Peranan Kredit dalam Perkembangan Usaha Mikro

dan mendorong terbukanya lapangan pekerjaan. Jenis-jenis LKBB terdiri dari 8 jenis, yaitu perusahaan asuransi, perusahaan dana pensiun, koperasi simpan pinjam, bursa efek, perusahaan anjak piutang, perusahaan modal ventura, pegadaian, dan perusahaan sewa guna Pramutoko dalam www.wordpress.com . Sedangkan LKM yang bersifat non bank adalah Koperasi Simpan Pinjam KSP, Unit Simpan Pinjam USP, Lembaga Dana Kredit Pedesaan LDKP, Baitul Mal Wattanwil BMT, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, arisan, pola pembiyaan Grameen, Kelompok Swadaya Mayarakat KSM, dan credit union Azriani, 2008.

2.4. Peranan Kredit dalam Perkembangan Usaha Mikro

2.4.1. Teori Penawaran Kredit

Permintaan dan penawaran suatu barang juga dapat terjadi pada permintaan dan penawaran terhadap kredit. Pasar kredit merupakan pasar yang sangat dinamis, dimana didalamnya terdapat dua kekuatan yang saling berinteraksi yaitu penawaran dan permintaan akan kredit. Interaksi kedua kekuatan tersebut tentunya memerlukan proses waktu yang tidaklah cepat, ini sangat terkait dengan keberadaan informasi diantara kedua belah pihak. Ketika informasi yang tersedia bagi para pelaku pasar adalah sempurna maka proses penyesuaian akan berjalan cepat menuju keseimbangan, akan tetapi jika informasi yang terjadi tidak sempurna asimetris maka proses penyesuaian akan sangat lambat dan dapat terjadi ketidakkeseimbangan, ataupun keseimbangan yang terjadi diikuti dengan penjatahan kuantitas kredit credit rationing equilibrium. Dengan demikian, permintaan dan penawaran akan kredit memiliki interaksi yang saling kuat, apabila informasi mengenai kredit bersifat simetris maka penyesuaian akan cepat menuju keseimbangan, dan sebaliknya jika informasinya asimetris maka penyesuaian pun akan menjadi lambat. Dalam kredit terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran kredit, yaitu tingkat bunga, defisit anggaran pemerintah, kepercayaan konsumen, tingkat keuntungan perusahaan, variabel demografi, kekayaan dan tingkat pertumbuhan pendapatan, nilai tukar, dan lain sebagainya Hervino,November 2008. Terjadinya penurunan penawaran kredit perbankan atau disebut dengan credit crunch akibat menurunnya keinginan bank dalam menyalurkan kredit pada suku bunga yang berlaku. Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan penawaran kredit yaitu menurunnya tingkat kelayakan kredit creditworthiness dari debitur akibat melemahnya kondisi keuangan perusahaan, sehingga menyebabkan debitur dengan tingkat kelayakan kredit yang sama akan terkena credit rationing yaitu pembatasan terhadap kredit untuk sektor tertentu kredit konsumsi atau kelompok debitur tertentu usaha kecil. Selain itu, debitur yang layak memperoleh kredit juga akan ditolak karena bank tidak memiliki informasi yang membuat bank tidak dapat membedakan kualitas debitur mengenai tingkat resiko kredit sehingga bank cenderung lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit dan tingkat suku bunga bukan pertimbangan utama dalam memberikan kredit. Meskipun suku bunga kredit tinggi karena adanya penurunan penawaran kredit, akan tetapi permintaan kredit tetap tinggi Zeller,2006 dalam Zuliastri,2012.

2.4.2. Teori Produksi

Produksi adalah menambah kegunaan nilai guna suatu barang. Dalam memproduksi dibutuhkan faktor-faktor produksi, yaitu alat atau sarana untuk melakukan proses produksi. Adapun faktor-faktor produksi dalam ilmu ekonomi ialah manusia tenaga kerja=TK, modal seperti mesin=M, sumberdaya alam tanah=T, dan skill teknologi=T Putong, 2003. Faktor produksi disedehanakan menjadi dua bagian yaitu modal dan tenaga kerja karena keduanya berbeda dan dapat segera dikontraskan Sudarsono, 1998. Menurut Nicholson 1999, Fungsi produksi Production Function adalah fungsi matematis konseptual yang mencatat hubungan antara masukan perusahaan dan keluarannya. Jika keluaran adalah fungsi dari modal dan tenaga kerja saja, maka fungsi umumnya adalah: q= fK,L 2.1 Keterangan: q : Keluaran atau output Hasil produksi K : Kapital atau modal Faktor produksi L : Labor atau tenaga kerja Faktor Produksi Persamaan 2.1 memperlihatkan jumlah output maksimum yang bisa dihasilkan dengan menggunakan berbagai altenatif kombinasi dari modal K dan tenaga kerja L. Kombinasi faktor produksi tenaga kerja dan modal dapat menghasilkan satu satuan produk secara teknik efisien. Fungsi produksi dapat bersifat sebanding dan tidak sebanding. Fungsi produksi bersifat sebanding fixed proportion artinya produsen dapat menghasilkan produksi 10 kali lipat satuan produksi asalkan kuantitas tenaga kerja dan modal juga dikalikan dengan kelipatan yang sama, sehingga perbandingan antara kuantitas tenaga kerja dan modal juga tetap Sudarsono, 1998. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut Mankiw, 2003 dalam Nuryani, 2010: zY = zq = fzK , zL 2.2 Meskipun jumlah ini dapat ditambah dengan bebas tetapi tetap belum mencukupi karena data memilih satu macam proses akan berlaku pola kombinasi faktor produksi yang sebanding. Pola kombinasi faktor produksi yang tidak sebanding variable proportions biasanya digunakan isoquant iso quan-tities yaitu kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi faktor produksi tenaga kerja dan modal yang menghasilkan produksi yang sama. Untuk menggunakan produksi dibutuhkan minimal dua buah isokuan. Bila salah satu faktor produksi dibuat tetap, sedang faktor produksi lain variabel maka hubungan antara faktor produksi variabel dan kuantitas produksi mempunyai perilaku tertentu, tidak masalah faktor mana yang tetap dan mana variabel karena keduanya akan mengahasilkan pola hubungan yang sama. Pada waktu faktor variabel nol, kuantitas produksi juga nol. Makin banyak kuantitas faktor variabel yang digunakan, makin besar besar kuantitas produksi. Penambahan kuantitas produksi berjalan terus sampai suatu ketika penambahan kuantitas faktor variabel ini sudah terlalu banyak sehingga bila dikombinasikan dengan faktor lain yang tetap justru akan menurunkan kuantitas produksi. Fase Ekonomis Fase Ekonomis Q Q TK M M c M d M TK TK a TK b A B C D Gambar 2.1. Fungsi Produksi dimana M tetap, TK variabel a dan Fungsi Produksi dimana TK tetap, M variabel b Hal ini ditunjukkan pada Gambar 2.1 diatas dimana antara 0 sampai TK a atau 0 sampai M c lereng kurva positif dan terus naik. Pada kurva TK b atau M d lereng kurva sama dengan nol. Penggunaan faktor variabel lebih besar dari TK b atau M d menghasilkan lereng yang negatif. Titik A dan B C dan D disebut titik inflection point yaitu titik dimana lereng kurvanya berubah arah Sudarsono, 1998. Produk total PT adalah jumlah total yang diproduksi selama periode tertentu. Produk marjinal PM dari suatu input adalah outut tambahan yang dapat diperoleh dengan adanya penambahan input yang bersangkutan sebanyak satu unit, sedang input-input lain dianggap konstan Mankiw, 2003 a. M Tetap, TK Variabel b.TK Tetap, M Variabel Q= fTK,M dalam Nuryani, 2010. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut Sudarsono, 1998: Produk Marjinal Faktor Tenaga Kerja = PMTK = = 2.3 Produk Marjinal Faktor Modal = PMM = = 2.4 Produk marginal ini mencerminkan produktifitas dari faktor produksi yang bersangkutan dalam kerjasamanya dengan faktor produksi lain. Penggunaan tenaga kerja sebelum TKa, produktifitas terus menerus naik. Makin banyak tenaga kerja digunakan makin besar kemungkinan untuk diadakan spesialisasi sehingga setiap orang mampu memberikan hasil yang lebih besar. Dalam fase ini berlaku hukum pertambahan hasil produksi yang makin besar law of increasing returns, akan tetapi manfaat yang dapat diperoleh dari pembagian pekerjaan lebih baik sebagai akibat dari spesialisasi ada batasnya. Bila penambahan TK diteruskan, manfaat spesialisasi semakin berkurang karena sekarang satu unit modal yang tetap harus dilayani oleh jumlah orang yang semakin besar sehingga produktifitas per orang semakin turun, sehingga fase penggunaan tenaga kerja lebih besar dari TKa berlaku hukum penambahan hasil produksi yang semakin berkurang law of dimishing returns, bahkan bila penambahan tenaga kerja diteruskan maka produktifitas TK menjadi menurun. Oleh karena itu, akan lebih menguntungkan bila penambahan tenaga kerja diteruskan tetapi proses penambahan tidak boleh terlalu jauh sehingga melewati TKb sebab pada titik tersebut tidak menambah produksi sama sekali bahkan jika diteruskan kuantitas produksi justru Q TK Q TK Q M Q M I E P 1 II 0E P 1 Y PMPR Y=fx TP X X PR PM x x 1 x 2 menurun. Produktifitas faktor produksi dapat pula ditujukkan oleh angka produksi rata-rata per satuan faktor. = Produk rata-rata per satuan Tenaga Kerja 2.5 = Produksi rata-rata per satuan Modal 2.6 Kurva produksi dibagi kedalam tiga daerah berdasarkan elastisitas produksi, yaitu Doll dan Orazem,1978 dalam Alpian,2010: Sumber: Doll dan Orazem 1978 dalam Alpian 2010 Gambar 2.2. Kurva Total Produk dan Hubungannya dengan Produk Marginal dan Produk Rata-rata Keterangan Kurva: TP : Total Produk PM : Produk Marjinal PR : Produk Rata-rata Y : Produksi X : Faktor-faktor Produksi Daerah I menunjukkan Produk Marjinal lebih besar dari Produk Rata- rata. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat rata-rata variabel input X ditransformasikan ke produk Y meningkat hingga mencapai maksimal pada Q TK Q M III E P akhir daerahn I. Nilai EP 1, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan penambahan output yang selalu lebih besar dari satu persen sehingga daerah ini belum mencapai produksi optimal dengan pendapatan yang layak yang disebut daerah tidak rational irrasional. Daerah II menunjukkan Produk Marjina menurun dan lebih rendah dari PR. Nilai EP antara 1 dan 0 0 EP 1, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum, sehingga daerah ini dikatakan daerah rasional dalam berproduksi. Daerah III memiliki nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol EP 0. Pada daerah ini produksi total mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh produk marjinal yang bernilai negative berarti setiap penambahan faktor produksi akan mengakibatkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan dan mengurangi pendapatan, karena itu daerah ini dinamakan daerah tidak rasional irrasional. Teori produksi meperlihatkan hubungan antara output dengan input faktor-faktor produksi. Dalam penelitian ini, output yang dihasilkan menggambarkan besarnya omset usaha yang diperoleh oleh pengusaha usaha mikro. Sedangkan input faktor produksi yang berkaitan adalah modal dan tenaga kerja. Secara teori, keadaan usaha mikro serupa dengan kondisi pada saat modal variabel tetapi tenaga kerja tetap yang ditunjukkan pada gambar 2.1. Hubungan gambar tersebut dengan penelitian ini adalah pada waktu pengusaha mikro tidak memperoleh modal, maka kuantitas produksi yang diperoleh juga nol sehingga tidak ada omset yang diterima. Artinya semakin besar modal usaha yang digunakan, maka semakin besar produksi yang dihasilkan dan berpengaruh terhadap semakin besar omset usaha yang diterima. Hal ini menunjukkan apabila pengusaha usaha mikro memperbesar modal usaha dengan bantuan kredit maka pengusaha akan dapat menambahkan komoditi yang diproduksinya sehingga omset yang akan diterima bisa lebih besar. Dengan demikian, dari teori produksi tersebut ada kolerasi positif secara tidak langsung antara penambahan modal melalui kredit dengan peningkatan kuantitas produksi.

2.4.3. Teori Pola Konsumsi Masyarakat

Dumairy 1996. Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makroekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari pendapatnnya yang dibelanjakan. Bagian pendapatan yang tidak dibelanjakan disebut tabungan. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatnnya.Secara makroagregat, pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin besar pendapatan, semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Begitupula dengan tabunga, bila pendapatan bertambah, baik konsumsi maupun tabungan akan sama-sama bertambah. Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap tambahan pendapatan disebut hasrat marjinal untuk berkonsumsi marginal propencity to consume, MPC. Sedangkan nisbah besarnya tambahan tabungan terhadap tambahan pendapatan dinamakan hasrat marginal untuk menabung marginal propencity to save, MPS. Pada masyarakat yang kehidupan ekonominya relatif belum mapan, biasanya angka MPC nya lebih besar, sementara angka MPS nya relatif lebih kecil. Artinya, jika mereka memperoleh tambahan pendapatan, maka sebagian besar tambahan pendapatan itu akan teralokasi untuk konsumsi. Hal sebaliknya berlaku bagi masyarakan yang kehidupan ekonominya lebih mapan. Perbedaan masyarakat yang sudah mapan dan belum mapan bukan hanya terletak dalam atau dicerminkan oleh perbandingan relatif besar kecilnya angka MPC dan MPS, akan tetapi juga dalam pola konsusmsi itu sendiri. Pola konsumsi masyarakat yang belum mapan biasanya lebih didominasi oleh konsumsi kebutuhan-kebutuhan pokok atau primer. Sedangkan pengeluaran konsumsi masyarakat yang kehidupannya mapan cenderung lebih banyak teralokasi ke kebutuhan sekiunder atau bahkan kebutuhan tersier. Pola konsumsi masyarakat dapat menggambarkan perilaku pengusaha usaha mikro. Dalam teori pola konsumsi masyarakat disebutkan pada saat masyarakat memperoleh tambahan pendapatan, maka akan diutamakan untuk kebutuhan konsumsi. Hal ini jika tambahan pendapatan digambarkan dengan penerimaan kredit, maka ada kemungkinan pengusaha usaha mikro yang memperoleh tambahan kredit akan menggunakan fasilitas tersebut untuk kebutuhan konsumsi atau rumah tangganya. Sehingga keberadaan kredit memiliki kolerasi yang positif dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari pengusaha usaha mikro.

2.5. Studi-studi Terdahulu