Elastisitas Harga Sendiri Respon Perubahan Harga

7.2.1. Elastisitas Harga Sendiri

Untuk mengukur respon rumahtangga terhadap perubahan harga dan perubahan pendapatan menggunakan konsep elastisitas. Konsep elastisitas dibedakan menjadi elastisitas harga sendiri own price elasticity, elastisitas harga silang cross price elasticity dan elastisitas pendapatan income elasticity. Dalam penelitian ini elastisitas dihitung menggunakan dua pendekatan, yaitu : 1 pendekatan permintaan secara umum atau model rumahtangga konvensional MRK dengan menggunakan formula yang digunakan oleh Chalfant seperti tertera pada rumus 3.59 sampai 3.69, dan 2 pendekatan model rumahtangga petani MRP dengan menggunakan rumus seperti pada Tabel 9. Perhitungan elastisitas permintaan pangan dan non pangan pada rumahtangga dengan efisiensi keuntungan berdasarkan estimasi parameter fungsi permintaan pada Lampiran 13. Elastisitas harga MRK disajikan pada Tabel 36 dan Tabel 37. Jika dilihat dari sisi tanda maka semua nilai elastisitas harga sendiri sesuai dengan teori, yaitu bertanda negatif yang berarti naik turunnya harga komoditas akan direspon dengan arah berlawanan terhadap jumlah yang diminta rumahtangga. Hal tersebut sesuai dengan teori permintaan yang berarti perubahan harga komoditas akan direspon dengan arah yang berlawanan dalam permintaan konsumen terhadap komoditas tersebut. Jika dilihat dari besaran magnitude maka rumahtangga petani lahan tadah hujan dan rumahtangga dengan efisiensi keuntungan rendah lebih responsif terhadap perubahan harga yang dicerminkan dengan nilai elastisitas yang lebih besar dibandingkan nilai elastisitas pada rumahtangga lahan irigasi dan rumahtangga dengan keuntungan tinggi. Tabel 36. Elastisitas Harga Sendiri Permintaan Pangan dan Non Pangan Rumahtangga Petani Padi terhadap Harga dan Upah di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009 Harga Jenis Rumahtangga Upah Lahan Sawah Efisiensi Keuntungan Irigasi Tadah Hujan Tinggi Rendah Padi -1.1075 -1.1097 -0.9947 -1.1275 Sayur -0.9640 -0.9813 -0.9661 -1.0011 Pangan dibeli -0.6420 -0.8211 -0.7017 -0.6959 Non pangan -0.6525 -0.7136 -0.6753 -0.6947 Upah TKP -0.4338 -0.2456 -0.3885 -0.2594 Upah TKW -0.3189 -0.4266 -0.2471 -0.3575 Lebih responsifnya rumahtangga lahan tadah hujan dan rumahtangga dengan keuntungan rendah disebabkan oleh pendapatan yang lebih rendah. Pendapatan pada rumahtangga petani lahan tadah hujan Rp 7 996 200 dan rumahtangga dengan efisiensi keuntungan rendah Rp 6 923 500 lebih rendah dari rumahtangga lahan irigasi Rp 8 839 500 dan rumahtangga dengan efisiensi keuntungan tinggi Rp 9 953 135. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa rumahtangga dengan pendapatan yang lebih rendah sistem permintaan pangan lebih elastis dibandingkan rumahtangga dengan pendapatan yang lebih tinggi karena dengan berubahnya harga-harga maka rumahtangga dengan pendapatan yang lebih rendah akan lebih cepat merealokasi pendapatan untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi anggota keluarganya dibandingkan dengan rumahtangga dengan pendapatan yang lebih tinggi. Hasil ini sesuai dengan penelitian Strauss 1986, Nugraha 2001 dan Rachman 2001 bahwa rumahtangga dengan pendapatan rendah besaran elastisitas harga sendiri semakin besar, namun elastisitas menurun kembali jika pendapatan rumahtangga semakin tinggi. Interpretasi dari temuan ini pada tingkat pendapatan tertentu maka respon rumahtangga terhadap permintaan pangan akan meningkat dan semakin tinggi pendapatan maka permintaannya akan menurun atau marginal utility semakin berkurang. Bila dilihat dari rumahtangga dengan pendekatan luas lahan maka Susila 2005 mendapatkan elastisitas harga sendiri permintaan beras pada rumahtangga dengan lahan yang sempit ≤ 0.η hektar lebih responsif dibanding rumahtangga dengan lahan luas, namun untuk permintaan barang pasar rumahtangga lahan luas lebih responsif daripada rumahtangga lahan sempit. Elastisitas harga sendiri untuk permintaan padi dan sayur pada rumahtangga petani lahan tadah hujan dan rumahtangga dengan efisiensi rendah bersifat lebih elastis dibandingkan rumahtangga lahan irigasi dan rumahtangga dengan nilai efisiensi tinggi dicerminkan dari nilai elastisitas mendekati satu. Arti dari nilai elastisitas yang diperoleh mencerminkan bahwa petani padi responsif terhadap permintaan padi karena adanya perubahan harga. Apabila harga padi meningkat satu persen maka konsumsi padi akan berkurang sebesar nilai elastisitas tersebut karena rumahtangga petani akan lebih banyak menjual padi daripada mengkonsumsinya. Demikian pula jika harga padi menurun maka rumahtangga akan lebih banyak mengkonsumsi padi daripada menjual padi. Dalam penelitian ini nilai elastisitas harga sendiri konsumsi padi lebih besar dan mendekati nilai satu. Elastisitas harga sendiri untuk konsumsi padi lebih kecil ditemukan pada hasil penelitian Rosegrant et al. 1986 dengan elastisitas -0.25, Johnson et al. 1987 elastisitas harga sendiri padi sebesar -0.24; Sawit 1993; Njoku dan Nweke 1994 mendapatkan elastisitas harga padi sebesar - 0.74 dan -0.76. Elastisitas harga sendiri permintaan padi yang elastis ditemukan pada penelitian Strauss 1986 dimana pada kelompok rumahtangga dengan pengeluaran rendah elastisitas harga sendiri sebesar -1.26 dan menurun pada kelompok pengeluaran sedang dan tinggi. Hal ini mencerminkan bahwa rumahtangga dengan pendapatan rendah lebih sensitif terhadap perubahan harga dibanding rumahtangga dengan pendapatan yang lebih tinggi. Variabel harga pangan yang dibeli dan harga non pangan serta perubahan upah bersifat kurang elastis dibanding perubahan harga padi. Ini berarti konsumsi pangan rumahtangga petani masih didominasi oleh pangan pokok yang diproduksi oleh rumahtangga, yaitu padi dan sayur, sedangkan permintaan barang pasar relatif stabil. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Strauss 1986, Singh dan Janakiram 1986 mendapatkan nilai elastisitas harga sendiri permintaan non pangan bersifat elastis. Dengan tidak elastisnya harga pangan yang dibeli dan non pangan mencirikan bahwa rumahtangga pada daerah penelitian bersifat apa adanya sebagaimana rumahtangga lainnya di daerah perdesaan masih belum aktif mengakses pangan dan barang lainnya yang tidak dihasilkan rumahtangga. Perubahan upah tenaga kerja pria lebih direspon oleh rumahtangga petani lahan irigasi dan rumahtangga dengan indeks keuntungan tinggi namun sebaliknya dengan perubahan upah tenaga kerja wanita. Tenaga kerja wanita di lahan tadah hujan lebih responsif terhadap perubahan upah disebabkan oleh keterbatasan sumberdaya lahan pertanian sehingga tenaga kerja wanita yang melakukan aktivitas bekerja baik sebagai petani maupun buruh tani akan memilih mengurangi waktu luang jika menangkap peluang bekerja. Perbedaan responsitivitas ini diduga menyebabkan perbedaan keuntungan dimana tenaga kerja pria dengan sedikit waktu luang mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja wanita yang sedikit waktu luang karena perbedaan upah yang berlaku antara tenaga kerja pria dan wanita. Dari besaran antar elastisitas harga sendiri berdasarkan jenis lahan dan tingkat efisiensi keuntungan terlihat bahwa : 1 elastisitas harga sendiri produk rumahtangga padi dan sayur bersifat elastis walau terdapat kecenderungan nilai yang berbeda dimana nilai elastisitas padi lebih tinggi daripada nilai elastisitas sayur, 2 elastisitas harga pangan yang dibeli dan harga non pangan bersifat inelastis walau pada rumahtangga lahan tadah hujan memiliki nilai elastisitas yang lebih tinggi dibandingkan kelompok rumahtangga lainnya, dan 3 perubahan upah tenaga kerja pada semua kelompok rumahtangga bersifat inelastis.

7.2.2. Elastisitas Harga Silang