
Dengan menggunakan software LINGO 8.0, dari Tabel 10 telah menghasilkan 301 variabel 104 integer dan 343 konstrain. Perhitungan ini berhenti setelah 3 jam 21
menit sebelum menemukan global optimum, dimana terjadi iterasi pengulangan sebanyak 27.130.538. Tipe penyelesaian software LINGO 8.0 menggunakan metode
branch and bound . Beberapa kali running program LINGO 8.0, nilai fungsi objektif
yang diperoleh adalah 6, artinya nilai batch dispersion minimum yang diperoleh adalah 6.
Tabel 10 Pembagian jumlah batch 14 AI Jenis
bahan baku Jumlah
kg Jenis
Komponen Jumlah
kg Jenis
produk akhir Jumlah
kg
14 AI 387,5
4L SF B 0,9
4L SF 55,5
4L SF K 54,6
3L SF K 112,1
3L SF 112,1
2L SF 57,7
2L SF 57,7
SMT 150,7
SMT 150,7
L SKN 2,2
L SKN 2,2
HLTB 26-30 0,7
BLOK 7,5
AVAL 6,8
Gambar 18 menunjukkan pembagian batch di PT X, dimana dari batch bahan baku, dikelompokkan kembali menjadi 8 batch komponen yang kemudian digabung
menjadi 6 batch produk akhir. Pembagian ini dapat lebih efektif dengan meminimumkan batch dispersion, sehingga dapat mengoptimalkan traceability. Nilai
fungsi ojektif pada model ini merupakan nilai minimum batch dispersion dimana nilai yang diperoleh adalah 6. Hal ini menunjukkan bahwa batch komponen dapat
dikurangi, dengan batas minimum batch dispersion sebanyak 6. Hasil pembagian batch 14 AI dapat dilihat pada Gambar 18 di bawah ini.
Gambar 18 Hasil pembagian batch 14 AI Gambar 18 Pembagian batch 14 AI
4.3.2.3 Batch 14 BU
Pembagian batch bahan baku 14 BU ke batch komponen dan akhirnya ke batch
produk akhir di PT X, dapat dilihat pada Tabel 11. Pada jenis bahan baku 14 BU, terdapat 1 batch bahan baku, 7 batch komponen, dan 3 batch produk akhir.
Dengan menggunakan software LINGO 8.0, dari Tabel 11 telah menghasilkan 122 variabel 37 integer dan 146 konstrain. Perhitungan ini berhenti setelah 2 detik
sebelum menemukan global optimum, dimana terjadi iterasi pengulangan sebanyak 14.138. Tipe penyelesaian software LINGO 8.0 menggunakan metode branch and
bound . Beberapa kali running program LINGO 8.0, nilai fungsi objektif yang
diperoleh adalah 3, artinya nilai batch dispersion minimum yang diperoleh adalah 3. Supplier
14 AI BTHL
14 AI 4L SF B
14 AI 4L SF K
14 AI 3L SF K
14 AI 2L SF
14 AI SMT
14 AI L SKN
14 AI HLTB 26-30
14 AI AVAL
14 AI 2L SF
14 AI SMT
BLOK 14 AI
L SKN 14 AI
3L SF 14 AI
4L SF
Tabel 11 Pembagian jumlah batch 14 BU Jenis
bahan baku Jumlah
kg Jenis
Komponen Jumlah
kg Jenis
produk akhir Jumlah
kg
14 BU 141,2
4L SF B 10,9
4L SF 58,8
4L SF K 47,9
3L SF B 66,2
3L SF 79
3L SF K 12,8
HLTB 26-30 1,1
BLOK 3,4
AVAL 1,8
BROKEN 0,5
Hasil pembagian batch 14 BU dapat dilihat pada Gambar 19 di bawah ini.
Gambar 19 Pembagian batch 14 BU
Gambar 19 menunjukkan pembagian batch di PT X, dimana dari batch bahan baku, dikelompokkan kembali menjadi 10 batch komponen yang kemudian digabung
menjadi 4 batch produk akhir. Pembagian ini dapat lebih efektif dengan meminimumkan batch dispersion, sehingga dapat mengoptimalkan traceability. Nilai
fungsi ojektif pada model ini merupakan nilai minimum batch dispersion dimana nilai yang diperoleh adalah 3. Hal ini menunjukkan bahwa batch komponen dapat
dikurangi, dengan batas minimum batch dispersion sebanyak 3. Supplier
14 BU BTHL
14 BU 4L SF B
14 BU 4L SF K
14 BU 3L SF B
14 BU 3L SF K
14 BU HLTB 26-30
14 BU AVAL
14 BU BROKEN
14 BU 3L SF
14 BU 4L SF
BLOK
4.3.2.4 Batch 16 BU
Pembagian batch bahan baku 16 BU ke batch komponen dan akhirnya ke batch
produk akhir di PT X, dapat dilihat pada Tabel 12. Pada jenis bahan baku 16 BU, terdapat 1 batch bahan baku, 5 batch komponen, dan 3 batch produk akhir.
Dengan menggunakan software LINGO 8.0, dari Tabel 12 telah menghasilkan 96 variabel 29 integer dan 112 konstrain. Perhitungan ini berhenti setelah 1 detik
sebelum menemukan global optimum, dimana terjadi iterasi pengulangan sebanyak 7.788. Tipe penyelesaian software LINGO 8.0 menggunakan metode branch and
bound . Beberapa kali running program LINGO 8.0, nilai fungsi objektif yang
diperoleh adalah 3, artinya nilai batch dispersion minimum yang diperoleh adalah 3. Tabel 12 Pembagian jumlah batch 16 BU
Jenis bahan baku
Jumlah kg
Jenis Komponen
Jumlah kg
Jenis produk akhir
Jumlah kg
16 BU 145,5
4L SF B 8,2
4L SF 68,6
4L SF K 60,4
3L SF B 52,5
3L SF 73,3
3L SF K 20,8
AVAL 3,6
BLOK 3,6
Hasil pembagian batch 16 BU dapat dilihat pada Gambar 20 di bawah ini :
Gambar 20 Pembagian batch 16 BU Supplier
16 BU BTHL
16 BU 4L SF B
16 BU 4L SF K
16 BU 3L SF K
16 BU 3L SF K
16 BU AVAL
16 BU 4L SF
16 BU 3L SF
16 BU 3L SF
Gambar 20 menunjukkan pembagian batch di PT X, dimana dari batch bahan baku, dikelompokkan kembali menjadi 5 batch komponen yang kemudian digabung
menjadi 3 batch produk akhir. Pembagian ini dapat lebih efektif dengan meminimumkan batch dispersion, sehingga dapat mengoptimalkan traceability. Nilai
fungsi ojektif pada model ini merupakan nilai minimum batch dispersion dimana nilai yang diperoleh adalah 3. Hal ini menunjukkan bahwa batch komponen dapat
dikurangi, dengan batas minimum batch dispersion sebanyak 3.
4.3.3 Perbandingan antar batch
Pada hasil penelitian ini, LINGO 8.0 akan mengolah data yang telah dimasukkan, yang nantinya hasil yang diinginkan adalah best obj best objective dan
obj bound objective bound yang nilainya selalu sama. Nilai best obj dan obj bound
merupakan nilai fungsi objektif yang juga merupakan nilai minimum batch dispersion
, dimana nilai minimum ini dapat mengatasi banyaknya dispersi batch, seperti pada batch komponen. Batch komponen dapat direduksi sesuai batas
minimum batch dispersion. Sehingga selain menjaga mutu dan keamanan pangan, hal ini akan lebih hemat waktu dan tenaga kerja serta dapat memudahkan dalam
penelusuran traceability produk. Adapun nilai best obj dan obj bound pada setiap batch
nya dapat ditunjukkan pada Tabel 13. Tabel 13 Nilai best obj dan obj bound pada setiap batch
Kode batch Nilai best obj dan obj bound
12 AI 4
14 AI 6
14 BU 3
16 BU 3
Suatu Perusahaan akan berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang semaksimal mungkin. Dengan meminimumkan batch dispersion, secara tidak
langsung hal ini juga dapat menjaga mutu dan keamanan pangan produk yang dihasilkan.
Adapun perbandingan jumlah batch dispersion awal dengan jumlah minimum batch dispersion, dapat dilihat pada Gambar 21 di bawah ini:
Gambar 21 Grafik perbandingan jumlah batch dispersion awal dengan jumlah minimum batch dispersion
Pada Gambar 21, terlihat bahwa terjadi pengurangan jumlah dispersi batch. Pengurangan ini sampai batas nilai minimum batch dispersion. Adapun pengurangan
batch yang signifikan terjadi pada kode bahan baku 12 AI, dimana jumlah awal batch
dispersion nya 10 dan dapat direduksi menjadi 4. Dengan menggunakan LINGO 8.0,
pada kode bahan baku 12 AI, diberikan alternatif jumlah batch komponen dalam satuan kg yang dapat dilihat dari variabel QCOMP Quantity Componen Lampiran
1, yaitu 134,2 kg, 89,4 kg, 1 kg, dan 43,5 kg yang terdiri dari 4 batch. Hal ini sesuai dengan jumlah minimum batch dispersion. Adapun terjadi pengurangan yang
signifikan, dapat disebabkan karena jumlah dispersi batchnya yang besar, sehingga dengan menggunakan metode branch and bound, adanya kendala-kendala dicoba
untuk diselesaikan sehingga hasil yang didapat pun menjadi lebih baik. Sedangkan pada kode bahan baku 14 AI, jumlah batch dispersion awalnya
adalah 8, kemudian dapat direduksi hingga batas nilai minimum batch dispersion sebanyak 6. Dengan menggunakan LINGO 8.0, diberikan alternatif jumlah batch
komponen dalam satuan kg pada kode bahan baku 14 AI, yang dapat dilihat dari variabel QCOMP Quantity Componen Lampiran 2, yaitu 7,7 kg, 54 kg, 54 kg, 54
kg, 54 kg, 54 kg, 54 kg, dan 54 kg yang terdiri dari 8 batch. Walaupun hasil 2
4 6
8 10
12
12 AI 14 AI
14 BU 16 BU
Jum la
h B
at ch
Kode Bahan Baku Jumlah batch
dispersion awal
Jumlah minimum batch dispersion
minimum batch dispersion adalah 6, tetapi nilai batch komponennya adalah 8. Hal ini bukanlah suatu masalah, karena ini hanya alternatif dari software LINGO 8.0 dan
nilainya tidak lebih minimum dari nilai minimum batch dispersion. Pada kode bahan baku 14 BU, nilai minimum batch dispersionnya adalah 3
dan jumlah batch dispersion awalnya adalah 7. Sedangkan untuk kode bahan baku 16 BU, nilai minimum batch dispersionnya sama dengan kode bahan baku 14 BU, yaitu
3. Hal ini dapat disebabkan karena hasil produk akhir yang diinginkan sama, yaitu 3L SF, 2L SF, dan BLOK. Tetapi kenapa jumlah batch dispersion awalnya berbeda, hal
ini disebabkan karena jumlah bahan baku awalnya berbeda, yaitu 141,2 kg pada kode bahan baku 14 BU dan 145,5 kg sehingga pembagian batch komponennya menjadi
beragam, karena tergantung size udang tersebut. Dengan menggunakan LINGO 8.0, diberikan alternatif jumlah batch
komponen dalam satuan kg pada kode bahan baku 14 BU, yang dapat dilihat dari variabel QCOMP Quantity Componen Lampiran 3, yaitu 66,2 kg, 66,2 kg, 7,8 kg,
dan 1 kg yang terdiri dari 4 batch. Sedangkan 16 BU alternatifnya ada 4 batch juga yang jumlahnya 22,7 kg, 60,4 kg, 60,4 kg, dan 2 kg.
Secara umum, dari keempat hasil nilai minimum batch dispersion ini dapat mewakili keadaan proses produksi. Hal ini disebabkan, jumlah batch tidak jauh
berbeda dan jenis produk akhir yang ingin dihasilkan sama. Hal ini disebabkan, jika perusahaan mendapatkan pemesanan yang sangat banyak dan dibutuhkan dalam
waktu tertentu yang telah ditentukan buyer, maka perusahaan akan mengejar target, sehingga terkadang jumlah batch produk akhirnya sama.
4.3.4 Penelusuran produk