Input Produksi Keragaan Usahatani Padi

Tabel 15. Rata-Rata Jumlah dan Nilai Ternak di Tingkat Rumahtangga Petani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009 Jenis Ternak Lahan Sawah Irigasi Lahan Sawah Tadah Hujan Jumlah ekor Nilai Rp Jumlah ekor Nilai Rp Peserta Primatani : 1. Ruminansia : a. Sapi 1.53 6 112 500 3.15 15 700 660 b. Kambing 0.32 175 000 0.21 115 280 2. Unggas : a. Ayam 12.45 353 850 5.34 182 290 b. Itik 5.15 152 880 3.32 95 015 Bukan Peserta : 1. Ruminansia : a. Sapi 0.51 1 745 760 3.61 17 400 000 b. Kambing 0.56 454 385 0.66 432 500 2. Unggas : a. Ayam 95.51 372 750 9.80 325 560 b. Itik 3.05 83 305 1.81 67 090 3. Lainnya 0.11 64 475

5.3. Keragaan Usahatani Padi

5.3.1. Input Produksi

Usahatani padi sudah lama dilakukan oleh petani responden yang dapat dilihat dari rata-rata pengalaman usahatani yaitu selama 15.87 tahun pada petani lahan sawah irigasi dan 18.72 tahun pada petani di lahan sawah tadah hujan. Dari sisi teknologi petani sudah lama mengenal teknologi produksi karena teknologi produksi sudah seringkali diintroduksi kepada petani baik melalui penyuluhan, demonstrasi lapangan maupun kegiatan-kegiatan penelitian dari berbagai instansi, namun teknologi sering berubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan serta perbedaan spesifikasi daerah. Walau teknologi sudah dikenal lama oleh petani, namun hal yang paling nyata dalam penerapan teknologi di tingkat petani adalah belum diimplementasikannya teknologi tersebut secara utuh karena kemampuan finansial rumahtangga petani yang berbeda. Gladwin 1979 mengemukakan bahwa keragaman adopsi teknologi di tingkat petani masih cukup besar karena petani cenderung mengadopsi teknologi secara tidak utuh melainkan sebagian demi sebagian. Utama et al. 2007 juga menyatakan bahwa petani di daerah pedesaan merasakan ada risiko untuk mengadopsi teknologi baru yang dinamakan sebagai risiko teknologi sehingga petani lambat menerapkan teknologi tersebut. Demikian pula dengan implementasi teknologi yang diperkenalkan lewat program Prima Tani, petani hanya menerapkan teknologi produksi non biaya. Implementasi teknologi produksi non biaya antara petani peserta Prima Tani dan petani bukan peserta yang ditampilkan pada Tabel 16. Tabel 16. Jumlah Petani Padi dalam Menerapkan Teknologi Produksi Non Biaya Usahatani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009 orang No Uraian Lahan Sawah Irigasi Lahan Sawah Tadah Hujan Peserta Bukan Peserta Peserta Bukan Peserta 1. Penggunaan benih bersertifikasi 41 51.25 3 3.57 34 51.25 30 37.50 2. Penggunaan bibit berumur muda 18-21 HST 47 58.75 38 45.24 50 69.44 12 15.00 3. Cara tanam legowo 71 88.75 33 39.29 63 87.50 10 12.50 4. Pembenaman jerami 75 93.75 17 20.24 68 94.44 47 58.75 Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase Penggunaan benih bersertifikasi atau benih bermutu dapat menghemat penggunaan benih di tingkat petani dimana petani biasa menggunakan benih yang berlebih dikarenakan mutu benih yang tidak terkontrol daya tumbuhnya. Umur bibit yang dianjurkan untuk ditanam dalam program Prima Tani adalah 18 - 21 HST dan sudah lebih dari 50 persen petani peserta Prima Tani melakukannya, sedangkan pada petani bukan peserta Prima Tani lebih banyak menanam bibit pada umur 25 – 30 HST. Penanaman bibit yang berumur lebih muda akan tumbuh dan berkembang lebih sempurna, sistem perakaran lebih baik, anakan lebih banyak dan lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan. Pada sistem tanam sudah lebih dari 80 persen petani peserta Prima Tani menggunakan sistem tanam legowo dan sisanya masih menggunakan sistem tanam pindah tetapi tidak legowo, sedangkan pada petani bukan peserta lebih banyak menggunakan sistem tandur jajar. Sistem tanam legowo adalah dengan mengatur jarak tanam antar rumpun dan barisan secara teratur sehingga terjadi penambahan jumlah rumpun dalam barisan dengan pelebaran jarak antar barisan karena terdapat baris yang dikosongkan. Sistem tanam legowo yang diterapkan petani di daerah penelitian bervariasi antara 4:1, 6:1 dan 8:1. Keuntungan dari sistem ini adalah : 1 memudahkan petani di dalam mengendalikan gulma, hama dan penyakit tanaman, 2 pemberian pupuk lebih efisien dan berdaya guna, 3 menyediakan ruang kosong untuk pengaturan air, dan 4 intensitas cahaya matahari lebih merata ke seluruh tanaman. Pembenaman jerami telah dilakukan oleh hampir semua responden peserta Prima Tani dengan memotong tanaman padi hanya sekitar tujuh sentimeter dari tangkai bulir karena perontokan gabah dilakukan dengan power thresser selanjutnya jerami dibenamkan kembali pada saat pengolahan tanah untuk musim tanam berikutnya. Pembakaran jerami hanya dilakukan oleh petani yang merontok gabah secara manual. Input produksi pada usahatani padi meliputi pupuk, pestisida dan alokasi waktu tenaga kerja. Dalam menggunakan pupuk terjadi tumpang tindih antara pupuk Urea, SP-36 dan KCl dengan pupuk Phonska. Hal ini disebabkan oleh karena : 1 petani belum mengetahui secara pasti kandungan hara dan fungsi dari pupuk Phonska, 2 harga pupuk Phonska relatif lebih murah jika dibandingkan dengan harga pupuk KCl, dan 3 petani lebih mudah memperoleh pupuk Phonska dibandingkan pupuk KCl. Tabel 17 memperlihatkan jumlah petani di dalam menggunakan pupuk dalam usahatani padi. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa hampir semua petani menggunakan pupuk Urea karena harga pupuk Urea yang terjangkau dan adanya anggapan petani bahwa apabila tanaman padi tidak menampakkan warna hijau maka produksi tidak bisa bagus. Tabel 17. Jumlah Petani Padi yang Menggunakan Pupuk Usahatani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009 orang No. Jenis Lahan Sawah Irigasi Lahan Sawah Tadah Hujan Pupuk Peserta Bukan Peserta Peserta Bukan Peserta 1. Urea 79 98.75 78 90.00 70 97.22 79 98.75 2. SP-36 34 42.50 43 51.19 40 55.56 43 53.75 3. KCl 19 23.75 19 22.62 32 44.44 33 41.25 4. Ponska 42 52.50 48 57.14 25 34.72 25 31.25 Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase Selain pupuk, petani di daerah penelitian juga menggunakan input produksi yang lain, yaitu benih dan tenaga kerja. Adapun dosis penggunaan pupuk dan curahan waktu tenaga kerja disajikan pada Tabel 18. Berdasarkan hasil uji-t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan dalam menggunakan input produksi antara petani peserta dan bukan peserta Prima Tani pada kedua jenis lahan sawah. Meskipun pada petani peserta Prima Tani sudah didampingi dan diberikan inovasi namun untuk menerapkan inovasi tersebut petani belum melakukannya. Hal ini terkait dengan kemampuan finansial rumahtangga petani dan fenomena ini hampir terjadi pada semua rumahtangga petani tanaman pangan. Utama et al. 2007 juga melaporkan bahwa petani di Bengkulu juga tidak sepenuhnya menerapkan paket teknologi karena kemampuan ekonomi namun jika paket teknologi tersebut tidak memerlukan tambahan biaya dan memberikan nilai tambah akan cepat diadopsi oleh petani. Tabel 18. Rata-rata Penggunaan Input Produksi per Hektar Usahatani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009 Jenis Input Lahan Sawah Irigasi Lahan Sawah Tadah Hujan Peserta Non Peserta Peserta Non Peserta 1. Benih kg 42.54 a 39.95 a 48.69 a 61.52 b 2. Pupuk Urea kg 176.42 a 153.84 a 136.11 a 147.64 a 3. Pupuk SP-36 kg 37.44 a 49.74 a 55.90 a 49.94 a 4. Pupuk KCl kg 18.13 a 18.28 a 36.06 a 27.51 a 5. Pupuk Ponska kg 77.53 a 84.01 a 49.44 a 43.04 a 6. TK laki-laki JOK 230.77 a 238.11 a 245.19 a 278.33 a 7. TK wanita JOK 163.57 a 162.42 a 160.14 a 183.64 a Keterangan : JOK = jam orang kerja Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada setiap jenis lahan menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf α = 5 persen uji-t Penggunaan benih tertinggi diperoleh pada petani bukan bukan peserta Prima Tani pada lahan sawah tadah hujan, sedangkan pada kelompok petani lainnya menggunakan benih dengan jumlah yang relatif lebih rendah, yaitu bervariasi antara 30 - 50 kg. Lebih tingginya jumlah benih yang digunakan petani bukan peserta lahan tadah hujan karena petani masih menggunakan benih lokal yang belum diketahui daya tumbuhnya. Dari penggunaan pupuk anorganik, dosis yang digunakan petani masih beragam. Penyebab dari beragamnya dosis pemupukan, diantaranya adalah tingkat kesuburan tanah yang berbeda atau karena kendala keuangan rumahtangga sehingga tidak bisa mengalokasikan biaya untuk melakukan pemupukan berimbang. Dari keempat kelompok petani pada umumnya petani telah menggunakan pupuk Urea dengan kisaran mendekati anjuran, yaitu 150 – 200 kgha, sedangkan pupuk SP-36 dan KCl digunakan petani dengan dosis di bawah anjuran yaitu 100 kgha pupuk SP-36 dan 50 kgha pupuk KCl. Petani membeli pupuk dan pestisida di koperasi unit desa KUD dan di kelompok tani Gapoktan. Diantara KUD dan Gapoktan tidak terdapat perbedaan harga, perbedaan harga hanya terjadi apabila petani membayar pupuk setelah panen. Perbedaan harga yang terjadi sebesar Rp 10 000 per sak pupuk, sedangkan pestisida pada umumnya petani membayar tunai. Apabila pupuk tidak tersedia di KUD petani akan membeli di toko pertanian di kecamatan dengan biaya transport sebesar Rp 20 000. Tenaga kerja yang digunakan pada usahatani padi mencakup tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga baik pria maupun wanita. Curahan waktu kerja selama proses produksi diawali dari persiapan persemaian hingga panen dan merontok gabah. Pada tahap pekerjaan tertentu, tenaga kerja wanita lebih dominan daripada tenaga kerja pria, terutama pada saat tanam dan panen, sedangkan tenaga kerja pria lebih dominan pada kegiatan pengolahan tanah, mencabut bibit, memupuk, menyemprot dan merontok gabah. Pada kegiatan panen dan merontok gabah dikerjakan dengan menggunakan tenaga kerja luar keluarga secara borongan. Hal ini berarti terjadi substitusi antara tenaga kerja dalam keluarga dengan tenaga kerja luar keluarga. Tabel 19 memperlihatkan rata- rata curahan waktu tenaga kerja yang diukur dalam Jam Orang Kerja JOK pada usahatani padi di daerah penelitian. Curahan waktu tenaga kerja pada usahatani peserta Prima Tani lahan irigasi lebih sedikit jika dibandingkan dengan curahan waktu tenaga kerja pada lahan sawah bukan peserta Prima Tani dan petani lahan tadah hujan. Secara keseluruhan persentase penggunaan tenaga kerja pria lebih tinggi jika dibandingkan dengan tenaga kerja wanita, yaitu antara 50 – 60 persen. Tenaga kerja wanita luar keluarga pada umumnya dominan pada saat tanam dan panen daripada tenaga kerja pria dan dilakukan secara borongan dengan bentuk upah natura system bawon yaitu 7 : 1 artinya dari tujuh unit hasil milik petani dikeluarkan satu unit sebagai upah tenaga kerja yang melakukan pekerjaan panen dan rontok gabah. Tabel 19. Rata-rata Curahan Waktu Tenaga Kerja Usahatani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009 JOK Jenis Tenaga Kerja Lahan Sawah Irigasi Lahan Sawah Tadah Hujan Peserta Bukan Peserta Peserta Bukan Peserta 1. Tenaga kerja dalam keluarga : a. TK pria 71.85 93.14 89.59 89.18 b. TK wanita 14.02 20.75 27.42 22.62 2. Tenaga kerja luar keluarga : a. TK pria 108.79 119.65 155.60 189.15 b. TK wanita 117.01 127.84 132.72 161.02 3. Jumlah : a. TK pria 180.64 212.83 245.19 278.33 b. TK wanita 131.03 148.59 160.14 183.64 Keterangan : JOK = jam orang kerja

5.3.2. Produktivitas Padi